Lombok Utara - Menjadi dalang wayang kulit tidak semudah membalik telapak tangan, karena disamping memiliki pengetahuan sejarah Islam para sahabat Nabi, juga harus disertai dengan hoby. Tidak heran, bila dalang wayang di KLU semakin langka.
Penegasan tersebut diungkapkan Saidah Nurcandra, salah seorang dalam wayang Sekar Kedaton Tanjung, ketika ditemui dikediamannya 23/3 di Dusun Teluk, Desa Sukadana Kecamatan Bayan. Menurut Saidah, jumlah wayang di KLU sebanyak tiga kelompok, Namun diantara yang tiga itu yang masih hdiup adalah wayang Sekar Kedaton Tanjung.
“Wayang perlu dilestarikan di KLU, karena wayang merupakan sarana untuk menyampaikan dakwahj Islam dan sosialisasi program pemerintah di KLU. Hanya saja hingga saat ini belum begitu mendapat perhatian dari pemerintah khsususnya dari Dinas Perhubungan dan Pariwisata (Dishubparkominfo) KLU”, kata Saidah yang mengaku belajar menjadi dalang pada usia 20 tahun ini.
Untuk melestarikan budaya hasanah yang dimilili KLU khususnya wayang kulit, lanjut Saidah, pemerintah KLU perlu melakukan pelatihan dan membuka even-even pagelaran wayang ditingkat kabupaten untuk menarik kunjungan wisata. “Selama ini wayang kulit di KLU hampir saja punah, karena kurangnya mendapat perhatian dari instansi terkait. Dan untuk mengembangkan bakat ini, pemerintah perlu juga memberikan support kepada kelompok wayang yang ada”,pinta Saidah.
Lebih lanjut Saidah yang lahir 1960 di Desa Karang Bajo menuturkan kisahnya menjadi dalang. Pada usia 16 tahun, dirinya sering menonton wayang. Dari menonton ini muncul minatnya untuk menjadi dalang. Dan untuk mengawali karirnya ini, Saidah mengaku belajar sendiri tanpa ada guru, dengan menggunakan peralatan yang dibuat dari karton dengan kliir dari mukena.
“Dulu setiap selesai belajar mengaji, saya selalu mencoba main wayang dengan menggunakan peralatan seadanya. Dan ternyata bakat itu melekat sampai sekarang, sehingga sering diundang pentas oleh warga sekitar KLU yang memiliki hajatan”, katanya.
Karenanya, diharapkan kepada pemerintah KLU, untuk memberi perhatian kepada kelompok-kelompok wayang yang ada, agar jangan sampai punah.
Penegasan tersebut diungkapkan Saidah Nurcandra, salah seorang dalam wayang Sekar Kedaton Tanjung, ketika ditemui dikediamannya 23/3 di Dusun Teluk, Desa Sukadana Kecamatan Bayan. Menurut Saidah, jumlah wayang di KLU sebanyak tiga kelompok, Namun diantara yang tiga itu yang masih hdiup adalah wayang Sekar Kedaton Tanjung.
“Wayang perlu dilestarikan di KLU, karena wayang merupakan sarana untuk menyampaikan dakwahj Islam dan sosialisasi program pemerintah di KLU. Hanya saja hingga saat ini belum begitu mendapat perhatian dari pemerintah khsususnya dari Dinas Perhubungan dan Pariwisata (Dishubparkominfo) KLU”, kata Saidah yang mengaku belajar menjadi dalang pada usia 20 tahun ini.
Untuk melestarikan budaya hasanah yang dimilili KLU khususnya wayang kulit, lanjut Saidah, pemerintah KLU perlu melakukan pelatihan dan membuka even-even pagelaran wayang ditingkat kabupaten untuk menarik kunjungan wisata. “Selama ini wayang kulit di KLU hampir saja punah, karena kurangnya mendapat perhatian dari instansi terkait. Dan untuk mengembangkan bakat ini, pemerintah perlu juga memberikan support kepada kelompok wayang yang ada”,pinta Saidah.
Lebih lanjut Saidah yang lahir 1960 di Desa Karang Bajo menuturkan kisahnya menjadi dalang. Pada usia 16 tahun, dirinya sering menonton wayang. Dari menonton ini muncul minatnya untuk menjadi dalang. Dan untuk mengawali karirnya ini, Saidah mengaku belajar sendiri tanpa ada guru, dengan menggunakan peralatan yang dibuat dari karton dengan kliir dari mukena.
“Dulu setiap selesai belajar mengaji, saya selalu mencoba main wayang dengan menggunakan peralatan seadanya. Dan ternyata bakat itu melekat sampai sekarang, sehingga sering diundang pentas oleh warga sekitar KLU yang memiliki hajatan”, katanya.
Karenanya, diharapkan kepada pemerintah KLU, untuk memberi perhatian kepada kelompok-kelompok wayang yang ada, agar jangan sampai punah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar