Lombok Utara - Belum lagi rekomendasi Pansus Trawangan ditelurkan, isu lain santer beredar di KLU sehubungan dengan upaya penyelesaian sengketa tanah yang melibatkan PT. Wanawisata Alam Hayati (WAH) dengan warga. Bupati Lombok Utara, H. Djohan Sjamsu, SH., diisukan belum lama ini ke Jakarta untuk bertemu dengan Pimpinan PT. WAH dalam rangka serah terima dana tali asih atau kompensasi sebesar Rp 3 miliar. Dana itu kabarnya akan diperuntukkan kepada warga yang masih mendiami lahan yang diklaim telah dipegang hak gunanya oleh WAH, yang mana akan diserahkan minggu depan.
Mendengar informasi itu, anggota DPRD KLU yang notabene bercokol di Pansus dibuat berang. Apabila isu tersebut benar, menurut Pansus sama menjual pemerintahan KLU kepada pihak swasta."Jika itu benar, maka itu adalah langkah bodoh yang dilakukan eksekutif. Bukannya mendukung WAH, karena tidak lagi bicara pada tataran kompensasi tapi menarik aset negara yang dikuasai swasta," cetus Sekretaris Pansus Trawangan, Ardianto, SH., dikonfirmasi Jumat (18/5) kemarin.
Ardianto mengakui, belum mengetahui pasti kebenaran isu yang beredar itu. Namun demikian, informasi itu pun bukan berarti tak mampir di telinga sebagian anggota Dewan KLU. Ia menyiratkan, bahwa untuk membuktikan hal itu, perlu melihat perkembangan yang terjadi termasuk upaya pemerintah dalam konteks 'mendamaikan WAH - warga' atas aset negara seluas 13 hektar itu.
Menurut Ardianto, 17 tahun berselang dari sejak diperolehnya hak kelola oleh WAH, semestinya sejak awal pemerintah membangun komunikasi. Saat ini dimana Pansus Trawangan telah menemukan fakta-fakta dan data-data, termasuk kesimpulan akhir Pansus, maka posisi pemerintah adalah menunggu rekomendasi Pansus, bukan menjalin komunikasi lanjutan atas fakta penelantaran areal investasi itu.
"Tidak ada kaitannya dengan kompensasi. Karena warga pun harus jelas posisinya di situ. Jika dari awal WAH berniat investasi, bukan sekarang yang sudah ketahuan melakukan penelantaran, tapi 17 tahun lalu. Tolong, Pemda melihat areal ini sebagai aset negara yang harus diselamatkan," tambah Ardianto.
Ia menyebutkan, langkah Pansus Trawangan dalam kasus itu sudah menapaki tahap finalisasi. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menghadirkan pihak-pihak terkait yang terlibat atas aset negara itu. Antara lain, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Manajemen PT. WAH, Bagian Hukum Pemda KLU, Kantor Perizinan KLU, Dinas Pariwisata, PU dan lainnya. Perkara apakah WAH akan berani berhadapan dengan Pansus, Ardianto tak memusingkan hal itu. Surat undangan akan menghadirkan WAH akan dilayangkan, jika tak datang pun, agenda Pansus tetap akan jalan.
Menanggapi isu yang beredar itu, Kabag Humas KLU, Drs. Jumarep, membantah keras. Ia mengisyaratkan, tak ada pertemuan yang dilakukan Bupati KLU dengan Manajemen PT. WAH di Jakarta maupun di tempat lain. "Itu pasti, tidak benar dan fitnah, Bupati tadi di
Mataram menghadiri acara di Gubernuran. Satu Sen-pun tidak ada yang diterima Bupati. Pemerintah hanya memfasilitasi agar masalahnya selesai dan warga memperoleh tempat tinggal dan dapat melanjutkan usahanya," jawab Jumarep via SMS.
Jumarep tak memberi klarifikasi lebih jauh atas upaya pemerintah dalam menyelesaikan sengketa. Termasuk saat ditanya kemungkinan Rp 3 miliar yang diperuntukkan bagi warga yang mendiami lahan sengketa. (joe) Sumber : Suara NTB
Mendengar informasi itu, anggota DPRD KLU yang notabene bercokol di Pansus dibuat berang. Apabila isu tersebut benar, menurut Pansus sama menjual pemerintahan KLU kepada pihak swasta."Jika itu benar, maka itu adalah langkah bodoh yang dilakukan eksekutif. Bukannya mendukung WAH, karena tidak lagi bicara pada tataran kompensasi tapi menarik aset negara yang dikuasai swasta," cetus Sekretaris Pansus Trawangan, Ardianto, SH., dikonfirmasi Jumat (18/5) kemarin.
Ardianto mengakui, belum mengetahui pasti kebenaran isu yang beredar itu. Namun demikian, informasi itu pun bukan berarti tak mampir di telinga sebagian anggota Dewan KLU. Ia menyiratkan, bahwa untuk membuktikan hal itu, perlu melihat perkembangan yang terjadi termasuk upaya pemerintah dalam konteks 'mendamaikan WAH - warga' atas aset negara seluas 13 hektar itu.
Menurut Ardianto, 17 tahun berselang dari sejak diperolehnya hak kelola oleh WAH, semestinya sejak awal pemerintah membangun komunikasi. Saat ini dimana Pansus Trawangan telah menemukan fakta-fakta dan data-data, termasuk kesimpulan akhir Pansus, maka posisi pemerintah adalah menunggu rekomendasi Pansus, bukan menjalin komunikasi lanjutan atas fakta penelantaran areal investasi itu.
"Tidak ada kaitannya dengan kompensasi. Karena warga pun harus jelas posisinya di situ. Jika dari awal WAH berniat investasi, bukan sekarang yang sudah ketahuan melakukan penelantaran, tapi 17 tahun lalu. Tolong, Pemda melihat areal ini sebagai aset negara yang harus diselamatkan," tambah Ardianto.
Ia menyebutkan, langkah Pansus Trawangan dalam kasus itu sudah menapaki tahap finalisasi. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menghadirkan pihak-pihak terkait yang terlibat atas aset negara itu. Antara lain, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Manajemen PT. WAH, Bagian Hukum Pemda KLU, Kantor Perizinan KLU, Dinas Pariwisata, PU dan lainnya. Perkara apakah WAH akan berani berhadapan dengan Pansus, Ardianto tak memusingkan hal itu. Surat undangan akan menghadirkan WAH akan dilayangkan, jika tak datang pun, agenda Pansus tetap akan jalan.
Menanggapi isu yang beredar itu, Kabag Humas KLU, Drs. Jumarep, membantah keras. Ia mengisyaratkan, tak ada pertemuan yang dilakukan Bupati KLU dengan Manajemen PT. WAH di Jakarta maupun di tempat lain. "Itu pasti, tidak benar dan fitnah, Bupati tadi di
Mataram menghadiri acara di Gubernuran. Satu Sen-pun tidak ada yang diterima Bupati. Pemerintah hanya memfasilitasi agar masalahnya selesai dan warga memperoleh tempat tinggal dan dapat melanjutkan usahanya," jawab Jumarep via SMS.
Jumarep tak memberi klarifikasi lebih jauh atas upaya pemerintah dalam menyelesaikan sengketa. Termasuk saat ditanya kemungkinan Rp 3 miliar yang diperuntukkan bagi warga yang mendiami lahan sengketa. (joe) Sumber : Suara NTB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar