Jumat, 14 November 2014

Dewan KLU Cuatkan Pansus RTLH Setelah Konsultasi Dengan Kemenpera

Lombok Utara,  Informasi dugaan masih adanya rumah tidak layak huni (RTLH) yang belum selesai, sejumlah Dewan yang duduk di komisi-komisi DPRD KLU mulai mencuatkan perlunya dibentuk Panitia Khusus (Pansus). Terlebih program dari Kementerian Perumahan Rakyat tersebut dialokasikan sejak tahun 2013 lalu – khususnya di Kecamatan Bayan.

Anggota Komisi III DPRD KLU, L. M. Zakki, kepada wartawan, Selasa (11/11), mengaku sangat terusik dengan rumor yang berkembang terkait tidak selesainya rumah kumuh yang ada di Desa Akar-Akar. Di Desa Akar-Akar, warga di sejumlah Dusun menerima program rumah kumuh tahun 2013 lalu, bersamaan dengan 3 Desa lain, yaitu Desa Sambik Elen, Desa Senaru dan Desa Karang Bajo. Menjadi rahasia umum di masyarakat, bahwa dari 4 Desa penerima tahun lalu itu, hanya Karang Bajo yang berhasil menuntaskan program. Sebaliknya, di 3 Desa lainnya, masih ditemukan ada rumah penerima RTLH yang terbukti belum jadi.

“Ada sejumlah warga yang melapor, sampai datang ke rumah memberitahukan rumah mereka belum jadi. Dasar itu, saya berinisiatif mengerahkan pendukung saya untuk mengecek ke bawah. Dan ternyata benar, ada sejumlah warga yang memang rumahnya belum jadi,” kata Zakki yang mengaku memiliki bukti dokumentasi lapangan.

Rumor RTLH yang belum selesai ini tidak hanya menghangat karena pemberitaan sejumlah media. Namun di level Dewan pun, Zakki mengakui, masih ada pro kontra. Di antara kalangan Dewan, diduga ada yang tidak menginginkan Pansus RTLH.

“Di komisi, saya hampir jotos-jotosan, anehnya lagi, sampai saya yang diserang balik dan dituding membawa masalah pribadi ke lembaga. Bagaimana bisa masalah rumah kumuh warga adalah masalah pribadi saya,” cetusnya.

“Saya tetap pada komitmen, Pansus harus tetap jalan, apapun ancaman mereka, saya tetap jalan demi masyarakat,” cetusnya lagi. Usut punya usut, ternyata beberapa malam lalu, Zakki sampai menghubungi Polsek terdekat untuk meminta bantuan perlindungan polisi karena adanya ancaman yang ia terima.

Disebutkan, Kemenpera mengalokasikan total Rp 30 miliar untuk rehab RTLH tuntas Kecamatan Bayan. Dana itu dialokasikan masing-masing Rp 15 miliar pada 2013 dan Rp 15 miliar tahun ini. Konon hanya Desa Anyar yang sampai saat ini belum menerima, tanpa alasan yang jelas.

Anggota Komisi III lainnya, Artadi, SH., mengklaim jika pihaknya telah melakukan konsultasi dengan Kemenpera terkait masalah itu. Pihaknya dibuat kaget karena laporan ke pusat, program yang dijalankan tahun 2013 lalu dilaporkan tuntas. Termasuk klaim laporan yang disampaikan ke BPKP juga tuntas 100 persen. Namun menyadari masih adanya laporan yang diterima sepihak oleh person anggota dewan, ia justru makin yakin, rumah kumuh bertolak belakang dengan fakta klaim 100 persen jadi.

“Pelaksanaan program harus mencau pada Permen Kemenpera No. 6 tahun 2013. Di sana jelas aturannya apa saja. Untuk itu kami masih kumpulkan sampel dulu, baru setelah itu kami selesaikan di tingkat komisi. Jika tidak selesai, baru kami ajukan ke lintas komisi untuk dibuatkan Pansus,” ujar Artadi.

Rupa-rupanya, informasi dan laporan RTLH yang tidak selesai tidak hanya diterima Komisi III yang membidangi. Ketua Komisi I DPRD KLU, Ardianto, SH., juga mengklaim menerima laporan serupa. Oleh karena itulah, dirinya menyarankan agar Anggota Komisi III DPRD KLU segera menuntaskan investigasinya. Jika dipandang perlu untuk membuat Pansus, dirinya dengan senang hati akan ikut terlibat.

“Kami di Komisi I sangat mendukung dibuatnya Pansus. Pansus tidak serta merta mencari persoalan, tetapi mendalami dan mengklirkan persoalan yang terjadi sehingga tidak menjadi isu semata. Bagi saya, teman-teman Komisi III tidak harus mencari sampel sampai 30 unit, 3 rumah pun bisa jadi sampel,” dukung Ardianto. (sk-22/0001/ari: Harian Suara NTB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar