LOMBOK UTARA (Primadona) - Masyarakat adat Dusun Semokan Desa Sukadana Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, sejak hari senin (12/04) berbondong-bondong mendatangi masjid kuno yang terletak di hutan adat setempat, guna melakukan perbaikan atap masjid yang terbuat dari bambu atau dikenal dengan atap santek.
“Perbaikan masjid kuno ini dilakukan pada tahun alip atau setiap sewindu (8 tahun-red) sekali, dan diawali dengan melakukan gundem yang didadiri oleh kiyai, pembekal dan pemangku serta beberapa tokoh adat lainnya. Dalam gundem yang dilakukan pada bulan lalu itu, telah diputuskan untuk perbaikan masjid kuno Semokan dimulai hari senin kemarin, yang diawali dengan pembuatan atap santek sebanyak 47.400 biji”, tutur Kitanep salah seorang tokoh masyarakat Desa Akar-Akar-Bayan, pada Primadona, (13/4) kemarin.
Pada hari pertama, lanjut Kitanep, (senin-red) acara pembuatan atap masjid ini dihadiri oleh sekitar 600 orang masyarakat adat untuk membantu pembuatan santek, sehingga berhasil dibuat , 29.400 biji. “Dan pembuatan atap masjid ini bukan dilakukan setiap hari, tapi dalam seminggu hanya diambil dua hari yaitu hari senin dan kamis, dan ini harus selesai dalam hari yang sudah ditentukan oleh hasil gundem”, kata Kitanep.
Bambu untuk membuat santek (atap), diambil dari tempat yang khusus yaitu di tanah pecatu adat, sehingga bambu ini tidak boleh punah. Kecuali jika bambu tersebut tidak cukup, baru diambilkan dari tempat lain. “Dan masyarakat adat merasa bangga dan bersyukur, bila bambu miliknya digunakan sebagai atap masjid kuno.
Satu hal yang menarik dalam pembuatan atap masjid kuno yang terletak di sebuah bukit hutan adat Semokan ini, yakni sebelum masyarakat bekerja diawalai dengan memberikan ‘sembek’ (nyemperek) oleh tokoh adat setempat. “Karena bila tidak nyemperek, ada saja terjadi hal-hal negatiif, seperti disengat kelabang atau kalajengking yang bisa membuat sakit berminggu-minggu”, ungkap Kitanep.
Dan bila atapnya sudah cukup, lalu dilanjutkan dengan pembongkaran dan mengganti kayu yang sudah lapuk. Dan kayunya pun harus diambilkan dari hutan adat sekitar, artinya tidak boleh diambil kayu dari sembarangan tempat. “Pokoknya, bahan bangunan masjid kuno ini apakah rusak atau tidak, namun akan tetap diganti sekali 8 tahun atau memasuki tahun Alip. Jadi tidak boleh dibongkar sebelum usianya mencapai 8 tahun”, jelas beberapa tokoh adat Semokan.
Bentuk bangunan masjid kuno Semokan tidak jauh berbeda dengan beberapa bangunan masjid kuno yang ada di kecamatan Bayan, seperti masjid kuno Bayan dan Barung Birak Desa Sambik Elen, yakni rata-rata bangunan atapnya terbuat dari bambu. Demikian juga dengan pagar kelilingnya serta lantai masjid tidak boleh tersentuh semen atau tetap berasal dari tanah liat.
Selama melakukan perbaikan masjid kuno Dusun Semokan, masyarakat adat dilarang melakukan akad nikah. Dan jika ini dilanggar, maka akan dikenakan sanksi bagi mempelai laki-laki berupa dua ekor kerbau, satu kerbau untuk pelaksanaan adat yang dilanggarnya dan satunya lagi untuk tampah kirangan. Sehingga sebulan sebelumnya para kiyai, pembekel adat dan pemangku sudah mengumumkan kepada masyarakat adat, bahwa selama perbaikan masjid kuno Dusun Semokan dilarang untuk kawin.(M.Syairi)
Pada hari pertama, lanjut Kitanep, (senin-red) acara pembuatan atap masjid ini dihadiri oleh sekitar 600 orang masyarakat adat untuk membantu pembuatan santek, sehingga berhasil dibuat , 29.400 biji. “Dan pembuatan atap masjid ini bukan dilakukan setiap hari, tapi dalam seminggu hanya diambil dua hari yaitu hari senin dan kamis, dan ini harus selesai dalam hari yang sudah ditentukan oleh hasil gundem”, kata Kitanep.
Bambu untuk membuat santek (atap), diambil dari tempat yang khusus yaitu di tanah pecatu adat, sehingga bambu ini tidak boleh punah. Kecuali jika bambu tersebut tidak cukup, baru diambilkan dari tempat lain. “Dan masyarakat adat merasa bangga dan bersyukur, bila bambu miliknya digunakan sebagai atap masjid kuno.
Satu hal yang menarik dalam pembuatan atap masjid kuno yang terletak di sebuah bukit hutan adat Semokan ini, yakni sebelum masyarakat bekerja diawalai dengan memberikan ‘sembek’ (nyemperek) oleh tokoh adat setempat. “Karena bila tidak nyemperek, ada saja terjadi hal-hal negatiif, seperti disengat kelabang atau kalajengking yang bisa membuat sakit berminggu-minggu”, ungkap Kitanep.
Dan bila atapnya sudah cukup, lalu dilanjutkan dengan pembongkaran dan mengganti kayu yang sudah lapuk. Dan kayunya pun harus diambilkan dari hutan adat sekitar, artinya tidak boleh diambil kayu dari sembarangan tempat. “Pokoknya, bahan bangunan masjid kuno ini apakah rusak atau tidak, namun akan tetap diganti sekali 8 tahun atau memasuki tahun Alip. Jadi tidak boleh dibongkar sebelum usianya mencapai 8 tahun”, jelas beberapa tokoh adat Semokan.
Bentuk bangunan masjid kuno Semokan tidak jauh berbeda dengan beberapa bangunan masjid kuno yang ada di kecamatan Bayan, seperti masjid kuno Bayan dan Barung Birak Desa Sambik Elen, yakni rata-rata bangunan atapnya terbuat dari bambu. Demikian juga dengan pagar kelilingnya serta lantai masjid tidak boleh tersentuh semen atau tetap berasal dari tanah liat.
Selama melakukan perbaikan masjid kuno Dusun Semokan, masyarakat adat dilarang melakukan akad nikah. Dan jika ini dilanggar, maka akan dikenakan sanksi bagi mempelai laki-laki berupa dua ekor kerbau, satu kerbau untuk pelaksanaan adat yang dilanggarnya dan satunya lagi untuk tampah kirangan. Sehingga sebulan sebelumnya para kiyai, pembekel adat dan pemangku sudah mengumumkan kepada masyarakat adat, bahwa selama perbaikan masjid kuno Dusun Semokan dilarang untuk kawin.(M.Syairi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar