Sabtu, 04 Juli 2015

Khutbah Idul Fitri 1436 H - 2015M

اللهُ أَكْبَرُ 3× اللهُ أَكْبَرُ 3× اللهُ أَكْبَرُ 3× كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا. لآ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْأَعْيَادَ مِنْ عَوَائِدِ الْإِحْسَانِ، وَفَوَائِدِ الْاِمْتِنَانِ مِنْ رَبِّ الْمَلِكِ الْمَنَّانِ، إِلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ يَجْتَهِدُوْنَ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ بِالصِّيَامِ وَالتَّرَاوِيْحِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ. أَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أُولِى الْعِلْمِ وَالْعِرْفَانِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا (أما بعد)
فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمُ الْعِيْدِ وَيَوْمُ الْفَرَحِ وَالسُّرُوْرِ. وَيَوْمَ أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ فِيْهِ الطَّعَامَ وَحَرَّمَ عَلَيْكُمْ فِيْهِ الصِّيَامَ. لِتَنَاوُلِ مَرْضَاتِ اللهِ اْلغَفُوْرِ، وَلِتَنَاوُلِ الصَّائِمِيْنَ وَالصَّائِماَتِ جَزِيْلَ اْلأُجُوْرِ. فَاشْكُرُوْا اللهَ تعَاَلَى بِالتَّكْبِيْرِ وَالتَّهْليِْلِ وَالتَّحْمِيْدِ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الشَّكُوْرُ.

Hadirin Sidang Jama’ah Sholat Idul Fitri Yang Berbahagia
Dalam suasana yang berbahagia ini, saya berwasiat kepada diri pribadi saya sendiri khususnya, dan mengajak kepada para hadirin semua, sambil duduk bersimpuh diri, marilah kita tundukkan segenap jiwa dan raga kita di hadapan keagungan Allah SWT, dengan cara selalu meningkatkan ketaqwaan dan keimanan. Yakni dengan menjalankan apa yang telah diperintahkan serta menjauhi segala macam bentuk larangan-Nya. Agar kita senantiasa mendapatkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga kita bisa menjadi orang-orang yang mendapatkan derajat yang mulia disisi Allah SWT, serta mendapatkan kebahagiaan fid dunya wal akhirah.

Sebab orang yang selalu ingat kepada Allah lah yang akan selalu mendapatkan ketenangan batin di dalam kehidupan ini. Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an;
الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ

“Orang-orang yang selalu beriman dan orang-orang yang selalu tenang hatinya itu dikarenakan dia selalu ingat atau berdzikir kepada Allah, dan ketahuilah karena selalu ingat kepada Allah itu bisa menjadikan tenangnya atau tentramnya hati”.

Tiap kali, kedatangan Idul Fitri disambut dengan takbir membahana, dalam alunan irama yang syahdu, menggema di udara, meresap di sanubari, sebagai ikrar pengakuan abdi yang merasa kecil di hadapan Ilahi Rabbi, sebagai dialog antara makhluk dengan khaliknya, antara abdi dengan Ma’budnya.

Pada hari raya idul fitri 1436 Hijriyah ini disambut dengan penuh rasa gembira karena sudah melewati ujian yaitu puasa sebulan penuh mengantarkan kita ke pintu kesuksesan dan meraih kesucian hati dengan penuh keberkahan hingga terus berlanjut ke bulan bulan yang lainnya, Namun kita juga bersedih karena bulan yang penuh rahmat dan maghfirah ini pergi meninggalkan kita dan merenungkan apakah kita masih akan bertemu dengan bulan ramadhan tahun mendatang. Karena sungguh betapa banyak saudara-saudara kita yang pada Idul Fitri tahun lalu duduk bersimpuh dengan kita ditempat yang mulia ini, namun kini sudah tiada karena terlebih dahulu dipanggil Ilahi Rabbi. Dan yang kita jumpai hanya batu nisannya saja.

Saudaraku…. Seiring dengan cepatnya waktu berlalu, ternyata tanpa terasa Ramadhan begitu cepatnya berjalan meninggalkan kita. Padahal kita belum maksimal membaca Al-Qur’an, belum maksimal shalat malam, belum maksimal melaksanakan shiyam dan juga belum optimal untuk melaksanakan ibadah-ibadah lainnya.

Dahulu para salafus shaleh, menangis berurai air mata yang membasahi pipi lantaran Ramadhan pergi meninggalkan mereka. Terkadang dari lisan mereka terucap sebuah doa, sebagai ungkapan kerinduan akan datangnya Ramadhan dan Ramadhan : Ya Allah anugerahkanlah lagi kepada kami bulan Ramadhan. Semoga Allah memberikan kita usia yang panjang sehingga kita dapat bertemu kembali dengan bulan ramdhan tahun mendatang. Amiin Ya Rabbal Alamiin

Hadirin Sidang Jama’ah Sholat Idul Fitri Yang Berbahagia

Di hari yang berbahagia ini, berbagai penampilan manusia yang merasa diri ber-ldulfitri ataupun ber-lebaran, tampil di hadapan kita. Kita amati pria gagah, wanita jelita, dengan wajah ceria, pandangan cerah, senyum ramah, berhias-bibir merekah, berbalut pakian serba indah. Kegembiraan membayang di wajah: Gembira karena penampilannya penuh pesona dan mampu mengundang kekaguman yang memandang; gembira kare¬na hari-hari lapar telah lewat dan kini dapat lagi makan-minum di siang hari, berpesta pora dalam suasana riang dan gembira, di tengah makanan melimpah-ruah. Seperti itukah kita merayakan Idul Fitri?

Sementara disisi lain saudara kita, atau mungkin tetangga dekat kita sudah menjadi janda yang telah ditinggal suaminya, para fuqoro dan masakin, merintih karena tidak mampu menghidangkan makanan lezat untuk anak-anak mereka yang sudah menjadi yatim, para pengusaha yang bangkrut karena tidak memiliki modal, atau karena pertaniannya gagal panen, bagi mereka ’Idul Fitri saat ini mereka rayakan tidak dengan pakaian baru, , tiada pula dengan hati yang gembira, mereka sambut hari raya dengan perasaan pilu, dan hati duka karena serba tak ada.

Diantara sekelompok manusia biasa, berperilaku lugu, namun terpancar padanya rasa syukur dan gembira, karena telah diberikan Allah SWT kesempatan umur, telah laksana mengemban tugas, bershaum sebulan lamanya, dihias dengan salat tarawih dan amal shalih, dipungkas dengan membayar zakat fitrah, penyuci diri. Dalam melaksanakan itu semua terngiang dalam pendengaran batinnya, sabda Rasulullah SAW  yang artinya:

 “Bulan Ramadhan ialah bulan yang diwajibkan Allah kepada kalian untuk melaksanakan shaum dan disunatkan bagi kalian mendirikan shalat (tarawih). Maka barangsiapa melaksanakan kedua hal tersebut atas dasar iman dan karena Allah semata-mata, maka ia dikeluarkan Allah dari dosa-dosanya bagaikan dalam keadaan saat ia dilahirkan dari kandungan ibu-nya.”

Allahu Akbar-Allah Akbar-Allah Akbar Walillahil hamdu
Hadirin Yang Berbahagia

Sebagai umat Islam mulai detik ini kita semua telah dibersihkan dari semua dosa yang berhubungan dengan Allah SWT, laksana bersihnya si cabang bayi yang baru lahir dari perut ibu, sebab baru saja kita semua melaksanakan ujian di dalam bulan suci Ramadhan, yakni melakukan puasa satu bulan penuh kita menahan hawa nafsu, tadarrus al-Qur’an, sholat tarawih, sholat Lailatul Qodar, dan mengeluarkan zakat fitrah, serta ibadah sosial lainnya, termasuk menyantuni fakir miskin, anak-anak yatim.

Dengan demikian marilah kita jaga kebahagiaan ini dengan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan dalam bulan syawal dan seterusnya. Suatu kenyataan yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa pada hari raya Idul Fitri ini keadaan saudara-saudara kita berbeda-beda, ada yang bergembira juga ada yang susah serta merana. Sebagaimana saudara kita yang saat ini masih terkena musibah dan bencana, mereka kehilangan harta benda dan keluarga. Kita semua bisa membayangkan dan merasakannya, bagaimana prihatin dan susahnya mereka, seperti juga halnya anak yatim yang masih membutuhkan kasih sayang orang tuanya, kemana mereka harus mengadu. Mereka hanya bisa menangis diatas batu nisan kedua orang tuanya, karena mereka tidak tahu kepada siapa lagi  anak yatim piatu ini memanggil ayah dan ibu, sementara kedua orangtuanya telah tiada.

Pada hari yang bahagia ini, anak-anak yang sudah menjadi yatim, hanya bisa menyaksikan teman-teman sebayanya bergandengan dan bersalaman mesra dengan kedua orang tuanya, serta bangga mengenakan pakaian yang serba baru. Akan tetapi bagi anak yatim, jangankan bersalaman dengan orang tuanya, bertemu saja dengan orang tuanya, hanyalah sebuah impian belaka, dengan linangan air mata yang diharapkan bisa menghapus kerinduannya, dia membayangkan dan berkata, “Seandainya orang tua ku masih hidup, mungkin aku bisa bergandengan dan bersalam mesra dan mungkin aku bisa bahagia seperti teman-temanku yang lainnya”. Dan alangkah bahagianya mereka manakala rasa gembira yang kita miliki ini kita bagi-bagikan kepada anak yatim piatu.

Ada sebuah riwayat yang menceritakan: Ketika Nabi Muhammad SAW, berjalan-jalan melihat sekelompok anak-anak kecil dengan bangga dan bergembira mereka mengenakan pakaian yang serba baru, bermain dan bergandengan dengan bapaknya, tetapi ada satu anak kecil yang menangis dan bersedih, di bawah teras rumahnya, kemudian Rasulullah bertanya: “Kenapa kamu nak kok menangis tidak bergembira seperti teman-temanmu itu”. Anak kecil itupun menjawab: “Saya ingin memakai pakaian baru tapi tidak punya, dan saya juga ingin seperti teman-teman saya bergandengan mesra dengan ayahnya, tapi bapak saya sudah meninggal”. Mendengar perkataan anak kecil itu Rasulullah langsung mengeluarkan air mata, kemudian anak itu dibawa pulang ke rumah beliau dengan mengatakan: Aku ini akan menjadi ayahmu dan Aisyah menjadi ibumu.

Saudaraku, mari kita renungkan nasib anak-anak yatim piatu itu, kita tanyakan pada nurani masing-masing. Tidak berdosakah kita bilamana kita terus menutup mata menyaksikan anak-anak itu terapung-apung dalam gelombang kesedihan, tenggelam dalam lautan air mata, Dengan perasaan yang pedih, dengan hati yang teriris mereka saksikan orang lain berhari raya, pada siapakah mereka akan mengadukan nasib? Ayah bunda telah tiada, sedang paman telah berpulang. Tak ada orang yang mendukung tak ada tangan yang menjinjing. Sudah berhasilkah puasa kita, yang salah satu tujuannya melatih kepekaan sosial? Sadarkah kita bahwa harta yang kita miliki ada sebagian hak para dhuafa dan masakin. Alloh berfirman dalam QS. Ad-Dzariat: 19

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta karena memang tak punya, dan dari yang bertangan hampa sekalipun pantang meminta

Di hari idul fitri seperti ini seharusnya tak seorangpun bersedih hati. Semua gembira Semua bahagia. Lebih-lebih anak kecil, mestinya mereka semua bersuka cita. Tapi, sejak keberangkatan kita dari rumah hingga ke tempat ini berapa banyak kita dapati anak-anak kecil berada di perempatan jalan, di lampu merah, sedang menadahkan tangan meminta-minta? Yang mereka butuhkan sebenarnya sama dengan kita yaitu hanya sesuap nasi untuk menyambung hidupnya dan selembar pakaian untuk menutupi tubuhnya.

Kalau satu anak yatim saja dapat menghentikan langkah Rasulullah saw menuju tempat shalat idul fitri sampai anak tersebut turut berbahagia, lalu mengapa puluhan dan ratusan anak yang mengalami nasib yang sama tidak mampu menggerakkan hati kita untuk peduli, menyantuni, dan membahagiakan mereka?

Apa yang kita pikirkan ketika membelikan baju baru untuk anak-ank kita? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika menghadapi aneka makanan lezat tersaji di meja makan kita? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika kita bersama-sama keluarga kita melangkah bahagia menuju tempat ini, sekarang ini? Tidakkah terlintas dalam benak kita sekelebat bayangan fakir miskin yang hingga hari ini belum berbuka?
Masih adakah kapling dalam pikiran kita tentang nasib orang-orang yang kurang beruntung? Hari ini, berapa banyak saudara-saudara kita yang terpaksa merayakan idul fitri di tenda-tenda darurat setelah rumahnya dihancurkan oleh bencana alam? Mereka adalah orang-orang miskin baru yang jumlahnya puluhan ribu, bahkan jutaan.

Allahu Akbar-Allah Akbar-Allah Akbar Walillahil hamdu
Hadirin Yang Berbahagia
Dalam suasana yang bahagia ini marilah kita perbanyak hubungan silaturrohmi, supaya kebahagiaan ini bisa tetap abadi sampai di akhirat nanti. Sebab ada tiga hal yang barang siapa melakukannya, maka dia akan dimudahkan hisab amalnya di akhirat nanti, dan akan dimasukkan surga dengan rahmat-Nya. Ketiga hal itu adalah, memberi kepada orang yang membutuhkan, bersilaturrohmi kepada sanak saudara dan tetangga, dan juga memberi maaf kepada orang yang mempunyai salah kepada kita. Rasulullah SAW bersabda;

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِيْ رِزْقِهِ وَيُنْشَأَ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa yang ingin dimudahkan rizkinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrohim”.

Sebab di dalam mengarungi samudera kehidupan di tengah-tengah masyarakat, kita semua tidak terlepas dari apa yang namanya kesalahan, kekurangan serta kekhilafan baik disengaja maupun tidak. Maka dari itu bertepatan dengan bulan Syawal ini marilah kita perbanyak silaturrohmi dengan tetangga, sanak famili, dan keluarga guna untuk menghilangkan dosa-dosa kita yang berhubungan dengan haqqul adam atau sesama manusia.

Lebih-lebih kepada kedua orang tua kita, terutama ibu yang telah menahan rasa sakit ketika melahirkan kita yang hampir saja meragang nyawa antara hidup dan mati. Beliau telah merawat dan mendidik kita semua dengan belaian kasih sayang. Bahkan pinggang kedua orang tua kita, kita jadikan tempat pipis bahkan tempat olah raga, ketika kita masih kecil tanpa pernah mengharapkan imbalan jasa. Rasulullah telah bersabda:

رِضَا اللهُ فِيْ رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِيْ سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ
“Ridho Allah tergantung kepada ridho kedua orang tua, dan murka Allah juga tergantung pada murka kedua orang tua”.

Jerih payahnya kedua orang tua, ketika mengukir jiwa kita saat masih kecil. Seandainya air susu ibu kita tebus dengan madu seluas samudera dan emas sebesar gunung, itu semua masih belum sepadan balas budi kita kepada kedua orang tua kita. Tapi kalau durhaka dan berani terhadap orang tua niscaya kita akan celaka hidupnya, sengsara dunia dan di akhirat kelak.

Hubungan  anak dengan orang tua-nya merupakan hubungan yang istimewa. Bagi orang tua, anak mencerminkan hubungan kasih-sayangnya dan dengan demikian merujuk pula kepada masa lalunya sejak dari perkenalan, pernikahan hingga kelahiran putera-puterinya yang kini sudah pada besar, akan tetapi sekaligus pula merupakan harapan masa depannya, bahkan harapan masa depan umat manusia.

Maka bagi muslim yang salih, ibu-bapak selalu lekat dalam kehidupannya sehingga keduanya selalu hadir secara laten dalam kalbunya, dan selalu me-ngenangnya dengan hormat dan syahdu. Bagi sau-dara-saudara yang ibu-bapaknya telah tiada, marilah kita kenang jasa beliau serta mari kita panjatkan do’a:
 “Ya Rabbi, Ampunilah hamba serta kedua orang tua hamba, dan limpahkan rahmat kepada mereka seba-gaimana mereka telah menyantuni hamba sejak se-masa kecil.“

Berbahagialah kita yang masih memiliki Ayah Bunda, khususnya pada hari ‘ledul fitri, hari kita kembali kepada fithrah, kesempatan terbuka untuk bersimpuh di kaki keduanya, menumpahkan kasih saying dan terima kasih kepada yang telah mengandung, membimbing, dan mem-besarkan kita dengan penuh kasih, sambil tidak pula lupa bersyukur kepada Allah  atas segala limpahan ni’mat dan rahmat-Nya.

Oleh karena itu, dalam suasana yang berbahagia ini marilah kita gunakan untuk saling bersilaturrohim, memohon maaf dan bersimpuh kepada kedua orang tua kita, halal bi halal bersalaman kepada sanak saudara dan tetangga untuk menghilangkan dosa yang berhubungan dengan sesama manusia. Marilah kita hapus semua rasa dendam, su’udzon, hasud, dengki, dan takabbur. Sekaligus kita hilangkan rasa gengsi kita. Supaya kita tidak mempunyai dosa yang berhubungan dengan haqqullah dan haqqul adam, sehingga kita kembali suci seperti si jabang bayi yang baru lahir dari gua garbaning ibu. Dan semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. dan akhirnya kita semua dijadikan orang-orang yang khusnul khotimah. Amin amin ya robbal ‘alamin.
جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ.
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
 
M. Syairi dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar