Bayan (KLU), SK - Lombok Utara, selain kaya akan sumber daya alam dan obyek wisata, juga kaya dengan budaya yang mengandung filosofi yang cukup bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah pengumpulan zakat fitrah ala adat Wettu Telu, sebelum menunaikan lebaran adat.
Seperti biasa, setelah usai melaksanakan ibadah puasa, umat Islam di seluruh dunia melakukan shlat Idul Fitri di masjid atau di lapangan. Demikian juga dengan masayarakat adat yang tinggal di Kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara. Hanya saja pelaksanaan shalat Idul Fitri yang berlangsung di masjid kuno Bayan Beleq dilakukan tiga hari setelah umat Islam berhari raya.
Pada tahun 1434 Hijriyah ini, komunitas wetu telu melaksanakan lebaran adat bertepatan dengan hari minggu 11 Agustus 2013, bertepatan dengan 4 Syawal 1434 H. Dan sebelum lebaran adat digelar, terlebih dahulu pada malam harinya diawali dengan penyerahan zakat fitrah yang dikumpulkan di rumah penguhulu, lebe, kiyai dan Mak Lokaq.
Sementara bagi komunitas adat yang melanggar larangan seperti kawin pada bulan puasa, maka selain dikenakan kerbau sebagai tampah kirangan juga dikenakan denda berupa satu ekor kerbau yang dikeluarkan pada saat lebaran adat.
Kepala Desa Karang Bajo yang termasuk salah seorang tokoh adat, Kertamalip mengatakan, dalam berzakat, selain membawa beras, juga membawa segala macam buah-buahan seperti mangga, nanas, sabo dan jenis buah-buahan lainnya. Selain itu, pengeluaran zakat ini dilengkapi dengan umbi-umbian atau hasil tanaman yang ada di ladang, kebun atau di sawah.
“Komunitas adat yang mengeluarkan zakat tergantung niatnya, apakah mereka menyerahkan zakatnya kepada penghulu, kiyai, lebe atau kepada Mak Lokak. Dan setelah semuanya kumpul, semua zakat itu akan dibawa ke masjid kuno Bayan Beleq untuk dido’akan serta dibagi kepada para kiyai santri serta para pengenggok adat”, jelas Kertamalip.
Khusus untuk Kiyai Lebe yang memiliki kampu (rumah adat) di kampung Karang Bajo menyerahkan zakat fitrah secara langsung kepada penghulu. Demikian juga penghulu akan menyerahkan zakatnya ke Kiyai Lebe.
Prosesi lainnya dalam penyerahan zakat fitrah ini adalah menyembek setelah komunitas adat melakukan mengosap atau ziarah ke makam-makam leluhur. Dan sekitar pukul 20.00 wiata beberapa komunitas dengan berpakaian secara adat berjalan menuju beberapa makam yang ada di sekeliling masjid untuk melakukan ziaran, seperti ke makam Anyar, Reak, Sesait serta k makam-makam lainnya.
Dalam ziarah makam yang dilaksanakan pada malam hari lebaran adat ini, tidak boleh membawa lampu atau alat penerang lainnya. Kendati didalam makam cukup gelap, namun semua penziarah akan terhindar dari gigitan-gigitan binatang berbisa. Para penziarah yang sudah ditugaskan tidak perlu khawatir, walaupun didalam makam ada binatang berbisa tidak akan menggigit”, kata Kertamalip.
Puluhan Kiyai Menunggu di Masjid Kuno
Didalam masjid kuno Bayan Beleq tampak puluhan kiyai santri, kiyai Lebed an penghulu menunggu komunitas adat yang membawa zakat fitrah yang sudah dikumpulkan. Sebagian mereka ada yang melaksanakan shalat, dan ada juga yang belajar membaca khutbah dan berbicara mengenai agama.
Setelah para pembawa zakat fitrah ini tiba dimasjid kuno, kemudian mereka mengambil air disebuah tempayan yang terletak didepan pintu masjid, untuk mengambil air wudhu’ dan mencuci kaki. Setelah itu satu persatu masuk kedalam masjid sambil membawa berbagai macam bahan makanan termasuk “beberas” (uang berupa infaq).
Zakat itu kemudian dijejerkan dan didoa’akan oleh kiyai Lebe dan penguhulu, kemudian dibagikan kepada para kiyai santri dan para mak lokaq yang ada di Desa Bayan, Karang Bajo dan Desa Loloan. Penyerahan zakat ini sebagai awal dari prosesi lebaran adat.
Apakah mereka juga mengeluarkan zakat fitrah pada bulan ramadhan? Menjawab pertanyaan ini beberapa tokoh adat mengaku, sebelum 1 Syawal komunitas adat juga mengeluarkan zakat fitrah seperti umat Islam lainnya dan melaksanakan shalat hari raya di masjid. Hanya saja khusus lebaran secara adat digelar tiga hari setelah 1 Syawal. (Kertamalip/M.Syairi)
Seperti biasa, setelah usai melaksanakan ibadah puasa, umat Islam di seluruh dunia melakukan shlat Idul Fitri di masjid atau di lapangan. Demikian juga dengan masayarakat adat yang tinggal di Kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara. Hanya saja pelaksanaan shalat Idul Fitri yang berlangsung di masjid kuno Bayan Beleq dilakukan tiga hari setelah umat Islam berhari raya.
Pada tahun 1434 Hijriyah ini, komunitas wetu telu melaksanakan lebaran adat bertepatan dengan hari minggu 11 Agustus 2013, bertepatan dengan 4 Syawal 1434 H. Dan sebelum lebaran adat digelar, terlebih dahulu pada malam harinya diawali dengan penyerahan zakat fitrah yang dikumpulkan di rumah penguhulu, lebe, kiyai dan Mak Lokaq.
Sementara bagi komunitas adat yang melanggar larangan seperti kawin pada bulan puasa, maka selain dikenakan kerbau sebagai tampah kirangan juga dikenakan denda berupa satu ekor kerbau yang dikeluarkan pada saat lebaran adat.
Kepala Desa Karang Bajo yang termasuk salah seorang tokoh adat, Kertamalip mengatakan, dalam berzakat, selain membawa beras, juga membawa segala macam buah-buahan seperti mangga, nanas, sabo dan jenis buah-buahan lainnya. Selain itu, pengeluaran zakat ini dilengkapi dengan umbi-umbian atau hasil tanaman yang ada di ladang, kebun atau di sawah.
“Komunitas adat yang mengeluarkan zakat tergantung niatnya, apakah mereka menyerahkan zakatnya kepada penghulu, kiyai, lebe atau kepada Mak Lokak. Dan setelah semuanya kumpul, semua zakat itu akan dibawa ke masjid kuno Bayan Beleq untuk dido’akan serta dibagi kepada para kiyai santri serta para pengenggok adat”, jelas Kertamalip.
Khusus untuk Kiyai Lebe yang memiliki kampu (rumah adat) di kampung Karang Bajo menyerahkan zakat fitrah secara langsung kepada penghulu. Demikian juga penghulu akan menyerahkan zakatnya ke Kiyai Lebe.
Prosesi lainnya dalam penyerahan zakat fitrah ini adalah menyembek setelah komunitas adat melakukan mengosap atau ziarah ke makam-makam leluhur. Dan sekitar pukul 20.00 wiata beberapa komunitas dengan berpakaian secara adat berjalan menuju beberapa makam yang ada di sekeliling masjid untuk melakukan ziaran, seperti ke makam Anyar, Reak, Sesait serta k makam-makam lainnya.
Dalam ziarah makam yang dilaksanakan pada malam hari lebaran adat ini, tidak boleh membawa lampu atau alat penerang lainnya. Kendati didalam makam cukup gelap, namun semua penziarah akan terhindar dari gigitan-gigitan binatang berbisa. Para penziarah yang sudah ditugaskan tidak perlu khawatir, walaupun didalam makam ada binatang berbisa tidak akan menggigit”, kata Kertamalip.
Puluhan Kiyai Menunggu di Masjid Kuno
Didalam masjid kuno Bayan Beleq tampak puluhan kiyai santri, kiyai Lebed an penghulu menunggu komunitas adat yang membawa zakat fitrah yang sudah dikumpulkan. Sebagian mereka ada yang melaksanakan shalat, dan ada juga yang belajar membaca khutbah dan berbicara mengenai agama.
Setelah para pembawa zakat fitrah ini tiba dimasjid kuno, kemudian mereka mengambil air disebuah tempayan yang terletak didepan pintu masjid, untuk mengambil air wudhu’ dan mencuci kaki. Setelah itu satu persatu masuk kedalam masjid sambil membawa berbagai macam bahan makanan termasuk “beberas” (uang berupa infaq).
Zakat itu kemudian dijejerkan dan didoa’akan oleh kiyai Lebe dan penguhulu, kemudian dibagikan kepada para kiyai santri dan para mak lokaq yang ada di Desa Bayan, Karang Bajo dan Desa Loloan. Penyerahan zakat ini sebagai awal dari prosesi lebaran adat.
Apakah mereka juga mengeluarkan zakat fitrah pada bulan ramadhan? Menjawab pertanyaan ini beberapa tokoh adat mengaku, sebelum 1 Syawal komunitas adat juga mengeluarkan zakat fitrah seperti umat Islam lainnya dan melaksanakan shalat hari raya di masjid. Hanya saja khusus lebaran secara adat digelar tiga hari setelah 1 Syawal. (Kertamalip/M.Syairi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar