LOMBOK BARAT - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berencana mengaudit pendapatan negara dari sektor perikanan dan kelautan. BPK menilai, selama ini pendapatan negara dari sektor ini tidak sebanding dengan potensi perikanan dan kelautan di Indonesia.
“Sejauh ini memang belum ada audit BPK terkait pendapatan dari laut, tapi kami segera melakukannya untuk sektor perikanan dan kelautan ini,” kata anggota BPK RI Ali Masykur Musa, Senin (3/9) usai membuka Technical Meeting BPK RI dengan Jawatan Audit Negara (JAN) Malaysia, di Hotel Sheraton Senggigi, Lombok Barat.
Ali mengatakan, potensi perikanan dan kelautan Indonesia sangat besar meliputi 17.506 pulau dengan panjang garis pantai 80.507 km, dan luas laut territorial mencapai 285.005 km. Namun faktanya, pada tahun 2011 tercatat sumbangan pendapatan negara dari sektor perikanan dan kelautan hanya berkisar 3,35 Miliar US Dollar.
Jumlah itu jauh lebih kecil dibanding pendapatan Vietnam dari sektor yang sama yang mencapai 25,5 Miliar US Dollar di tahun yang sama.
“Ini yang akan ditelusuri melalui audit. Intinya audit yang akan kami lakukan adalah untuk menyelamatkan potensi pendapatan negara dari sektor perikanan kelautan ini,” katanya.
Dipaparkan, selain unsur pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, objek audit BPK juga akan menyasar stakeholders lain yang berhubungan dengan perikanan dan kelautan. Kelompok usaha perikanan, hingga perusahaan pemegang ijin penangkapan ikan juga akan diperiksa untuk audit ini.
“Bisa saja ada perusahaan penangkap ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapannya, dan ini mengurangi pendapatan Negara,” katanya.
Menurutnya, audit akan dilakukan seperti audit pada sektor pertambangan yang suda dilakukan BPK sejak tiga tahun terakhir. Pada tahun pertama BPK berhasil menyelamatkan keuangan Negara mencapai Rp1,2 Triliun dari sektor pertambangan ini, berikutnya Rp488 Miliar di tahun kedua, dan Rp428 Miliar di tahun ketiga 2011 lalu.
Dana itu didapat dari hak-hak royalty yang belum berhasil terkumpul oleh lembaga-lembaga pemerintah, yang seharusnya menjadi pendapatan Negara.
“BPK sudah punya pengalaman audit di pertambangan, dan untuk perikanan kelautan kita juga akan lakukan untuk memaksimalkan potensi pendapatan Negara,” katanya.
Pertemuan BPK RI dengan JAN Malaysia di Lombok, dihadiri oleh Deputy Auditor General of JAN Malaysia, Dato Haji Anwari Bin Suri, Menteri LIngkungan Hidup Balthasar Kambuaya, dan Gubernur NTB KH M Zainul Majdi.
Dalam sambutannya Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya mengatakan, menyambut baik kerjasama audit BPK dan JAN Malaysia, terutama di bidang lingkungan hidup.
Menurutnya, pembangunan berkelanjutan harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan, di saat mengeksploitasi sumber daya alam.
“BPK RI sudah beberapa kali melakukan audit lingkungan, dan Kementerian Lingkungan Hidup juga banyak belajar dan berbenah dari laporan hasil audit BPK tersebut,” katanya.
Ia berharap kerjasama BPK RI dan JAN Malaysia dalam hal audit lingkungan bisa mendorong pengeloaan SDA dan kebijakan lingkungan yang efektif dan efisien di dua Negara.
“Saya berharap pertemuan ini bisa mendorong transparansi, akuntabilitas, dan mendorong pengelolaan lingkungan yang baik untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Anggota BPK RI Ali Masykur Musa menjelaskan, pertemuan di Lombok merupakan pertemuan ke sepuluh yang membahas rencana pelaksanaan parallel audit terkait Illegal, Unreported, dan Unregulated (IUU) Fishing dan pemeriksaan kinerja atas pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar, serta perencanaan pemeriksaan atas pengelolaan sumber daya air.
Pertemuan ini, lanjutnya, merupakan tindaklanjut kerjasama antara BPK RI dengan JAN Malaysia yang ditandatangani pada 2007.
Paralel audit yang dilakukan sebelumnya oleh BPK RI dan JAN Malaysia meliputi pemeriksaan pengelolaan Hutan (Audit on Management of Forest) pada 2007-2009, dan pemeriksaan pengelolaan hutan mangrove (Audit on Management of Mangrove) Selat Malaka tahun 2009-2011.
“Terkait IUU Fishing, BPK dan JAN menyepakati kerjasama parallel audit karena Indonesia sebagai negara kepulauan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, memiliki permasalahan yang sama dalam IUU Fishing,” katanya.
Dalam pertemuan di Lombok dibahas pelaksanaan pemeriksaan IUU Fishing berdasarkan rencana yang telah disepakati serta penyusunan outline laporan parallel audit. BPK dan JAN Malaysia juga bertukar pengetahuan dan pengalaman dalam metodologi pemeriksaan, khususnya pelaksanaan pemeriksaan lapangan, termasuk kendala dan tantangan, serta pelajaran yang dapat diambil.
Hasil pertemuan audit paralel IUU nantinya akan dipresentasikan BPK dan JAN pada pertemuan kelompok kerja audit lingkungan organisasi badan pemeriksa se-Asia (ASOSAI- WGEA) pada pertengahan September 2012 di Penang, Malaysia. (koranberitaonline)
Home
Tidak ada komentar:
Posting Komentar