Lombok Utara, Menyikapi pemberitaan media tentang pelaksanaan Maulid Adat yang rencananya akan menghadirkan para tamu dari Asia Fasifik (Afik), masyarakat Adat Lombok Utara menggelar gundem beleq (rapar besar-red) di Bencingah Bayan Agung.
Acara yang dihadiri oleh semua tokoh adat dari Kecamatan Tanjung, Kayangan dan Bayan, 22/1 tersebut membicarakan berbagai persolan yang muncul belakangan ini, termasuk adanya rencana segelintir orang yang mau memusatkan Maulid Adat di Kampu Karang Bajo, serta adanya proposal yang mencatut nama beberapa tokoh adat tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
“Sekarang ini sudah ditulis di media, ada sebuah lembaga yang mau mengundang 24 negara dan akan memusatkan kegitan di Karang Bajo. Dan kita perlu duduk bersama untuk membicarakannya, jangan sampai pelaksanaan Maulid Adat yang akan berlangsung 18-19 Februari mendatang dikomersialkan dan mencatut nama-nama tokoh dalam proposalnya”, ungkap H. Amir Itrawati, tokoh adat Desa Loloan mengawali pembicaraan.
Selain itu lanjut H. Amir Itrawati, belakangan ini ada juga oknum yang menyebut dirinya “ Mangku”, padahal kita ketahui bersama bahwa secara struktur adat, kedudukan masing-masing sudah ditentukan secara adat. “Hanya saja persoalan ini kita perlu konfirmasi kepada yang bersangkutan, apakah betul dirinya menyebut jadi pemangku atau memang media yang salah tulis”, katanya.
R. Gidarip dalam kesempatan tersebut mengaku terkejut, adanya pihak lain mengundang 24 negara tanpa diawali dengan gundem. “Mengapa ada orang yang berani mengundang Negara lain tanpa melalui gundem. Padahal setiap apapun yang menjadi program adat selalu kita awali dengan gundem di Bencingah Bayan Agung. Karena bila ada dari Negara lain kita perlu mengatur siapa yang menjadi juru bicaranya, agar informasi yang disampaikan tidak menyimpang”,jelasnya.
“Kalau para tamu Afik itu, dating hanya sekedar menyaksikan, silahkan saja, yang penting jangan sampai terlibat menjadi panitia”, imbuhnya.
Sementara R. Gita Kusuma, menanggapi pemberitaan tersebut bahkan menanyakan, apakah mereka itu beradat atau tidak. Karena kita sendiri yang punya gawe Maulid Adat tidak tau apa tujuan mereka mengundang, tapi tiba-tiba muncul di media.
Menurut kabar yang beredar, lanjut R. Gita Kusuma, konon ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lombok Utara pernah melakukan haering yang sekaligus menyampaikan tentang Maulid Adat yang akan dipusatkan di Kampu Karang Bajo. “Secara adat turun temurun pusat ritual maulid adat itu harus di masjid kuno Bayan, bukan di Kampu. Dan kita tidak ingin adat ini dikomersialkan, kecuali semua tokoh terlibat dan dibahas secara terbuka”, tegasnya.
Datu Artadi, tokoh adat dari Tanjung dengan bijak menyampaikan pendapatnya. Menurut Beliau, sebaiknya perlu kita bertemu untuk mengkomunikasikannyua dengan pihak-pihak yang ingin mendatangkan 24 negara. Karena mungkin maksudnya baik, hanya saja belum dikomunikasikan.
Dan bila bicara sejarah, lanjut Datu Artadi, bahwa sebagai pusat pemerintahan dulu ada di Kerajaan Bayan. “Ketika kita membicarakan masalah Maulid Adat, maka harus dipusatkan di masjid bukan di kampu”, katanya.
Pada acara sesi dialog, suasana sedikit memanas, karena semua penanya dengan tegas mengecam pihak-pihak yang bertujuan mengkomersialkan Maulid Adat dengan mengundang Afik. “Bila hal ini dilakukan kami Bajang Sesait siap ela pati (siap mati) membela saudara-saudara kami di Bayan”, ungkap salah seorang tokoh muda dari sesait.
H. Sayuti yang juga salah seorang anggota DPRD KLU mengaku risih dengan adanya segelintir orang yang mau mengaburkan sejarah khususnya berkaitan dengan pelaksanaan maulid adat. “Kami 99 persen menolak terhadap adanya upaya pemutar balikkan sejarah”, tegasnya.
Menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Djekat dan Datu Artadi salut terhadap semangat para generasi penerus. Namun semua persoalan itu bias kita selesaikan dengan gundem. “Kita tidak menolak atau melarang mereka melakukan maulid di kampu Karang Bajo, asalakn jangan membawa nama Bayan. Dan kita juga perlu membicarakan persoalan ini khususnya dengan para pemangku adat Karang Bajo”, ungkap kedua nara sumber meredam.
Acara yang dihadiri oleh semua tokoh adat dari Kecamatan Tanjung, Kayangan dan Bayan, 22/1 tersebut membicarakan berbagai persolan yang muncul belakangan ini, termasuk adanya rencana segelintir orang yang mau memusatkan Maulid Adat di Kampu Karang Bajo, serta adanya proposal yang mencatut nama beberapa tokoh adat tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
“Sekarang ini sudah ditulis di media, ada sebuah lembaga yang mau mengundang 24 negara dan akan memusatkan kegitan di Karang Bajo. Dan kita perlu duduk bersama untuk membicarakannya, jangan sampai pelaksanaan Maulid Adat yang akan berlangsung 18-19 Februari mendatang dikomersialkan dan mencatut nama-nama tokoh dalam proposalnya”, ungkap H. Amir Itrawati, tokoh adat Desa Loloan mengawali pembicaraan.
Selain itu lanjut H. Amir Itrawati, belakangan ini ada juga oknum yang menyebut dirinya “ Mangku”, padahal kita ketahui bersama bahwa secara struktur adat, kedudukan masing-masing sudah ditentukan secara adat. “Hanya saja persoalan ini kita perlu konfirmasi kepada yang bersangkutan, apakah betul dirinya menyebut jadi pemangku atau memang media yang salah tulis”, katanya.
R. Gidarip dalam kesempatan tersebut mengaku terkejut, adanya pihak lain mengundang 24 negara tanpa diawali dengan gundem. “Mengapa ada orang yang berani mengundang Negara lain tanpa melalui gundem. Padahal setiap apapun yang menjadi program adat selalu kita awali dengan gundem di Bencingah Bayan Agung. Karena bila ada dari Negara lain kita perlu mengatur siapa yang menjadi juru bicaranya, agar informasi yang disampaikan tidak menyimpang”,jelasnya.
“Kalau para tamu Afik itu, dating hanya sekedar menyaksikan, silahkan saja, yang penting jangan sampai terlibat menjadi panitia”, imbuhnya.
Sementara R. Gita Kusuma, menanggapi pemberitaan tersebut bahkan menanyakan, apakah mereka itu beradat atau tidak. Karena kita sendiri yang punya gawe Maulid Adat tidak tau apa tujuan mereka mengundang, tapi tiba-tiba muncul di media.
Menurut kabar yang beredar, lanjut R. Gita Kusuma, konon ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lombok Utara pernah melakukan haering yang sekaligus menyampaikan tentang Maulid Adat yang akan dipusatkan di Kampu Karang Bajo. “Secara adat turun temurun pusat ritual maulid adat itu harus di masjid kuno Bayan, bukan di Kampu. Dan kita tidak ingin adat ini dikomersialkan, kecuali semua tokoh terlibat dan dibahas secara terbuka”, tegasnya.
Datu Artadi, tokoh adat dari Tanjung dengan bijak menyampaikan pendapatnya. Menurut Beliau, sebaiknya perlu kita bertemu untuk mengkomunikasikannyua dengan pihak-pihak yang ingin mendatangkan 24 negara. Karena mungkin maksudnya baik, hanya saja belum dikomunikasikan.
Dan bila bicara sejarah, lanjut Datu Artadi, bahwa sebagai pusat pemerintahan dulu ada di Kerajaan Bayan. “Ketika kita membicarakan masalah Maulid Adat, maka harus dipusatkan di masjid bukan di kampu”, katanya.
Pada acara sesi dialog, suasana sedikit memanas, karena semua penanya dengan tegas mengecam pihak-pihak yang bertujuan mengkomersialkan Maulid Adat dengan mengundang Afik. “Bila hal ini dilakukan kami Bajang Sesait siap ela pati (siap mati) membela saudara-saudara kami di Bayan”, ungkap salah seorang tokoh muda dari sesait.
H. Sayuti yang juga salah seorang anggota DPRD KLU mengaku risih dengan adanya segelintir orang yang mau mengaburkan sejarah khususnya berkaitan dengan pelaksanaan maulid adat. “Kami 99 persen menolak terhadap adanya upaya pemutar balikkan sejarah”, tegasnya.
Menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Djekat dan Datu Artadi salut terhadap semangat para generasi penerus. Namun semua persoalan itu bias kita selesaikan dengan gundem. “Kita tidak menolak atau melarang mereka melakukan maulid di kampu Karang Bajo, asalakn jangan membawa nama Bayan. Dan kita juga perlu membicarakan persoalan ini khususnya dengan para pemangku adat Karang Bajo”, ungkap kedua nara sumber meredam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar