Senin, 03 Januari 2011

Hasil Study Banding Guru SMAN 1 Bayan Ke Bali

Tingkat Kedisiplinan Perlu di Tiru
Lombok Utara - Puluhan guru dan Komite Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN 1) Bayan Kabupaten Lombok Utara 27-29 Desember lalu mengadakan study banding ke SMAN II Denpasar dan Tabanan (Bali).

Study banding yang dilepas langsung oleh Bupati Lombok Utara, H. Djohan Sjamsu SH, bertujuan untuk menukar pengalaman dengan dua sekolah yang dinilai sudah maju di provinsi Bali. Lalu apa yang patut ditiru dari dua sekolah tersebut? Berikut penjelasan Kepala SMAN 1 Bayan, Adenan, S.Pd, M.Pd, ketika ditemui di ruang kerjanya (3/01).

Menurut Adenan, yang patut ditiru dari dua SMAN yang dikunjungi adalah tingkat kedisiplinannya yang luar biasa, karena begitu masuk dilingkungan sekolah sudah tidak ada lagi siswa di luar kelas, demikian juga dengan para gurunya. “Kondisinya betul-betul nyaman dan selayaknya memang tempat siswa belajar, dan ini yang harus bisa kita kejar”,katanya.

Hasil kunjungan ini, lanjut Adenan yang sudah puluhan tahun menjadi guru ini, apa yang didapatkan dari study banding ini sudah disosialisasikan kepada siswa-siswinya, bahwa apapun yang mau diraih harus diawali dengan kedisiplinan, entah itu disiplin di dalam kelas maupun disiplin waktu.

“Tingkat kedisilinan kita di SMAN 1 Bayan memang sudah di mulai, hanya bila dibandingkan dengan SMAN II Denpasar dan SMAN II Tabanan, memang masih kita ketinggalan. Dan tentu kita tidak boleh merasa puas dengan apa yang kita lakukan selama ini, serta kedisiplinan itu akan terus menerus ditingkatkan kedepan”, tegasnya.

Kalau dari segi prestasi siswa apakah kita tidak jauh kalah? Menjawab pertanyaan tersebut, Adenan yang juga dikenal ramah ini mengaku, setelah dikomunikasikan denga pihak sekolah, Insya Allah kita tidak jauh dengan mereka, karena sekolah yang kita kunjungi ini bukan termasuk sekolah paforit. Hanya saja kita sama-sama menjalankan program yaitu sekolah rintisan berbasis keunggulan lokal.

“Dari segi akademik sesuai dengan informasi yang kita terima dari kepala sekolah masing-masing, belum ada yang terlalu signifikan. Malah mereka kaget, bahwa SMAN 1 Bayan sudah mampu ke level nasional”, jelas Adenan.

Sisi Pendanaan


Satu hal yang cukup menarik untuk dikaji, bahwa dua sekolah yang dikunjungi para guru SMAN 1 Bayan di Denpasar (Bali) ini ditunjang dengan pendanaan yang cukup.

“Karena disamping partisipasi mayrakat tinggi, juga sekolah SMAN 2 Denpasar dan Tabanan, diberikan subsidi oleh pemerintah daerah, seperti uang lauk-pauk diberikan Rp. 280 ribu per bulan ditambah dengan tunjangan khusus guru Rp. 650 ribu dan diakhir tahun ada tunjangan perbaikan sebesar Rp. 3 juta dan itu semua diberikan oleh pemerintah daerah bukan dari pemerintah pusat. Dan dana-dana seperti itu di daerah kita belum ada”, tutur Adenan.

Lebih lanjut Adenan menjelaskan, dari sisi murid memang dua sekolah yang dikunjungi memiliki siswa diatas seribu. Demikian juga iuran komite hingga mencapai Rp. 350 ribu per bulan. Dan bila dibandingkan dengan SMAN 1 Bayan, iuran komitenya saja cukup jauh yaitu hanya Rp. 70 ribu per bulan.

“Namun yang lucu honor guru kita disini jauh lebih tinggi dari honor guru yang ada di dua sekolah yang kami kunjungi. Kalau kita honor gurunya perjam Rp. 21.000, sementara mereka honornya per jam Rp. 15.000,- Tapi itu semua otonomi sekolah yang mengaturnya”, kata Adenan tersenyum.

Dana Bukan Segala-Galanya

Untuk mengarahkan lembaga pendidikan yang lebih maju kedepan, ternyata dana bukan segala-galanya. Dan menurut Kepala SMAN 1 Bayan, yang perlu diperbaiki adalah mental guru, siswa dan masyarakat yang harus kita belajar bersama.

“Saya tidak pernah berfikir kalau sekolah ini bayarannya tinggi, karena banyak sekolah yang bayarannya tinggi toh juga belum memiliki prestasi yang signifikan. Jadi bagi saya adalah kunci semua keberhasilan itu adalah keseriusan. Karena kalau sudah serius dia pasti akan tertib dan patuh terhadap bapak dan ibu guru serta orang tuanya”, ungkapnya.

Selain itu, beberapa kegiatan di SMAN 1 Bayan sudah berjalan, namun yang tidak kita inginkan, lanjut Adenan, jangan sampai kegiatan-kegiatan itu berjalan karena takut kepada guru dan lainnya, tetapi dijalankan dengan niat yang tulus.

“Kita sangat tertarik terhadap komentarnya wakil bupati KLU, H. Najmul Akhyar, SH. MH, bahwa pendidikan harus kembali ke khittahnya. Karena dulu orang tua kita ihlas mengajar diatas berugak, surau atau musalla tanpa digaji, tetapi mereka mampu mencetak kader-kader bangsa yang cerdas dan memiliki etika dan sopan santun. Sehingga dalam pemikiran saya kalau pendidikan ini identik dengan uang, bagaimana dengan orang-orang yang kurang mampu”,tambahnya.

“Jadi pendidikan, kata Adenan, bukan semata-mata kognitifnya saja atau keinteletualitasnya, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan itu harus ada yang tiga komponen, yaitu moral, spiritual dan keinteletualitasnya. Dan bila ketiga komponen ini bisa dijalankan, maka bangsa kita akan maju”, imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar