Jumat, 16 Juli 2010

Kondisi SD Filial Pawang Tenun Memprihatinkan

Lombok Utara (Primadona) - Berkunjung ke Sekolah Dasar (SD) Filial yang terletak di Dasan Pawang Tenun Dusun Batu Jingkiran Desa Akar-Akar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, kita harus menelusuri jalan bebatuan, yang jaraknya dari pusat kota desa Akar-Akar sekitar 15 km.

“Menelusuri jalan dengan menggunakan sepeda motor kita perlu hati-hati, karena tidak sedikit pengendara mengalami kecelakaan, disebabkan jalannya belum diaspal”, ungkap Sarianom S.Sos, yang mengantar Primadona ke SD Filial Pawang Tenun.

Jalan menuju SD yang jauh dari pusat kota desa ini, penuh dengan tikungan dan tanjakan maut, dan harus menlusuri lebatnya hutan Pawang Tenun. Dan ada dua jalur jalan untuk menuju SD Filial yang terletak di tengah kebun warga, yaitu dari pertigaan depan kantor desa Sukadana dan pertigaan Dusun Embar-Embar Desa Akar-Akar.

Sesampainya penulis di SD Filial yang dibangun pada 4 Juli 2005 lalu, disambut oleh pengelola sekaligus sebagai guru yaitu, Suhaimin Yusuf Spd yang didampingi ketua Komite sekolah, Raden Mas’ud. Bila dilihat dari sarana dan prasarana, baik bangunan mapun meubiler yang dimiliki, sungguh memperihatinkan. Mengapa tidak, di samping hanya memiliki 3 ruang belajar yang belum di plester, juga sebagian siswanya harus belajar ditempat terbuka.

“Sekolah ini hanya memiliki 3 ruang belajar, sementara kelompok belajar yang ada sudah enam kelas, sehingga terpaksa sebagian siswa belajar di masjid dan sebagiannya lagi di halaman sekolah dengan duduk berlasakan rumput”, tutur Suhaimin Yusuf.

Ketua Komite SD Filial Pawang Tenun, R. Mas’ud menilai, perhatian SDN 4 Sukadana selaku sekolah induk, sejak didirikan hingga sekarang masih kurang. Karena semua guru yang berjumlah 8 orang hanya mendapat honor dari Yang Kuasa, kecuali pengelolanya yang sudah PNS. “Honor guru disini hanya Honda atau honor dari Allah, berbeda dengan sekolah lain yang gurunya ada mendapat honor daerah, padahal bila dilihat dari segi lokasinya, sekolah inilah yang betul-betul sekolah daerah terpencil dan perlu mendapat perhatian pemerintah.”, jelas R. Mas’ud.

SD Filial yang memiliki 107 siswa dan telah menamatkan satu kali ini, memang sudah menerima dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS), namun itu adalah dana untuk membantu siswa yang kurang mampu, sehingga untuk honor gurunya, hanya diberikan Rp. 100 ribu per tiga bulan. “Kalau gurunya mendapat honor Rp. 100 ribu per tiga bulan, itu sudah luar biasa. Namun semanagat para guru ini patut diacungkan jempol, karena niatnya hanya ingin memajukan pendidikan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) khususnya di Kecamatan Bayan”, tambahnya.

Ketika ditanya latar belakang berdirinya SD Filial ini, R. Mas’ud menjelaskan, bahwa sekolah ini berdiri karena mengingat anak-anak usia sekolah banyak yang nganggur, karena belum ada sekolah yang lebih dekat tempat mereka menuntut ilmu. Bahkan anak-anak yang sudah masuk sekolah di SDN 4 Sukadana-pun banyak yang putus ditengah jalan, karena tidak kuat berjalan kaki menelusuri hutan Pawang Tenun yang jaraknya sekitar 7 km.

Melihat kondisi demikian, terbetiklah niat suci para tokoh masyarakat setempat, untuk mendirikan sebuah SD Filial, sebagai tempat untuk menampung anak-anak mungil ini. Dan R. Mas’ud-pun mewakafkan sebidang tanahnya seluas 50 are sebagai tempat membangun gedung darurat. “Dulu sebelum SD ini berdiri dapat dikatakan 100 persen anak-anak tidak ada yang sekolah. Namun demikian, mereka rata-rata bisa menulis dan membaca karena belajar pada kawannya yang sekolah. Jadi melihat antusias anak-anak ini, saya langsung mewakafkan tanah seluar 50 are”, kenang R. Mas’ud.

Suhaimin menambahkan, awal pendirian SD Filial Pawang Tenun, dibangun dengan swadaya masyarakat. Dan setelah setahun berjalan, sekolah ini mendapat bantuan sebesar Rp. 30 juta dari pemerintah untuk pembangunan satu ruang belajar. Namun oleh pihak sekolah membangun dua lokal yang hingga saat bangunannya belum selesai. Sedangkan meja-bangku siswa dibeli secara mencicil yang dananya diambilkan dari dana BOS.

Honor Gudacil Dihentikan

Satu-satunya honor Guru Daerah Terpencil (Gudacil) yang diharapkan oleh para guru SD Filial Pawang Tenun Desa Akar-Akar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, dari pemerintah, yang keluar sekali enam bulan itu, ternyata sejak beberapa tahun belakangan dihentikan tanpa alasan yang jelas.

“Honor gudacil untuk guru SD Filial Pawang Tenun, memang pernah cair dua kali pada tahun 2008 lalu, untuk tiga orang guru sebesar Rp. 12 juta per guru. Namun entah apa penyebabnya, tiba-tiba honor gudacil ini dihentikan, sehingga persis tidak ada lagi harapan para guru untuk memperoleh honor, kecuali dari dana BOS yang keluar hanya 3 bulan sekali”, tutur R. Suparman, salah seorang guru setempat.

Pengakuan senada juga diungkapkan oleh Suhaimin Yusuf, Spd, selaku kepala pengelola yang mengaku tidak tahu penyebab pengehentian honor gudacil. Padahal sebelumnya, namanya sudah tercantum di Dinas Dikbudpora Lombok Utara. “Karena nama saya sudah tercantum, sehingga saya tidak pernah menanyakan persoalan ini, karena saya mengira tinggal menunggu pencairan saja”, jelas Suhaimin yang juga satu-satunya guru PNS di SD Filial ini.

Namun ketika keluar SK gudacil, lanjut Suhaimin, ternyata nama dirinya tidak ada, sementara nama guru yang sebelumnya tidak ada itu, malah di SK namanya tercantum mendapat gudacil. Dan hal inipun sempat ditanyakan ke sekolah induk, namun jawabannya nanti kita atur kembali. “Setelah ditunggu ternyata tidak ada satu orang gurupun di SD Filial Pawang Tenun yang memperoleh gudacil”, ungkapnya sedih.

Yang diherankan oleh Suhaimin, alasan dari pihak yang berwenang, bahwa guru honor tidak boleh memperoleh gudacil, padahal kenyataannya, ada sebagian guru honor di sekolah lain yang mendapat gudacil. “Lalu yang benar yang mana, kalau memang benar demikian, paling tidak diberikan satu orang guru di SD Filial, sehingga dapat dibagikan secara merata kepada guru yang ada”, katanya.

“Bahkan, yang mendapat gudacil guru yang ada di dekat jalan aspal, yang bukan katagori sekolah terpencil, sedangkan yang betul-betul sekolah terpencil harus gigit jari”, tambah guru lainnya yang enggan dipublikasikan namanya.

Suhaimin dan para guru lainnya mengharapkan kepada pemerintah, dalam hal ini Dinas Dikbudpora Lombok Utara, untuk meninjau kembali guru-guru yang memperoleh gudacil, mana yang sebenarnya sekolah terpencil itu, apakah yang terletak di pinggir jalan aspal, atau memang yang terletak jauh dari pusat kota.

Akibat guru SD Filial yang betul-betul terpencil ini tidak memperoleh honor gudacil, sehingga pihak pengelola menyisihkan dari dana BOS untuk masing-masing guru Rp. 100 ribu per tiga bulan, yang dapat dikatagorikan tidak sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) bagi pekerja di instansi manapun. “Kalau banyak kegiatan sekolah, maka honor inipun tidak diberikan kepada guru. Lebih-lebih beberapa waktu lalu kita sudah mengadakan kegiatan pramuka bagi siswa, sehingga pihak sekolah harus menanggung hutang sampai Rp. 4 juta lebih”, jelas Suhaimin.

Sebenarnya guru yang mengajar tidak menuntut banyak, satu orang saja yang dapat gudacil, itu sudah cukup, yang penting ada dibagi rata oleh para guru. “Jangan seperti sekarang ini satupun tidak ada yang dapat, sehingga kasian guru-guru yang berasal dari luar”, imbuh Suhaimin.

Sarianom, S. Sos salah seorang guru yang berasal dari Karang Bajo, mengaku setiap hari harus menghabiskan bensin 2 liter atau rata-rata Rp. 10.000,- untuk menuju ke SD Filial. “Namun karena ini adalah tugas dan tanggungjawab, ya kita jalani saja, siapa tahu ada perhatian pemerintah nanti”, katanya berharap.

Menanggapi honor gudacil, ketua komite SD Filial Pawang Tenun, R. Mas’un dengan tegas mengatakan, bahwa yang namanya sekolah terpencil itu sebenarnya SD filial Pawang tenun, bukan SD yang berada dipinggir jalan aspal. “Pemerintah dalam hal ini Dikbudpora perlu mendata ulang, jangan sekolah yang tempatnya di dekat pusat kota, dikatakan sekolah terpencil, sementara yang betul-betul sekolah terpencil dihilangkan dari daftar”, pintanya.

SD Filial Pawang Tenun Perlu Didefinitifkan

Kendati SD Filial Pawang Tenun jauh dari pusat kota desa Akar-Akar Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, tidak mengurangi semangat para siswanya belajar. Karenanya sudah saatnya pemerintah menjadikan SD ini menjadi SD yang definitif.

Harapan tersebut disampaikan oleh ketua komite bersama warga masyarakat setempat, karena mengingat SD ini sudah menamatkan siswanya. “Kami berharap kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memandirikan SD terpencil ini. Karena dengan definitifnya SD Filial, diyakini para gurunya akan mampu mengelolanya dengan baik”, kata R. Mas’ud pada Primadona.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh ketua pengelola, Suhaimin Yusuf, Spd beserta guru lainnya. Jika SD filial ini ingin dilihat mandiri, seyogyanya ditingkatkan statusnya menjadi SD definitif, lebih-lebih pada ujian tahun ini, ke 18 siswanya yang mengikuti ujian nasional lulus seratus persen dengan nilai yang memuaskan.

Sementara ketua BPD Desa Akar-Akar Kecamatan Bayan, Atsah Subagio, ketika ditemui Primadona berjanji, akan terus berjuang hingga SD Filial Pawang Tenun ini mendapat status yang sama dengan SD lainnya yang ada di Desa Akar-Akar. Ini dilakukan, karena mengingat SD filial yang masih kekurangan 3 ruang belajar dan 2 ruang kantor guru dan perpustakaan ini sudah lima tahun lebih berdiri, dan memiliki siswa ratusan lebih.

“Jadi dinas terkait yang dalam hal ini Depdikbudpora sudah saatnya menyamakan status Sekolah yang dikelilingi dengan kawasan kebun warga menjadi SD Negeri, bukan membiarkan bergantung kepada SD lain, yang akibatnya, tidak ada seorang gurupun yang memperoleh honor guru daerah terpencil (gudacil), padahal SD ini betul-betul berada didaerah yang jauh dari pusat kota”, jelasnya.

Apakah ini ada permainan ditingkat atas sehingga tidak memperoleh gudacil? Menjawab pertanyaan ini, R. Mas’ud mengatakan, memang besar kemungkinannya seperti itu. Ini dapat dilihat dengan keluarnya SK Gudacil untuk guru dibeberapa sekolah yang termasuk berada dekat pusat kota. “Yang aneh, guru disini sudah ada yang masuk daftar untuk gudacil, tapi begitu keluar SK, malah namanya tidak ada, sementara guru yang sudah disertifikasi itu yang memperoleh honor. Seharusnya pemerintah terkait jangan hanya menilai dan melihat dari belakang meja, tapi perlu turun langsung ke bawah. Semua ini terjadi karena SD Filial Pawang Tenun belum definitif”, kata R. Mas’ud.

Selain itu, yang perlu mendapat perhatian segera dari pemerintah adalah infrastruktur jalan yang juga kondisinya sudah rusak parah, karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Padahal Dasan Pawang Tenun dan Batu Jingkiran, dapat dikatakan sebagai pusat perkebunan untuk Desa Akar-Akar.

Hasil unggulan dari Dusun Pawang Tenun adalah kopi, kakau, panili, dan pisang. “Tapi karena infrstruktur jalannya yang jelek menyebabkan harga hasil perkebunan menurun. Contohnya harga kakao dipasaran mencapai Rp. 25.000-30.000 per kilogram, namun di Pawang Tenun harganya berkisar Rp. 15.000-18.000/kg. Alasan pembeli karena biaya pengangkutannya yang mahal. Jadi jalan juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah”, pungkas R. Mas’ud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar