Mataram (Suara NTB) - Temuan Inspektorat NTB soal dugaan penyimpangan penggunaan anggaran tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), terkesan hanya sebatas rutinitas audit. Sejauh ini, belum ada inisiatif Gubernur NTB untuk merekomendasikan temuan itu ke proses hukum, sesuai nota kesepahaman atau MoU dengan Kejaksaan.
‘’Geburnur mestinya sungguh-sungguh dalam penegakan hukum. Padahal komitmennya sudah tersirat dalam MoU dengan Kejaksaan,’’ kata pengamat hukum Universitas Mataram, Hotibul Islam, SH menjawab Suara NTB, Minggu (9/1) kemarin. Pernyataannya itu terkait temuan dugaan penyalahgunaan anggaran oleh Inspektorat NTB di jajaran SKPD.
Jika Gubernur ingin membersihkan birokrasi dari korupsi menurut Hotibul Islam, menyerahkan temuan Inspektorat ke lembaga penegak hokum dianggapnya langkah tepat. ‘’Harus ada pembelajaran positif bagi bawahan Gubernur agar peristiwa serupa tidak terulang setiap tahun,’’ ujarnya.
Ketua Divisi Konsultasi dan Bantuan Hukum, Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Unram ini melihat, langkah Gubernur belum riil. Menyelesaikan temuan Inspektorat secara internal hanya akan menyuburkan proses korupsi, karena biasanya diselesaikan secara administasri dan penuh “pengampunan”.
Bagaimana jika Kejaksaan “jemput bola”? Bagi Hotibul, langkah Kejaksaan tidak akan efektif. Karena menurutnya akan memulai dari awal dan proses yang rumit dalam pengumpulan data dan keterangan. Apalagi Kejaksaan selalu berdalih memiliki pekerjaan “menumpuk” sehingga tak cukup waktu untuk kasus lain.
Semua pihak, khususnya Gubernur, menurutnya harus kembali pada filosofi dibuatnya MoU. “MoU itu dibentuk dengan dasar, ada keinginan dari Gubernur untuk menegakkan hukum, jika ada temuan-temuan di lapangan. Nah, sekarang temuan itu sudah ada, ya tinggal disodorkan ke Kejaksaan,” tandasnya. (ris)Sumber: www.suarantb.com
‘’Geburnur mestinya sungguh-sungguh dalam penegakan hukum. Padahal komitmennya sudah tersirat dalam MoU dengan Kejaksaan,’’ kata pengamat hukum Universitas Mataram, Hotibul Islam, SH menjawab Suara NTB, Minggu (9/1) kemarin. Pernyataannya itu terkait temuan dugaan penyalahgunaan anggaran oleh Inspektorat NTB di jajaran SKPD.
Jika Gubernur ingin membersihkan birokrasi dari korupsi menurut Hotibul Islam, menyerahkan temuan Inspektorat ke lembaga penegak hokum dianggapnya langkah tepat. ‘’Harus ada pembelajaran positif bagi bawahan Gubernur agar peristiwa serupa tidak terulang setiap tahun,’’ ujarnya.
Ketua Divisi Konsultasi dan Bantuan Hukum, Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Unram ini melihat, langkah Gubernur belum riil. Menyelesaikan temuan Inspektorat secara internal hanya akan menyuburkan proses korupsi, karena biasanya diselesaikan secara administasri dan penuh “pengampunan”.
Bagaimana jika Kejaksaan “jemput bola”? Bagi Hotibul, langkah Kejaksaan tidak akan efektif. Karena menurutnya akan memulai dari awal dan proses yang rumit dalam pengumpulan data dan keterangan. Apalagi Kejaksaan selalu berdalih memiliki pekerjaan “menumpuk” sehingga tak cukup waktu untuk kasus lain.
Semua pihak, khususnya Gubernur, menurutnya harus kembali pada filosofi dibuatnya MoU. “MoU itu dibentuk dengan dasar, ada keinginan dari Gubernur untuk menegakkan hukum, jika ada temuan-temuan di lapangan. Nah, sekarang temuan itu sudah ada, ya tinggal disodorkan ke Kejaksaan,” tandasnya. (ris)Sumber: www.suarantb.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar