Meldi - Suara Komunitas
Buruh Migran Indonesia terus meningkat angkanya tercatat sudah 510.000 TKI yang ditempatkan berbagai negara oleh BP3TKI. Angka itu pada porsi buruh migran perempuan ternyata paling besar. Angkanya lebih 90%, demikian Bank Dunia, mereka bekerja pada sektor informal terutama pekerjaan rumah tangga (housemaids). Sisanya bekerja sebagai penunggu toko, perawat, dan kerja kasar di pertanian dan industri. Dan tren terus naik dari tahun ke tahun, berbanding lurus dengan semakin sulitnya lapangan kerja di tanah air. Salah satunya adalah Ratih Purwati ada dalam tren itu.
Jasad Ratih Purwati Binti Muhammad Saleh, tidak bisa segera dipulangkan, demikian data mikro dari data-data besar di atas. Biaya masih menganjal, sekitar Rp. 18 juta belum terbayarkan. Ratih seorang TKI berasal dari Desa Montong, Kecamatan Utan, Sumbawa. Saleh mengutarakan itu selaku Koordinator Advokasi Keadilan untuk TKI (AKUT).
Kondisi tanah air memang tidak mendukung untuk memperoleh hak-hak dasar untuk pekerjaan, keamanan pangan, dan kesejahteraan yang cukup. Pekerjaan di luar negeri lebih menjamin kesejahteraan dibandingkan tanah air. Lalu itu menjadi jejak-jejak migrasi desa (footsteps) baik itu berawal dari keluarga, teman, dan cerita keberhasilan. Juga ditopang oleh makin terbukanya peran agensi masuk ke pelosok desa. Iklim yang demikian, sebagai latar sehingga Ratih Purwati berangkat menjadi TKW pada tahun 2006. Lembaga yang menjadi perantara adalah PT Yomba Cabang Sumbawa. Di selang masa kerja itu, ia menikah dengan pria Indonesia. Setelah masa kerja habis, ia ikut suami.
Malang tidak bisa ditolak, ia sakit. Lalu meninggal pada tanggal 15 Mei 2012 di Rumah Sakit King Pahat jeddah, Arab Saudi. Butuh dana pemulangan, demikian permintaan Raufi dari pihak Konsulat RI. Keluarga di tanah air telah berupaya baik itu ke Disnaker NTB, demikian juga Advokasi Keadilan untuk TKI (AKUT) telah meminta Pemrov NTB, Pemerintah Pusat dan BP3TKI di daerah untuk membantu pemulangan. Jelas alasannya karena pihak keluarga tidak mampu.
Tidak sekedar pemulangan, manifest tentang sakit, terus meninggal hendaknya jelas. Rekam jejak TKI dari mereka berangkat sampai mereka pulang kembali adalah wajib dituliskan. Dokumentasi yang perlu dirawat oleh konsulat baik itu untuk pelajaran terhadap masalah-masalah TKI di masa lalu. Juga untuk proses pencatatan perkembangan TKI di tempat bekerjanya.
Bagaimana profil TKI seperti halnya Ratih Purwati ini? TKI saat ini dari asal-usul dapat ditelusuri sebagian besar dari: Sukabumi, Cianjur, Indramayu, Cilacap, Wonosobo, Kulon Progo, Malang, Kediri, Ponorogo, NTT, NTB, Sulsel, dan Lampung. Mayoritas dari tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar. Rentang umur mereka diantara 14-40 tahun. Sebelum berangkat mereka menyiapkan dana yang cukup besar misalnya untuk Taiwan berkisar sekitar 36 juta yang akan dipotong pada setiap penerimaan gaji. Sama halnya dengan Hongkong. Negara tujuan sebagaian besar: Hongkong, Malaysia, Singapura, Taipei, Kuwait, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Gaji TKI terbesar berada di Taiwan, Hongkong, dan Abu Dhabi dalam kisaran 2 juta sampai dengan 4 juta. Dalam kenyataannya gaji mereka terima lebih rendah dari kontrak yang mereka buat. Namun demikian, TKI tetap mengirimkan jerih payahnya ke tanah air. Duit yang disimpan di bawah kasur dan stagen itu, membantu banyak orang di kampung. Nilainya sangat besar hingga Oktober 2011, para TKI di mancanegara mengirim uang (remitansi) hingga US5,6 miliar atau sekitar Rp50,73 triliun. Di beberapa daerah nilai remitansi, nyaris menyamai nilai PAD, kadang meleibihinya. Kasus NTB dan Jawa Timur membuktikan itu. Di daerah tingkat II itu terbukti di Sukabumi. Namun dibandingkan dengan India, Bangladesh, dan Filipina, nilai remitansi masih sangat kecil.
TKI punya peran signifikan dalam menyesejahterakan masyarakat, namun hak-haknya sering kali tidak dipenuhi. Kementerian luar negeri sebagai wakil Indonesia di luar negeri harus memenuhinya. Tidak sekedar memulangkan TKI yang meninggal di luar negeri, tetapi juga melakukan pengusutan lalu menyampaikan hasilnya kepada publik. Mengenaskan memang, setiap masalah TKI selalu menguap, dengan panasnya isu politik lainnya. Menghilang tiba-tiba karena ada angin yang lebih besar, yaitu kisruh politik dalam negeri.
Meldi -
Suara Komunitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar