Sabtu, 23 April 2011

’Genggong’’, Alat Musik Tradisional yang Nyaris Punah

Alat musik tradisional berupa genggong yang terbuat dari pelepah daun enau, iramanya sudah tak bisa didengar generasi sekarang di Lombok Utara. Ini lantaran musik itu jarang ditampilkan dalam acara-acara tertentu mengingat terbatasnya personel yang memainkan alat musik itu. Tak heran banyak generasi muda saat ini tidak tahu kesenian tradisional itu.

RENCANA pagelaran seni budaya nasional di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Juli mendatang membangkitkan kreasi seniman genggong di Penjor, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Sekitar empat warga yang akan memainkan alat musik itu akan tampil dalam pagelaran seni budaya di TMII.

Kades Tanjung Datu Tashadi Putra menerangkan dalam pagelaran nanti kontingen Lombok Utara merupakan wakil NTB yang akan menampilkan sejumah kesenian tradisional. Selain genggong, juga ditampilkan tari Babar Layar. Tarian ini, katanya merupakan simboli dari proses kematian seseorang.

‘’Akan ditampilkan juga dokumenter selayang pandang Lombok Utara, suling dewa dan atraksi lain. Suling dewa biasanya digunakan untuk memohon hujan,’’jelas Tashadi Putra di Tanjung, Kamis (21/4) lalu.

Ismayadi (43) warga Penjor menuturkan kesenian ini sebenarnya sudah punah, jika dilihat dari keberadaan alat musik genggong sangat jarang ditamilkan. Alat musik tradisional ini pada masa lalu, sambungnya biasanya dibunyikan pada saat gerhana bulan. Tujuannya, menurut keyakinan warga setempat dengan membunyikan genggong guna membantu bulan agar tak terlalu lama diselimuti suasana gelap. Saat bersamaan juga dibunyikan kentongan dan rantok atau alat menumbuk padi.

Semakin banyak yang memainkan genggong makin bagus suara alat musik tradisional itu terdengar. Menurut Ismayadi biasanya kesenian ini dimainkkan 4 atau 8 pemain. Terakhir ia tampil bersama sejumlah temannya pada 1988 atas undangan Kades Gondang Suhardi. Setelah itu sampai kini ia tak pernah memainkan alat musik tradisional itu.

‘’Sebenarnya alat musik ini (genggong, red) sudah punah. Karena kita akan tampil di Jakarta kini dihidupkan lagi,’’ terang ayah dua anak itu.

Teman Ismayadi, Beta Sutanto (40) menambahkan, kalau saja tidak ada kegiatan di Jakarta kesenian ini mungkin tak dihidupkan lagi. Karena itu, ia merasa bersyukur dengan dihidupkan lagi kesenian tradisional ini.

Menurut Tashadi Putra alat musik ini sudah langka seiring perkembangan zaman. Meski demikian pemerintah KLU ingin membangkitkan kesenian yang pernah ada di daerah ini untuk dikembangkan oleh para seniman yang ada. Ia berharap dengan tampilnya sejumlah kesenian tradisional KLU di Jakarta akan meningkatkan semangat seniman dalam berkreasi.

Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan pada Dinas Dikpora KLU Sahti, S.Pd., M.Pd., menambahkan, genggong pada masa lalu biasanya dijadikan sebagai alat komunikasi bagi muda mudi. Ia membenarkan KLU akan mewakili NTB dalam pagelaran seni budaya di Jakarta Juli mendatang. Ini sebagai sarana mempromosikan kesenian tradisional Lombok Utara. (sam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar