Sabtu, 29 Oktober 2011

PEMBELIAN SAHAM NEWMONT 2010 BELUM JELAS

Mataram - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH M Zainul Majdi menilai pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara jatah divestasi 2010, hingga akhir tahun ini masih belum jelas.

"Itu masih belum jelas, maunya bagaimana, dan audit BPK masih disikapi DPR. Nah, hasilnya seperti apa, kami juga belum tahu," kata Zainul di Mataram, Sabtu, ketika ditanya upaya pemerintah daerah dalam menyikapi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) jatah divestasi 2010.

Pada Jumat (21/10), BPK menyerahkan laporan hasil audit atas transaksi saham PTNNT. BPK menemukan adanya penggunaan dana APBN dalam transaksi sisa saham divestasi itu.
    
Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, dalam laporan audit itu BPK menyatakan bahwa untuk kepentingan investasi yang menggunakan anggaran negara, diperlukan aturan pemerintah tersendiri, sama seperti Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dikucurkan bagi perusahaan BUMN.

Selain itu, dalam kebijakan investasi ini pemerintah harusnya mengajukan permohonan persetujuan dari legislator karena sumber dana pembelian saham itu berasal dari dana APBN.

"Selama ini Menteri Keuangan tidak pernah meminta restu dari DPR, sehingga dengan adanya pendapat BPK itu, maka tidak ada alasan lagi bagi Menteri Keuangan untuk melanjutkan transaksi saham Newmont tersebut," ujarnya.

Karena itu, Komisi XI DPR RI memastikan akan memanggil Menteri Keuangan Agus Martowardojo terkait transaksi pembelian tujuh persen saham divestasi PTNNT, menyusul adanya dugaan bahwa transaksi itu menggunakan dana APBN.

Anggota Komisi XI DPR lainnya, Nusron Wahid menilai, keputusan Menkeu Agus Martowardojo membeli saham Newmont telah menyalahi UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 24 ayat (2) dan (7) tentang pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah.

Selain itu, pembelian itu juda melanggar UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 45 ayat (2), Pasal 68 ayat (2), serta Pasal 69 ayat (2) dan (3) yang mengatur tentang pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara jual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Namun, Menteri Keuangan Agus Martowardojo tetap pada pendiriannya bahwa pemerintah pusat yang akan membelinya.

Agus berdalih pembelian tujuh persen saham Newmont merupakan investasi, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR dan dapat langsung dilakukan oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Ia berpatokan pada Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendahaaraan Negara, yakni pasal 41 yang menyatakan pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan investasi dan investasinya itu antara lain bisa untuk membeli saham, surat utang, ataupun sekuritas lainnya, tetapi investasinya adalah investasi non permanen.

Menurut Agus, kalau investasi itu tidak memerlukan persetujuan DPR dapat dilaksanakan oleh PIP yang merupakan bagian dari institusi di bawah Kementerian Keuangan. Meski demikian, pemerintah tetap akan melaporkan rencana tersebut kepada DPR.

Terkait hasil audit BPK itu, Zainul menyambut gembira hal itu karena membuka peluang bagi pemerintah daerah di NTB untuk mendapatkan tujuh persen saham itu.

"Kita (NTB, Red) tetap menginginkan tujuh persen saham itu, dan pemerintah daerah akan berikhtiar lagi untuk mendapatkannya," ujarnya.

Mantan anggota Komisi X DPR itu, mengakui, pemerintah daerah NTB bersedia mengganti mitra investor untuk mendapatkan hak pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara, jika hal itu menjadi syarat baru dalam mengakuisi saham divestasi 2010.

NTB siap menerima syarat baru termasuk jika harus menggelar 'beauty contest' untuk menjaring mitra, jika mitra yang digandeng pemerintah daerah saat mengakuisisi saham Newmont sebelumnya dianggap jadi ganjalan.

Pada 6 Mei 2011, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) resmi membeli tujuh persen saham divestasi PTNNT dengan nilai 246,8 juta dolar AS.

Semula harga tujuh persen saham divestasi itu sebesar 271 juta dolar AS, namun akhirnya pemerintah mendapatkan potongan harga menjadi 246,8 juta juta dolar AS.

Sesuai kontrak karya, PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.

Kini, komposisi kepemilikan saham PTNNT yakni 24 persen milik Pemprov NTB beserta investor mitranya yakni PT Multicapital (anak usaha PT Bumi Resources Tbk), yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.    

Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat serta Sumbawa membentuk PT Daerah Maju Bersaing (DMB) yang kemudian bermitra dengan PT Multicapital untuk mengakuisisi saham Newmont jatah divestasi itu.

Tujuh persen lainnya masih diperebutkan pemerintah pusat dan daerah, dan PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI), sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.

Sedangkan saham yang dimiliki Nusa Tenggara Partnership, tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri atas 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo.  (mtrant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar