Sabtu, 10 April 2010

Tingginya Retribusi Pasar Dikeluhkan Pedagang

Lombok Utara (Primadona) - Tingginya retribusi yang diambil oleh petugas pasar di Dusun Batu Keruk Desa Akar-Akar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara dikeluhkan oleh pedagang.
Retribusi yang dikeluarkan di pasaran setiap hari sabtu ini, berkisar Rp. 6000 per pedagang yang berjualan di dalam los pasar. Sementara diluar los pasar dipunguti Rp. 2500 per pedagang.
Beberapa pedagang menuturkan pada Suara Komunitas (10/4), hal ini memang sudah menjadi keputusan pemerintah desa. akan tetapi cukup memberatkan para pengusaha kecil ini. “Pembangunan pasar ini kan didanai Program Nasional Pemberdayaan Masyrakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP), kok retribusinya bagi pedang mingguan cukup besar, sementara jam 10 pagi pasarnya sudah sepi”, keluh para pedagang.
Akibat mahalnya retribusi ini, sehingga sebagian pedagang enggan berjualan di los pasar. “Kami lebih rela berjualan di diluar los, daripada berjualan di dalam, karena retribusinya cukup mahal, sementara mencari keuntungan Rp. 1000 saja sulit, lagi dibebankan dengan biaya yang tinggi”, timpal beberapa pedagang lainnya.
Keengganan para pedagang berjualan di los pasar, karena selain retribusinya yang mahal juga sepi pembeli, dan sejak diresmikan sebulan yang lalu oleh camat Bayan, R. Tresnawadi S.Sos, hingga saat ini, pihak pengelola belum melakukan pendataan jumlah pedagang yang berjualan.

Sementara tukang pungut retribusi di pasar Batu Keruk, ketika dikonplin sama pedagang mengakui, bahwa dirinya hanya menjalankan tugas sesuai dengan apa yang telah disepakati antara pemerintah desa dengan pedagang. Dan alasannya dana hasil pungutannya dimamfaatkan untuk biaya pemeliharaan.

Irham, salah seorang tokoh muda setempat menilai, jika dilihat dari hasil yang diperoleh oleh para pedagang dengan biaya retribusi yang harus dikeluarkan setiap minggunya tentu tidak sesuai, lebih-lebih pasar desa ini hanya ramai dari jam 8 sampai jam 10 pagi. “Dan sudah seharusnya pemerintah desa menurunkan biaya retribusi ini.
Tujuan PNPM untuk membangun pasar ini untuk meningkatkan penghasilan para pedagang. “Tapi kalau biaya retribusinya tidak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh para pedagang, tentu ini cukup memberatkan, dan cepat ataupun lambat para pedagang akan bangkrut, karena habis keungtungan jualannya untuk membayar retribusi”, katanya.
Hal ini juga diakui oleh salah seorang pedagang pecah belah yang enggan dipublikasikan namanya. Menurut pedagang keliling ini, mengaku heran atas mahalnya biaya retribusi yang dipungut di pasar Batu Keruk. Sementara dibeberapa pasar umum lainnya seperti pasar Ancak, Anyar dan pasar Tampes, tidak semahal di pasar Batu Keruk yakni berkisar Rp. 1000-2000 per minggunya. “Dan ini perlu dilakukan pengawasan kemana hasil pungutan itu diarahkan”, tegasnya.
Irham, menambahkan setelah dilakukan pemantauan secara langsung di pasar tersebut, ternyata apa yang dikeluhkan oleh para pedagang itu benar adanya. Demikian juga dengan los pasar yang sepi pedagang, karena retribusinya yang terlalu tinggi. “Menurut informasi yang saya terima keputusan retribusi ini dikeluarkan oleh pemerintah desa tanpa mengundang pedagang”, jelasnya.
Ketua BPD Desa Akar-Akar Atsah, ketika dikonfirmasi terkait masalah retribusi ini mengakui, bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap pembayaran retribusi di pasar Batu Keruk dan akan disesuaikan dengan pasar-pasar lainnya. Karena sebelum pasar ini dibangun dengan dana PNPM tersebut, setiap pedagang yang berjualan retribusinya berkisar Rp. 1000-2000 per pedagang. “Namun karena adanya tambahan biaya seperti honor tukang sapu (kebersihan-red), biaya pemeliharaan dan lain-lainnya, sehingga diputuskan oleh pihak pejabat kepala desa Akar-Akar , R. Kertamono, menjadi Rp. 6000 per minggu”, jelasnya.
Keputusan ini memang diambil secara sepihak oleh pemerintah desa, karena waktunya yang mendadak, dan keputusan ini akan di evaluasi ulang agar para pedagang juga tidak merasa berat setelah terpilihanya kepala desa baru yang rencana pemilihan nya seusai Pemilukada Lombok Utara 7 Juni mendatang. “Dan memang keputusan ini kita perlu evaluasi ulang, karena ketika keputusan retribusi ini dikeluarkan, para pedagang tidak diundang. Jadi nanti antara kepala desa, BPD dan pedagang perlu duduk bersama untuk membahas besaran retribusi ini”, janji Atsah.
Atsah menambahkan, bahwa peraturan yang sekarang ini masih bersifat sementara, karena kepala desa Akar-Akar yang sekarang ini masih Pjs, setelah terpilihnya kepala desa lama menjadi angora DPRD KLU. “Para pedagang bersabar saja dulu sampai terpilihnya kepala desa baru. Karena pengurus pasar juga perlu pelatihan atau melakukan studi banding ke pasar-pasar lainnya”, ungkapnya.
“Intinya para pedagang tetap aman, dan keputusan ini bukan diambil oleh BPD, tapi oleh pemerintah desa, yang jika pedagang mengeluh kita bisa bicakan bersama agar tidak saling merugikan”, pintanya.
Sedangkan Irham meminta kepada pemerintah desa yang mengeluarkan keputusan retribusi ini untuk melakukan perubahan, agar para pedagang tidak merasa terbebani dengan uang retribusi yang dinilai cukup tinggi. “Para pedagang lebih rela kepanasan dan berjualan di luar los daripada masuk berjualan ke dalam pasar”, jelas Irham.(M. Syairi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar