Kamis, 16 September 2010

Biaya Izin Tinggi, Peserta Sail Indonesia Mengeluh

Tanjung (Suara NTB)
Peserta Sail Indonesia menilai biaya izin yang dikenakan pemerintah Indonesia cukup tinggi, sehingga membenani mereka. Biaya visa, pajak dan biaya lain harus dikeluarkan dalam jumlah besar.

Sejumlah wisatawan mengungkapkan biaya yang harus dikeluarkan beragam. Seperti bea masuk dipunguti sebesar 5 persen dari harga kapal. Kalau kapal yang dibawa seharga Rp 10 miliar, berarti bea masuk sebesar Rp 500 juta. Ini belum termasuk membayar jaminan berupa PPH, PPn B, PPN senilai Rp 4,7 miliar lebih.

Itu terungkap dalam bimbingan teknis (bintek) dengan tema peranan swasta dalam pengembangan wisata bahari di Medana Bay Marina, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Rabu (15/9) kemarin. Bintek yang diikuti sejumlah pelaku wisata, aparat desa, instansi terkait dan kalangan pemuda diadakan berkaitan Sail Indonesia tahun ini.

Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Indonesia (YCBI), Raymond T Lesmana menyatakan acara bintek itu diadakan atas dukungan Sekjen Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Wardiyatmo. Tingginya biaya karena kurang waspadanya pembuat peraturan, sehingga peserta Sail Indonesia merasa terbebani. Misalnya, izin untuk berlayar di perairan Indonesia atau CAIT dan biaya Bea Cukai, Imigrasi, Syahbandar dan yang lain atau CIQP.

‘’Hal yang paling sulit dilaksanakan saat ini adalah soal peraturan dari Bea Cukai yang mana Indonesia belum meratifikasi Istambul Konvention, sehingga kita melakukan proses Kepabeanan yang rumit sesuai dengan peraturan yang ada. Yakni kapal layar wisata pribadi dinyatakan sebagai barang mewah dan bukan sarana angkutan sehingga mereka harus melakukan proses impor barang sementara,’’jelasnya.

Disebutkan, biaya penjamin sebesar Rp 4,7 miliar lebih yang sudah disetor ke pemerintah dapat diambil kembali pada saat mereka keluar dari perairan Indonesia. Penjamin untuk kapal layar ditentukan kategorinya oleh Perhubungan Laut dan Bea Cukai, namun tak ditentukan berapa biayanya. Sehingga regulasi itu saat ini berjalan dengan seadanya, tak sesuai dengan seharusnya.

Belum lagi kalau kita mengacu kepada peraturan bea masuk bagi sarana kebutuhan wisata bahari, yang mana belum mampu memproduksi fasilitas dan sarana kebaharian sendiri, hal ini menjadi kendala bagi pengembangan wisata bahari di Indonesia. Untuk itu, sambung Raymond, kini sedang diproses Perpres untuk memudahkan kapal wisata masuk ke perairan Indonesia.

Menurut Raymond, saat ini ada sekitar 43 kapal wisata di Medana Bay Marina, bagian dari peserta Sail Indonesia. Menurut rencana mereka akan berada di 37 destinasi, tiap destinasi selama lima hari, termasuk di KLU yang ditetapkan sebagai destinasi internasional.

Pelaku wisata Ace Robin, menyatakan banyak potensi bahari yang bisa dikembangkan di KLU. Karena itu, ia minta peserta Sail Indonesia singgah di daerah ini. Ia berharap agar masyarakat membuka diri dengan kehadiran tamu dari luar negeri ini. Sebab, dengan kedatangan mereka dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat. (051)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar