Jumat, 07 September 2012

SEKELUMIT SEJARAH TARIAN KUDA LUMPING

Lombok, rumahalir.or.id  - Seni tarian kuda lumping di Pulau Lombok hampir saja punah. Tarian ini kita bisa temukan di Dusun Tejong Desa Ketangga Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur.

Pada hari kamis (6/9/12), penulis diundang oleh keluarga menghadiri acara khitanan di Dusun Torean Desa Loloan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, yang kebetulan menampilkan seni tari kuda lumping yang dimainkan oleh sekitar 8 penari laki-laki dengan memikul dua kuda tiruan yang terbuat dari kayu.

Dalam catatan sejarah belum ada yang menjelaskan asal muasal tarian yang memukau ratusan penonton ini hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Beberapa versi menyebutkan, tari Kuda Lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.

Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari Kuda Lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman kayu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Dalam pementasanya, tidak diperlukan suatu koreografi khusus, serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya Karawitan. Gamelan untuk mengiringi tari Kuda Lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta.

Kini, kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi.

Seni tari kuda lumping yang masih tetap dilestarikan di Dusun Tejong Desa Ketangga biasa dimainkan ketika ada acara-acara hajatan seperti khitanan dan lainnya. Anak yang akan dikhitan biasa didudukkan diatas kuda yang terbuat dari kayu yang ditambah dengan sulaman bunga berwarna merah. Kemudian delapan orang penari memikul dua kuda tersebut sambil menari diiringi dengan gamelan.

Adapun warna yang sangat dominan pada permaian ini yaitu; merah, putih dan hitam. Warna merah melambangkan sebuah keberanian serta semangat. Warna putih melambangkan kesucian yang ada didalam hati juga pikiran yang dapat mereflesikan semua panca indera sehingga dapat dijadikan sebagai panutan warna hitam.

Secara garis besar, begitu banyak kesenian serta kebudayaan yang ada di Indonesia diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang bangsa Indonesia hingga ke generasi saat ini. Sekarang, kita sebagai penerus bangsa merupakan pewaris dari seni budaya tradisional yang sudah semestinya menjaga dan memeliharanya dengan baik. Tugas kita adalah mempertahankan dan mengembangkannya, agar dari hari ke hari tidak pupus dan hilang dari khasanah berkesenian masyarakat kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar