Lombok Utara - Kondisi kehidupan warga yang tinggal di kampung Lendang Lokok Re Dusun Tanjung Biru Desa Loloan Kecamatan Bayan sangat memprihatinkan. Pasalnya, selain infrastrutur jalan menuju kampung yang berjarak 3,5 km dari pusat kota desa Loloan ini rusak berat, juga masih kekurangan air bersih. Bahkan penduduknya yang berjumlah 62 kepala keluarga yang rata-rata petani dan buruh tani ini tidak pernah tersentuh bantuan dari pemerintah.
“Dusun kami tidak ada kemajuan, karena tidak ada warganya yang berpendidikan. Kami punya kelompok tani, tapi kami tidak tahu arah kemana harus mengajukan proposal, sehingga data kelompok tani hanya dapat kami simpan di almari. Sejak jaman dulu hingga sekarang, kelompok tani Sinar Pagi yang kami bentuk tidak pernah mendapat bantuan, kecuali bantuan 20 ekor kambing pada tahun 2000. Kami lihat dusun lain banyak yang sudah mendapat kontraktor dan rumah kumuh, tapi dikampung kami ini belum juga tersentuh”, kata ketua RT III Lendang Lokok Re, Amaq Arsanim pada temu warga yang digelar Combine Resource Institution (CRI) kerjasama dengan Rakom Primadona FM, 23/11/13.
Selain keluhan tersebut diatas, juga warga mengaku masih kekurangann air bersih dan infrastruktur jalan yang rusak. “Di RT III ini masih kekurangan air bersih. Dan bila mau mencuci pakaian atau memenuhi kebutuhan sehari-hari akan air bersih, kami harus mengambil ke Mandala yang jaraknya 7 km lebih dari kampung ini. Penderitaan ini ditambah lagi dengan infrstruktur jalan yang rusak. Dan bila musim hujan, jalan menuju kampung ini akan berubah menjadi kali sehingga tidak bisa dilalui kendaraan roda dua”, jelas Amaq Sukranim.
Sementara Amak Lin, warga setempat mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah Lombok Utara terhadap kelompok tani peternak madu. “Kami disini memiliki kelompok peternak lebah. Puluhan stup sudah kami buat secara swadaya dan sudah panen. Kami butuh pembinaan dan pelatihan sekaligus bantuan dari pemerintah agar para peternak madu lebah dapat meningkatkan perekonomiannya. Sayang barangkali pemerintah tak peduli terhadap dusun kami yang jauh dari pusat kota ini”, kata Amak Lin.
Kawati, salah seorang mahasiswa STKIP Hamzar Lombok Utara mengaku, selain warga yang tinggal di RT III ini tidak pernah mendapat bantuan dan perhatian, juga tidak pernah mendapat kunjungan dari para pejabat di KLU, kecuali pada acara peletakan batu pertama pembangunan SD Maraqitta’limat yang berlangsung beberapa waktu lalu yang dihadiri Bupati KLU, H. Djohan Sjamsu, SH, Kepala Dinas Pertanian, camat Bayan, Sahti MPd, dan anggota komisi III DPRD I NTB, TG. Drs. H. Hazmi Hamzar. Setelah itu tidak ada lagi pejabat yang datang.
Kawati menambahkan, di kampung Lendang Lokok Re sangat cocok dikembangkan peternakan sapi, karena selain lahannya yang luas juga banyak warganya yang tidak memiliki pekerjaan tetap. “Ditempat ini warganya hanya sebagai petani dan buruh tani tadah hujan. Kalau pada musim kemarau penduduknya lebih banyak yang menganggur, karena lapangan pekerjaan yang tidak tersedia. Jadi kalau ada bantuan sapi dari pemerintah, tentu warganya tidak akan menganggur lagi. Selain itu kita juga minta Dinas Peternakan itu turun ke lapangan untuk melihat kondisi para petani dan peternak, karena warga butuh pembinaan, pelatihan dan lainnya”, tegas Kawati.
Lalu bagaimana dengan kesehatan warga? Menjawab pertanyaan tersebut, semua peserta dalam temu warga tersebut mengaku, petugas kesehatan hanya datang sekali sebulan pada saat Posyandu saja. “Kalau ada warga yang sakit kami terpaksa bawa ke Puskesmas yang jaraknya sekitar 13 km, dengan biaya transfortasi Rp. 30.000 pulang-pergi. Selain itu warga juga tidak ada yang memiliki WC sehingga butuh dibangunkan MCK”, kata puluhan warga yang hadir.
Terkait dengan kekurangan air bersih, Risanti, salah seorang ibu tangga mengaku masih kekurangan air bersih, sehingga banyak anak-anak kami yang tidak dapat mandi. Dan penderitaan ini ditambah lagi dengan infrstuktur jalan yang rusak, sementara pemerintah jarang datang menengok kehidupan warganya. Dan pada saat musim hujan seperti sekarang, aliran pipa air bersih yang ukurannya tidak lebih ½ inc sering putus, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terpaksa memamfaatkan air hujan. Sementara sumber air bersih jaraknya dari kampung ini lebih 1,5 km dan harus berjalan kaki”, ungkap Risnati sedih.
Sementara Indralam mengaku pipa air bersih yang berukuran kecil tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan warga yang jumlahnya 62 kepala keluarga dan pipa tersebut sering rusak. “Kalau rusak warga turun langsung memperbaikinya. Risnati dan Indralam mengharapkan kepada pemerintah untuk turun melihat kondisi masyarakatnya dan memberi bantuan perpipaan dan WC umum. “Penduduk disini rata-rata tidak memiliki WC. Selain itu kita minta juga pengaspalan jalan”, pintanya.
“Dusun kami tidak ada kemajuan, karena tidak ada warganya yang berpendidikan. Kami punya kelompok tani, tapi kami tidak tahu arah kemana harus mengajukan proposal, sehingga data kelompok tani hanya dapat kami simpan di almari. Sejak jaman dulu hingga sekarang, kelompok tani Sinar Pagi yang kami bentuk tidak pernah mendapat bantuan, kecuali bantuan 20 ekor kambing pada tahun 2000. Kami lihat dusun lain banyak yang sudah mendapat kontraktor dan rumah kumuh, tapi dikampung kami ini belum juga tersentuh”, kata ketua RT III Lendang Lokok Re, Amaq Arsanim pada temu warga yang digelar Combine Resource Institution (CRI) kerjasama dengan Rakom Primadona FM, 23/11/13.
Selain keluhan tersebut diatas, juga warga mengaku masih kekurangann air bersih dan infrastruktur jalan yang rusak. “Di RT III ini masih kekurangan air bersih. Dan bila mau mencuci pakaian atau memenuhi kebutuhan sehari-hari akan air bersih, kami harus mengambil ke Mandala yang jaraknya 7 km lebih dari kampung ini. Penderitaan ini ditambah lagi dengan infrstruktur jalan yang rusak. Dan bila musim hujan, jalan menuju kampung ini akan berubah menjadi kali sehingga tidak bisa dilalui kendaraan roda dua”, jelas Amaq Sukranim.
Sementara Amak Lin, warga setempat mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah Lombok Utara terhadap kelompok tani peternak madu. “Kami disini memiliki kelompok peternak lebah. Puluhan stup sudah kami buat secara swadaya dan sudah panen. Kami butuh pembinaan dan pelatihan sekaligus bantuan dari pemerintah agar para peternak madu lebah dapat meningkatkan perekonomiannya. Sayang barangkali pemerintah tak peduli terhadap dusun kami yang jauh dari pusat kota ini”, kata Amak Lin.
Kawati, salah seorang mahasiswa STKIP Hamzar Lombok Utara mengaku, selain warga yang tinggal di RT III ini tidak pernah mendapat bantuan dan perhatian, juga tidak pernah mendapat kunjungan dari para pejabat di KLU, kecuali pada acara peletakan batu pertama pembangunan SD Maraqitta’limat yang berlangsung beberapa waktu lalu yang dihadiri Bupati KLU, H. Djohan Sjamsu, SH, Kepala Dinas Pertanian, camat Bayan, Sahti MPd, dan anggota komisi III DPRD I NTB, TG. Drs. H. Hazmi Hamzar. Setelah itu tidak ada lagi pejabat yang datang.
Kawati menambahkan, di kampung Lendang Lokok Re sangat cocok dikembangkan peternakan sapi, karena selain lahannya yang luas juga banyak warganya yang tidak memiliki pekerjaan tetap. “Ditempat ini warganya hanya sebagai petani dan buruh tani tadah hujan. Kalau pada musim kemarau penduduknya lebih banyak yang menganggur, karena lapangan pekerjaan yang tidak tersedia. Jadi kalau ada bantuan sapi dari pemerintah, tentu warganya tidak akan menganggur lagi. Selain itu kita juga minta Dinas Peternakan itu turun ke lapangan untuk melihat kondisi para petani dan peternak, karena warga butuh pembinaan, pelatihan dan lainnya”, tegas Kawati.
Lalu bagaimana dengan kesehatan warga? Menjawab pertanyaan tersebut, semua peserta dalam temu warga tersebut mengaku, petugas kesehatan hanya datang sekali sebulan pada saat Posyandu saja. “Kalau ada warga yang sakit kami terpaksa bawa ke Puskesmas yang jaraknya sekitar 13 km, dengan biaya transfortasi Rp. 30.000 pulang-pergi. Selain itu warga juga tidak ada yang memiliki WC sehingga butuh dibangunkan MCK”, kata puluhan warga yang hadir.
Terkait dengan kekurangan air bersih, Risanti, salah seorang ibu tangga mengaku masih kekurangan air bersih, sehingga banyak anak-anak kami yang tidak dapat mandi. Dan penderitaan ini ditambah lagi dengan infrstuktur jalan yang rusak, sementara pemerintah jarang datang menengok kehidupan warganya. Dan pada saat musim hujan seperti sekarang, aliran pipa air bersih yang ukurannya tidak lebih ½ inc sering putus, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terpaksa memamfaatkan air hujan. Sementara sumber air bersih jaraknya dari kampung ini lebih 1,5 km dan harus berjalan kaki”, ungkap Risnati sedih.
Sementara Indralam mengaku pipa air bersih yang berukuran kecil tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan warga yang jumlahnya 62 kepala keluarga dan pipa tersebut sering rusak. “Kalau rusak warga turun langsung memperbaikinya. Risnati dan Indralam mengharapkan kepada pemerintah untuk turun melihat kondisi masyarakatnya dan memberi bantuan perpipaan dan WC umum. “Penduduk disini rata-rata tidak memiliki WC. Selain itu kita minta juga pengaspalan jalan”, pintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar