Mataram (Suara NTB)
Aksi pembakaran Al-Quran oleh pengikut Terry Jones terus menuai kecaman. Selasa (21/9) kemarin, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTB menggelar aksi unjukrasa. Tidak hanya mahasiswa muslim, aksi juga didukung Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (FKMRI).
Selain mengutuk pembakaran Al-Quran, aksi di halaman belakang sebuah rumah di Springfileld, Amerika Serikat, Sabtu (11/9) lalu itu dinilai bentuk provokasi pluralisme. Mahasiswa mengawali aksinya di persimpangan BI Mataram sekitar pukul 10.00 Wita, kemudian long march ke persimpangan Kantor Gubernur NTB.
Sambil berjalan, beberapa mahasiswa bergiliran berorasi. Aksi pembakaran yang dilakukan dua pengikut Terry Jones, pendeta Bob Old dan Danny Allen tersebut dinilai sangat mencederai perasaan umat Islam. “Tidak hanya Islam, aksi ini juga dikecam agama lain, termasuk Kristen,” kata korlap aksi, Muhammad Hasyim . “Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin yang selalu menyerukan kerukunan dan saling menghormati dengan agama lain,” sambungnya.
Menurut demonstran, Indonesia dan NTB khususnya daerah yang bhineka namun tetap dalam kebersamaan. Masyarakat hidup aman, nyaman dan saling berdampingan dengan adanya toleransi.
Mereka mengimbau, tindakan tersebut menjadi pelajaran bagi semua ummat beragama, bahwa penodaan agama itu haram hukumnya.
Tiga poin pernyataan mahasiswa dalam aksi itu. Pertama, meminta menghentikan penodaan agama oleh pihak manapun, Umat Islam diminta bersabar dan menunggu azab dari Allah bagi pelaku pembakaran Al-Quran dan diimbau seluruh masyarakat NTB agar hidup rukun.
Aksi damai mahasiswa kali ini cukup unik dan membuktikan bahwa pluralisme tidak hanya berkoar melalui mega phone. Ini dibuktikan dengan terlibatnya mahasiswa Kristen dalam aksi itu. Edwardus Suparto dalam orasinya menyampaikan kutukan sama terhadap penistaan agama itu. “Perbuatan yang mengarah kepada SARA kami kecam. Kami ingin damai dan hidup berdampingan dengan Islam dan agama lain,” serunya.
Mereka melanjutkan aksinya di depan Gereja Immaculata Mataram ( di depan RSUP Mataram). Di depan gereja ini, perwakilan mahasiswa menyerahkan bunga kepada seorang mahasiswa kristiani. Aksi ini mendapat sambutan baik dan pekik “Allahuakbar” dari massa. Menurut mereka, itu sebagai simbol kerukunan antarumat beragama.
Aksi kemudian berlanjut, masih melalui Jalan Pejanggik hingga ke depan Mataram Mall. Disini mereka mengakhiri aksinya dan akhirnya mereka membubarkan diri dengan tertib. (ris)
Selain mengutuk pembakaran Al-Quran, aksi di halaman belakang sebuah rumah di Springfileld, Amerika Serikat, Sabtu (11/9) lalu itu dinilai bentuk provokasi pluralisme. Mahasiswa mengawali aksinya di persimpangan BI Mataram sekitar pukul 10.00 Wita, kemudian long march ke persimpangan Kantor Gubernur NTB.
Sambil berjalan, beberapa mahasiswa bergiliran berorasi. Aksi pembakaran yang dilakukan dua pengikut Terry Jones, pendeta Bob Old dan Danny Allen tersebut dinilai sangat mencederai perasaan umat Islam. “Tidak hanya Islam, aksi ini juga dikecam agama lain, termasuk Kristen,” kata korlap aksi, Muhammad Hasyim . “Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin yang selalu menyerukan kerukunan dan saling menghormati dengan agama lain,” sambungnya.
Menurut demonstran, Indonesia dan NTB khususnya daerah yang bhineka namun tetap dalam kebersamaan. Masyarakat hidup aman, nyaman dan saling berdampingan dengan adanya toleransi.
Mereka mengimbau, tindakan tersebut menjadi pelajaran bagi semua ummat beragama, bahwa penodaan agama itu haram hukumnya.
Tiga poin pernyataan mahasiswa dalam aksi itu. Pertama, meminta menghentikan penodaan agama oleh pihak manapun, Umat Islam diminta bersabar dan menunggu azab dari Allah bagi pelaku pembakaran Al-Quran dan diimbau seluruh masyarakat NTB agar hidup rukun.
Aksi damai mahasiswa kali ini cukup unik dan membuktikan bahwa pluralisme tidak hanya berkoar melalui mega phone. Ini dibuktikan dengan terlibatnya mahasiswa Kristen dalam aksi itu. Edwardus Suparto dalam orasinya menyampaikan kutukan sama terhadap penistaan agama itu. “Perbuatan yang mengarah kepada SARA kami kecam. Kami ingin damai dan hidup berdampingan dengan Islam dan agama lain,” serunya.
Mereka melanjutkan aksinya di depan Gereja Immaculata Mataram ( di depan RSUP Mataram). Di depan gereja ini, perwakilan mahasiswa menyerahkan bunga kepada seorang mahasiswa kristiani. Aksi ini mendapat sambutan baik dan pekik “Allahuakbar” dari massa. Menurut mereka, itu sebagai simbol kerukunan antarumat beragama.
Aksi kemudian berlanjut, masih melalui Jalan Pejanggik hingga ke depan Mataram Mall. Disini mereka mengakhiri aksinya dan akhirnya mereka membubarkan diri dengan tertib. (ris)
Lanjutkan mari bersama-sama kita basmi kemungkaran.
BalasHapus