Selasa, 01 Februari 2011

Mulud Adat Bayan Bukan Bagian Dari Festival Rinjani II

Kamardi, SH (PB AMAN)
Lombok Utara - Mulud Adat Bayan yang akan dilaksanakan 18-19 Februari mendatang, bukan bagian dari kegiatan festival Rinjani II yang digagas Yayasan Santiri, karena Mulud Adat tersebut adalah ritual adat yang sacral dilaksanakan secara baku dan reguler setiap tahun oleh masyarakat dan pranata adat setempat, yang tidak bisa dicampuri dan direkayasa serta diintervensi oleh pihak manapun.

Hal tersebut diungkapkan dalam press release yang ditanda tangani oleh beberapa tokoh adat dan PD KLU, PW NTB serta Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), ketika melakukan hearing ke pihak legislatif dan exskutif KLU kemarin.

Menurut Rianom, S.Sos, ketua Pranata Adat Karang Bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara mengatakan, bantahan tersebut dilakukan untuk meluruskan beberapa pemberitaan di salah satu media lokal yang menulis “Maulid Adat Bayan Dikenalkan di Forum Internasional”, dan berita “Tokoh Bayan Tolak Pihak Luar Terlibat dalam Kegiatan Maulid Adat”.

Menyoroti tentang gagasan pembentukan panitia Maulid Adat, itu murni kehendak komunitas adat Karang Bajo melalui sangkep (pertemuan) adat Karang Bajo yang dilaksanakan tanggal 2 dan 9 Januari 2011 lalu. Pertemuan tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh adat Karang Bajo, seperti, kiyai, lebe, Melokaq Penguban, Walin Gumi, Pande, Singgan dan Melokak Toaq Turun.

Selain itu hadir juga, Kadus Dasan Baro, para tokoh adat, pemuda adat, Kaur Pemerintahan Karang Bajo dan ditambah dengan undangan dari PD AMAN KLU, PW AMAN NTB. Tujuan dibentuknya mauled adat Bayan karena dilihat selama ini pada setiap mulud adat banyak tamu yang berkunjung baik dari dalam maupun luar negeri. “Jadi paniti ini dibentuk hanya sebatas mengatur lalu lintas para tamu yang mengkomunikasikan informasi tentang makna maulid adat Bayan untuk menghindari penjelasan yang beragam”, kata beberapa tokoh adat dalam press release.

Lalu apa kaitannya dengan Asia Pasifik Indigenous Peole’s Summit (API Summit)?
API Summit memiliki agenda tersendiri yaitu Konfrensi Forum Lembaga Donor Internasional yang bekerja di kawasan Asia Pasifik yang bernama International Funders for Indigenous People’s (IFIF) yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Maulid Adat.

“Konfrensi IFIF tahun ini diadakan di Indonesia dan memilih Bali dan Lombok Utara sebagai tempat pertemuannya. Dan pertemuan itu sendiri akan berlangsung 27-29 Maret 2011, yang pada akhir agendanya akan melakukan kunjungan lapangan (filed trip) setengah hari di KLU. Mereka akan berkunjung ke kawasan pesisir pengelolaan terumbu karang di Jambianom, pengelolaan lahan kering di Kencong, pengelolaan hutan berbasis masyarakat (Community loging di Koperasi serba uasa Rimba Genggelang dan komunitas adat yang berpotensi dalam pengelolaan ekonomi kreatif eko wisata di Desa Karang Bajo”, kata PB AMAN, Kamardi, SH.

Adanya rumor yang berkembang belakangan ini, tentang proposal Maulid Adat yang mengusulkan dana sampai Rp. 2 miliar, Rianom dengan tegas membantahnya. Rumor itu tidak benar, karena dana yang diajukan didalam proposal itu sebesar Rp. 20 juta. “Kami tidak pernah mengusulkan dan sebesar itu, yang benar adalah hanya Rp. 20 juta”, tegasnya.

Sementara mengenai pembangunan Balai Gundem yang berukuran 9 x 9 meter persegi dan berugak saka delapan serta sebuah home stay itu akan dibangun ditanah gubug Karang Bajo, bukan didalam kampu. “Bangunan balai gundem itu menggunakan batu karang, dan untuk berugak saka delapan akan menggunakan bahan kayu sengon yang sudah diawetkan yang kekuatannya sama dengan kayu kelas II. Dan khusus untuk bahan bangunan home stay dibuat dari bamboo laminasi yang sudah diawetkan di Bali”, jelas Rianom.

Dana yang dihabiskan untuk ke tiga paket bangunan tersebut sekitar Rp. 300 juta yang dibangun diatas tanah Gubung Karang Bajo. “Semua bangunan itu adalah miliknya desa, dan siapapun yang mau memamfaatkan, entah itu untuk pertemuan ataupun pelatihan silahkan saja, karena sifatnya terbuka”, tambah Rianom.

Kamardi SH, meminta kepada komunitas masyarakat adat untuk bersatu, karena persoalan masyarakat adat dari masa ke masa sangat kompleks. “Membangun komunikasi dan kebersamaan merupakan hal yang mutlak dilaksanakan, karena kita tidak luput dari kekuranmgan dan kealpaan. Keharmonisan tatanan hidup beralaskan kepatuhan dan kepatutan tetap dijaga. Seorang yang ditokohkan bertutur kata yang santun dan bijak serta bersikap arif dan tertauladani. Dan inilah cirri khas masyarakat adat warisan nilai-nilai para luhur”, harapnya. (Ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar