Lombok Utara - Gejolak sengketa tanah di Gili Terawangan Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara, antara masyarakat setempat dengan PT. Wanawisata Alam Hayati (WAH) semakin memanas dan mengancam kondisifitas sektor pariwisata, kini mendapat sorotan dari berbagai kalangan.
Apalagi setelah tiga orang, termasuk kepala dusun Gili Terawangan, Zainuddin dijemput paksa oleh aparat kepolisian dari Polda NTB atas laporan penggeragahan tanah seluas 3 hektar oleh PT. Wah.
Sengketa tanah yang terjadi sejak tahun 1975 lalu, mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk ketua komisi I DPRD Lombok Utara, Jasman Hadi. Menurutnya untuk mendvokasi sengketa tanah Gili Terawangan, pihaknya harus bertindak hati-hati dengan mengedepankan pemetaan masalah, karena antar warga dan PT Wah, masing-masing memiliki argumentasi dan bukti pengelolaan atas tanah Terawangan.
Menyoroti soal penangkapan sejumlah tokoh masyarakat oleh pihak Polda NTB, Jasman mengaku prihatin, namun ia meyakini aparat kepolisian memiliki alasan hukum yang jelas.
Dia menegaskan, pemerintah propinsi tidak pernah serius menyelesaikan sengketa Terawangan dan membiarkan masyarakat terus dikambing hitamkan meski sengketa tanah itu muncul dari kebijakan Pemda provinsi puluhan tahun lalu.
“Masyarakat jangan dijadikan korban dalam proses ini, kita harus pilah satu persatu persoalannya sepaya semuanya jelas. Jangan sampai masyarakat kecil menjadi korban sementara orang-orang tertentu menari diatas kesengsaraan orang lain dan kondisi ini yang terjadi di Gili Terawangan,“ pinta Jasman.
Sementara salah seorang tokoh setempat H. Rudking, ketika melakukan dialog dengan pejabat bupati Lombok Utara, beberapa waktu lalu menilai, pemerintah seolah menutup mata dengan persoalah masyarakat.
“Padahal persoalan dan keinginan masyarakat sudah jelas, kok sekarang pemerintah menanyakan apa maunya masyuarakat. Ini kan lucu. Kalau memang pemerintah dan penegak hukum mau menyelesaikan persoalan ini dengan transparan, pasti sudah selesai sejak dulu. Ini kan hanya permainan orang-orang pintar yang tidak berpihak pada masyarakat”, tegasnya.
Sementara Badarudin didepan pejabat bupati KLU, Drs. Ridwan Hidayat, meminta agar pihak pemerintah KLU memberikan jaminan untuk penangguhan penahanan kepala dusun dan beberapa warga di Polda NTB. Sebab menurutnya pihak kepala desa justru telah bersekongkol dengan PT. WAH untuk mengkriminalisasi masyarakat.
Kabid Humas Polda NTB melalui Kasubbid Publikasi AKP Lalu Wirajaya mengatakan bahwa ketiga warga tersebut telah ditahan sejak 19 Juli lalu. Penahanan terhadap ke tiganya atas kasus penipuan membuat surat kontrak palsu tanpa sepengetahuan pemilik yaitu PT WAH.
”Atas perbuatannya ketiga tersangka yang masing ZA (45), HAK (47) dan Is (48) dijerat dengan pasal 378 KUHAP tentang penipuan dengan ancaman 4 tahun penjara”, jelas Wirajaya.
Sengketa tanah yang terjadi sejak tahun 1975 lalu, mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk ketua komisi I DPRD Lombok Utara, Jasman Hadi. Menurutnya untuk mendvokasi sengketa tanah Gili Terawangan, pihaknya harus bertindak hati-hati dengan mengedepankan pemetaan masalah, karena antar warga dan PT Wah, masing-masing memiliki argumentasi dan bukti pengelolaan atas tanah Terawangan.
Menyoroti soal penangkapan sejumlah tokoh masyarakat oleh pihak Polda NTB, Jasman mengaku prihatin, namun ia meyakini aparat kepolisian memiliki alasan hukum yang jelas.
Dia menegaskan, pemerintah propinsi tidak pernah serius menyelesaikan sengketa Terawangan dan membiarkan masyarakat terus dikambing hitamkan meski sengketa tanah itu muncul dari kebijakan Pemda provinsi puluhan tahun lalu.
“Masyarakat jangan dijadikan korban dalam proses ini, kita harus pilah satu persatu persoalannya sepaya semuanya jelas. Jangan sampai masyarakat kecil menjadi korban sementara orang-orang tertentu menari diatas kesengsaraan orang lain dan kondisi ini yang terjadi di Gili Terawangan,“ pinta Jasman.
Sementara salah seorang tokoh setempat H. Rudking, ketika melakukan dialog dengan pejabat bupati Lombok Utara, beberapa waktu lalu menilai, pemerintah seolah menutup mata dengan persoalah masyarakat.
“Padahal persoalan dan keinginan masyarakat sudah jelas, kok sekarang pemerintah menanyakan apa maunya masyuarakat. Ini kan lucu. Kalau memang pemerintah dan penegak hukum mau menyelesaikan persoalan ini dengan transparan, pasti sudah selesai sejak dulu. Ini kan hanya permainan orang-orang pintar yang tidak berpihak pada masyarakat”, tegasnya.
Sementara Badarudin didepan pejabat bupati KLU, Drs. Ridwan Hidayat, meminta agar pihak pemerintah KLU memberikan jaminan untuk penangguhan penahanan kepala dusun dan beberapa warga di Polda NTB. Sebab menurutnya pihak kepala desa justru telah bersekongkol dengan PT. WAH untuk mengkriminalisasi masyarakat.
Kabid Humas Polda NTB melalui Kasubbid Publikasi AKP Lalu Wirajaya mengatakan bahwa ketiga warga tersebut telah ditahan sejak 19 Juli lalu. Penahanan terhadap ke tiganya atas kasus penipuan membuat surat kontrak palsu tanpa sepengetahuan pemilik yaitu PT WAH.
”Atas perbuatannya ketiga tersangka yang masing ZA (45), HAK (47) dan Is (48) dijerat dengan pasal 378 KUHAP tentang penipuan dengan ancaman 4 tahun penjara”, jelas Wirajaya.
Pemerintah sebaiknya sesegra mungkin mengatasi masalah sengketa tanah di Gili Terawangan, jangan sampai masyarakat kecil yang menjadi korban, Demikian juga kepala Kapolda NTB, sebaiknya jangan hanya menerima laporan dari sang pengusaha kaya saja, tapi dengarlah pendapat rakyat kecil.
BalasHapus