Lombok Utara - Penerimaan Sarjana Penggerak Masyarakat Desa (SPMD) yang akan bertugas di desa, dinilai tak mengakomodir kepentingan masyarakat arus bawah.
Pasalnya, bayak sarjana yang mengiktui tes SPMD pada akhir Maret 2011 lalu yang diprogramkan oleh Bupati Lombok Utara yang tidak lulus baik administrasi maupun yang lainnya tanpa alas an yag jelas.
“Program Bupati KLU khususnya SPMD memang cukup bagus, hanya sangat disayangkan banyak sarjana di desa se KLU tidak diakomodir. Padahal seharusnya yang lulus tes itu adalah sarjana yang berasal dari desa setempat”, ungkap Hamdi, S.Pd, ketika ditemui wartawan 2/4 di rumahnya di Desa Karang Bajo.
Hamdi mengaku, bahwa dirinya bersama puluhan sarjana lainnya tidak lulus administrasi persyaratan. Namun panitia yang dalam hal ini kantor BPM, PPKB dan Pemdes Lombok Utara, tidak menjelaskan persyaratan apa yang kurang bagi peserta yang tak lulus admistrasi.
“Kami tidak keberatan walaupun tak lulus, yang penting diambil satu orang di masing-masing desa. Tapi malah ada beberapa desa yang lulus dua orang. Kalau seperti ini kan memunculkan kesan bahwa yang lulus ini adalah titipan dan tak lepas dari kepentingan politik. Dan ada bedanya dengan perekrutan CPNS KLU yang barter dengan uang”, tegas Hamdi.
“Sebut saja misalnya Desa Bayan, Senaru dan Anyar yang lulus dua orang, sementara ada desa yang satupun tidak ada sarjananya yang lulus menjadi SPMD. Kan ini namanya kurang adil, padahal kami selaku tim sukses pemenangan bupati terpilih melakukan gerakan yang luar biasa di tingkat masyarakat bawah, agar calon yang kami dukung bisa menang”, imbuh Hamdi.,
Pengakuan senada juga diungkapkan oleh Mahsun Hidayat. Bahkan dia menilai kepala BPM, PPKB dan Pemdes Lombok Utara tidak mengindahkan disposisi dari Bupati KLU. “Kepala BPM, PPKB sudah dipanggil bupati dan meminta agar mengakomodir sarajana yang ada di desa, tapi malah tidak diindahkan”, kata Mahsun.
Jadi, lanjut Mahsun, kalau seperti ini, kita lebih baik mundur dari tim pendukung, karena kita hanya menjadi alat politik untuk menuju kursi jabatan. Setelah duduk, malah dilupakan. Ini artinya ibarat mendorong mobil mogok, setelah jalan si pendorongnya ditinggalkan begitu saja.
Sementara Muhidin, S.Pd menilai, perekrutan SPMD ini kurang terbuka, karena tidak pernah disosialisasikan ke tingkat dusun, bahkan pengumuman pembukaannya pun tidak terpampang di kantor desa.
Berbicara kualitas, menurut Muhidin, tentu akan lebih berkualitas bila SPMD itu diangkat sarjana yang ada di masing-masing desa. “Bagaimana mereka bisa menggerakkan masyarakat desa kalau si penggerak itu berasal dari desa lain. Saya melihat yang lulus ini tidak jauh beda dengan kualitas sarjana yang ada di desa itu sendiri”, kata Muhidin.
Menyoroti kelulusan sarjana yang akan menjadi SPMD, Muhidin menilai, pihak panitia asal copot saja. “Panitianya asal copot saja seperti ada pesanan dari orang-orang tertentu. Kalau seperti ini kapan KLU menjadi maju”, pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar