Rabu, 29 September 2010

Komoditi yang tak Tersentuh Maksimal

Lombok Utara terkenal dengan kekayaan potensi Sumber Daya Alam (SDA), salah satunya madu lebah alami atau lokal atau sering disebut dalam bahasa latinya Apis cerana, Ironinya hingga saat ini madu lebah yang terdapat di Gumi Dayan Gunung masih belum mengemuka di dunia pasar, bahkan cendrung terlupakan. Lantas seperti apakah kondisi kelompok petani lebah madu di KLU sejak dulu hingga kini? Berikut penelusuran tim Pasar Komunitas Kabupaten Lombok Utara (KLU) atau lebih identik dengan sebutan Dayan

Gunung dengan luas wilayah mencapai 809,53 km2 dan jumlah penduduk tidak kurang dari 207.998 jiwa. Komuditi unggulan daerah yang baru di tetapkan menjadi daerah otonomi tanggal 21 Juli 2008 ini ada di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan hingga kelautan perikanan, disamping sektor pariwisata sebagai salah satu aset terbesar bagi KLU.

Khusus komoditi di sektor perkebunan, komoditi madu lebah di Lombok Utara kondisinya sangat memungkinkan untuk di jadikan salah satu produk unggulan daerah, terbukti banyaknya kelompok petani madu yang dapat di katakan menjamur di lima kecamatan di KLU, sebut saja salah satu kelompok petani madu Peternak Madu Mandiri Teladan (Permata) Desa Rempek Kecamatan Gangga KLU, kelompok ini merupakan gambaran kecil dari beberapa kelompok lainnya di desa terkait hingga beberapa kecamatan lainnya.Madu Lebah,

Para peternak madu yang tergabung dalam beberapa kelompok ini juga bukan hanya sekedar kelompok kagetan belaka atau hidup ketika ada program dari pemerintah saja, tetapi patut di banggakan karena sebagian besar merupakan profesi yang di tinggalkan dari para nenek moyang atau leluhur sebelumnya.

Meski demikian seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, profesi ini ternyata tak dapat menjadi penopang atau menjadi jaminan kesejahtraan masyarakat atau para anggota kelompok tersebut. Minimnya pembinaan dari pemerintah terkait serta berbagai kendala lainnya seperti akses pasar, labling (lebel atau kemasan) hingga peningkatan kapasitas kesejahtraan kelompok menjadi kendala medasar sehingga komuditi satu
ini belum mampu menjadi komoditas unggulan yang dapat go publik.

Terbukti hingga saat ini tak pernah kita melihat atau mendengar
sebutan madu asli Lombok Utara seperti yang biasa kita dengar dan
temukan misalnya madu asli Sumbawa. Pada hal kwalitas madu yang di
hasilkan para peternak ini tidak di ragukan lagi dan dapat di pastikan
mampu bersaing di akses pasar asalkan di kelola dengan maksimal oleh
pemerintah atau pihak terkait lainnya.

Ruspendi, Ketua Peternak Madu Mandiri Teladan (Permata), Desa Rempek,
Gangga, KLU yang juga sekaligus Sekretraris Forum Komunikasi Desa
Mandiri Rempek, misalnya saat di temui Pasar Komunitas belum lama ini
dengan penuh ramah tamah dan nuasa kekeluargaan mempersilahkan untuk
duduk di sebuah berugak sederhana, “ beginilah suasana kita di tengah
hutan, sepi, “ katanya membuka perbincangan.

“ Kita disini memiliki sekitar 4 kelompok madu dengan jumlah anggota
yang bervariatif mulai dari 10 orang hingga 20 orang, bahkan ada juga
kelompok tani (gapoktan) yang juga di fungsikan sebagai kelompok
petani madu, tapi masih banyak juga yang memang murni berprofesi
sebagai kelompok petani madu. Karena keterbatasan biaya dan belum
adanya pembinaan satu kelompok hanya mampu memiliki sekitar 5 stub
(kotak) yang di buat dari pohon kelapa dengan berswadaya, satu stub
biasanya menghabiskan Rp 70 ribu, tapi sebagian besar kelompok yang
memang sebelumnya terbentuk dengan berswadaya kini banyak yang tidak
eksis lagi alias mati suri, selain memang persoalan diatas juga karena
pembinaan pun pengelolaan manajemen kelompok yang belum mampu
dilakukan para anggota,“ tuturnya menyanyangkan.

Selain kendala tersebut para petani madu juga sering dihadapkan dengan
berbagai penyakit atau hama yang kerap kali mengganggu madu lebah
seperti semut merah (semangah bahasa sasaq Dayan Gunung-red), semut
hitam (teres sirem), hingga hama yang meyerupai kupu-kupu berwarna
hitam besar dan menghisap madu yang biasanya menyerang pada malam
hari, “ jelasnya.

Untuk kelompok Permata sendiri memilki anggota 9 orang dengan jumlah
stub sekitar 70 unit yang di buat secara swadaya kelompok. “ Kita
targetkan kelompok Permata memilki 1000 stub, kita juga saying
bersyukur semangat para anggoat kelompok untuk terus mengembangkan
propesi yang di tinggalkan para orang tua terdahulu masih terjaga
dengan baik meski hingga saat ini kita sama sekali belum pernah
merasakan pembinaan dari pemerintah terkait, “ sambungnya.

Lantas berapakah produksi madu yang dapat dihasilkan kelompok petani
madu?, “ satu kelompok dapat meghasilkan 20 hingga 30 botol madu lebah
asli dalam sekali panen, sedangkan panen biasanya dilakukan sekali
sebulan, jumlah produksi madu juga sangat di tentukan cuaca atau musim
bunga atau buah - buhan setempat. Bisanya untuk satu stub dapat
menghasilkan 1,5 hingga 2 botol madu murni, “ jelasnya.

“Akses pasar hingga saat ini belum di miliki para anggota kelompok
sehingga sistim penjualan dilakukan atar teman bahkan harganya juga
sangat murah sekitar Rp 50 ribu bahkan dapat kurang dari harga
tersebut, karena biasanya yang membeli adalah teman sekitar atau
kerabat lainnya, sehingga sistem penjulanan juga belum dapat di kelola
sama sekali sehingga sangat berpengaruh terhadap pengasilan ekonomi
para anggota kelompok. Kita berharap ada perhatian serius dari
pemerintah untuk mengatasi persoalan para anggota kelompok, “ tambah
Ruspendi penuh harap.

Pantauan Pasar Komunitas di lokasi juga banyak terlihat stub yang di
tinggalkan madu lebah atau kloninya karena tak mampu di rawat atau di
peliharan dengan baik oleh para anggota kelompok, selain itu di
karenakan kwalitas stub yang di buat anggota kelompok yang tidak
standar dan lebih cendrung menggunakan bahan baku seadanya.
Meneropong Komuditas Unggulan di KLU.

Minim Anggaran

Minimnya anggaran dan keterbatasan tenaga untuk melakukan pembinaan
terhadap kelompok petani lebah madu di akui Kasi Produksi dan
Pengembangan Usaha Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Kehutanan
KLU, M. Zaenudin saat di temui Pasar Komunitas beberapa waktu lalu.
“ Kita masih terkendala dengan anggaran sehingga pembinaan dan

pengembangan kelompok tani madu lebah di KLU belum dapat di lakukan
dengan maksimal selain itu kita masih terbatas tenaga, “ jelasnya.
“Insya Allah untuk tahap awal kita akan melakukan pembinaan terhadap
dua kelompok petani madu lebah, sedangkan untuk tahap berikutnya kita
akan usulkan 5 kelompok atau lokasi untuk proses pembinaan dan
pengembangan ditiap kecamatan. Selain persoalan anggaran minimnya
publikasi juga memjadi salah satu penyebab utama sehingga madu lebah
Lombok Utara belum mampu bersaing dan muncul di dunia pasar, “ tambah
Zaenudin.

Sedangkan data yang berhasil di himpun Pasar Komunitas dari dinas terkait
saat ini jumlah kelompok petani madu lebah di KLU sebanyak 30
kelompok yang tersebar di lima kecamatan dengan hasil produksi madu
per satu kelompok mulai dari 156 botol hingga 1.635 botol madu per
tahunnya. Sedangkan jumlah anggota kelompok dari 10 orang hingga 20
orang persatu kelompok. (*)

Foto: Tampak Ruspendi saat menujukan beberapa stub madu yang terbuat
dari pohon kelapa yang di buat secara swadaya. (foto:dam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar