Senin, 20 September 2010

Ritual ‘’Muja Balit’’ Pemujaan Terhadap Leluhur Hingga Perang Topat

MASYARAKAT Budha di Lenek, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara (KLU) punya tradisi ritual yang diberi nama muja balit atau pemujaan terhadap leluhur. Acara biasanya digelar pada musim panas yang dirangkaikan dengan ritual mulek kaya atau syukuran atas hasil tanaman sawah dan kebun yang diperoleh selama ini. Rangkaian ritual itu berlangsung selama empat hari, mulai dari membersihkan tempat pemujaan, turun gong atau menurunkan gamelan hingga perang nasi dan perang topat.

Suara gambelan bertalu-talu mengeringi prosesi ritual muja balit di lokasi pemujaan warga Lenek, Minggu (19/9) kemarin. Sejumlah ibu-ibu tampak menari tarian Rejang. Tarian ini, konon dipersembahkan untuk menghibur para leluhur. Dalam komplek pemujaan leluhur itu juga dilangsungkan pembayaran nazar oleh warga atas janji yang pernah diucapkan beberapa waktu lalu.

Tari Rejang juga dipersembahkan dengan mengitari sebuah bangunan tempat menyimpan bahan makanan dari hasil bumi tahun ini. Persembahan tarian ini berlangsung, sebelum perang nasi dan perang topat dilakukan. Sebelum dibawa ke tempat pemujaan, nasi, topat, sejumlah jajan dan makanan yang lain disimpan di rumah mangku.

‘’Nasi dan ketupat itu dipakai saling melempar guna mengembalikan hasil panen ke bumi. Sebab, semua hasil tanaman itu dari bumi,’’terang tokoh masyarakat Lenek, Cindrasah.

Ritual Muja Balit atau pemujaan pada leluhur awalnya berlangsung, Kamis (16/9) lalu. Saat itu masyarakat adat di tempat ini melakukan kegiatan menyapu atau membersihkan tempat pemujaan yang lokasinya di depan Vihara Sutta Dhamma Lenek. Saat itu juga sekaligus sebagai pemberitahuan kepada leluhur tentang kegiatan Mulek Kaya atau syukuran atas keberhasilan panen.

Pada hari kedua, Jumat (17/9) lalu warga Lenek melakukan kegiatan yang disebut dengan turun gong atau menurunkan gamelan dari rumah pemangku ke berugaq sekepat atau yang dikenal dengan bangunan yang dibuat dari kayu bertiang empat.

Sebelum gamelan dibunyikan, Inaq belian, Inaq ilanep (55) membacakan tembang dan doa. Prosesi ini berlangsung sekitar 5-10 menit, kemudian dilanjutkan dengan membunyikan gamelan siang dan malam selama tiga hari. Gamelan masih dibunyikan hingga, Minggu (19/9) kemarin sebagai puncak terakhir ritual Muja Balit dan Mulek Kaya, setelah diadakan perang nasi dan perang topat.

Menjelang musim tanam padi masyarakat adat Lenek juga mengadakan ritual Muja Taon atau pemujaan menjelang musim hujan. Ritual ini dikenal dengan Nunas Kaya atau mohon tanaman bisa berhasil.

Anggota DPRD KLU, Sudirsah Sujanto yang juga warga Lenek menyatakan ritual ini tetap dilestaikan masyarakat Lenek setiap tahun, karena kegiatan ini merupakan warisan leluhur mereka. Kedepan acara ini dijadikan event untuk menarik kunjungan wisatawan ke Lombok Utara. (sam) www.suarantb.com

1 komentar:

  1. Terus kembangkan ritual muja Balit dan Muja Taon-
    karena itu adalah salah satu warisan dari para Leluhr---

    BalasHapus