Kamis, 14 Juli 2011

Intrupsi Tokoh Adat Pada Peresmian BPST

Lombok Utara - Presmian Balai Pusaka Sebaya Tanta (BPST) di Desa Karang Bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara (14/7/11) diwarnai intrupsi dua tokoh adat dari Desa Bayan dan Loloan, yang mempertanyakan tujuan dibangunnya BPST.
 
Ketika protokol meminta Asisten I yang mewakili gubernur NTB untuk meninjau dan meresmikan BPST, tiba-tiba dua tokoh adat yaitu, H. Amir Itrawati dan R. Gedarip berdiri dan maju kedekat podium acara untuk menyampaikan pendapatnya.

Menurut H. Amir Itrawati, bahwa para tokoh adat di Bayan, telah banyak menerima masukan dari komunitas adat khususnya tentang pembangunan BPST di Karang Bajo. “Disini banyak bangunan baru di situs budaya, seperti pembangunan kolam renang yang dilakukan oleh R. Kertmuntur yang belakangan tidak mendapat ijin dari bupati KLU, sama halnya dengan pembangunan BPST di Karang Bajo”, katanya.

Lebih lanjut H. Amir mempertanyakan pungsi bangunan BPST dan pusat adat, apakah di Karang Bajo atau di Bayan Beleq. “Untuk membahas persoalan ini, kami sudah melakukan gundem (pertemuan) di Bencingah Bayan Timur, dimana terjadi banyak yang pro dan kontra. Hasil gundem itu sudah kami bawa ke gubernur NTB dan bupati KLU, namun hingga sekarang belum ada tanggapan”,ungkapnya dengan nada tanya.

Sementara R. Gedarip tokoh adat Bayan mengaskan, bahwa yang paling menyakitkan bahwa bangunan BPST mengatasnamakan adat Bayan, lebih-lebih yang tertulis di plang yang dipasang sampai disebutkan adat KLU.

“Mengapa hanya khusus di Karang Bajo tanpa melibatkan tokoh adat dari desa Bayan dan Loloan. Lalu siapa yang memiliki andil sehingga bangunan ini sampai selesai. Dan saya yakin dalam hal ini ada dalangsnya agar komunitas adat Karang Bajo terpisah dari komunitas adat Bayan Beleq. Dan dalam hal ini kami bukan minta bagian uang, tetapi status dari bangunan BPST ini harus jelas. Dan jika jadi diresmikan itu artinya komunitas adat Karang Bajo dengan Bayan Beleq akan pecah”, kata R. Gedarip dengan lantang.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur NTB yang diwakili Asisten I, H. Nasibun mengatakan, bahwa adat itu tidak boleh dilangkahi dan dibelakangi, itulah masyarakat adat di Dayan Gunung. “Khusus bagi kedua tokoh adat, yaitu H. Amir dan R. Gedarip, kami sangat bersyukur bahwa beliu masih cukup tegas dan tegas untuk membimbing generasi muda”, katanya.

Generasi penerus, lanjut H. Hasibun, seringkali adat itu diabaikan karena tidak nyata menghasilkan uang atau mensejahterakan masyarakat, padahal adat itu mengantarkan manusia menjadi masyarakat yang beradab dan berahlak mulia.

“Barangkali ada kesalahan presepsi tentang pembangunan BPST ini, karena bangunan ini disponsori oleh Balai Pengembangan Perumahan Tradisional (BPPT) yang berpusat di Bali. Jadi bukan disponsori oleh pemerintah KLU. Namun saya yakin ini salah anggapan. Karenanya kepada BPPT saya minta agar ini dijelaskan, mengapa bangunan ini berdiri di Desa Karang Bajo, jelasnya.

Sementara PLT Sekda KLU, Simparudin, SH meminta apa yang dilakukan kedepan agar dimusyawarahkan dan membangun komunikasi secara terus menerus dengan semua pihak, supaya tidak menimbulkan presepsi yang berbeda. “Tampaknya kita perlu kembali melakukan pertemuan antar semua tokoh adat agar tidak terjadi seperti ini, dan hal ini saya akan konsultasikan dengan Bupati KLU”, katanya.(Ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar