Sabtu, 12 Desember 2009

Tak ada Jaringan Listrik dan Air, Masyarakat Labuhan Carik tak Bersedia di Relokasi

LOMBOK UTARA – Polemik yang dirasakan masyarakat pelabuhan yang ada di pelabuhan Carik, Kecamatan Bayan, KLU hingga kini masih belum terjawab sepenuhnya, bahkan masyrakat sekita mengatkan tidak bersedia di relokasi atau di pindahkan sebelum ada jaringan listrik dan air bersih yang masuk kelahan relokasi.

Seperti yang di tuturkan M. Ali Ketua RT Labuhan Carik yang di damping beberapa warga lainya saat di temui Koran PRIMADONA LOMBOK (11/12) di lokasi mengatkan, “ Kita tidak akan pindah dari lokasi sebelum pemerintah menyediakan fasilitas listrik dan air bersih di lahan relokasi, sebenarnya kita ingin membicarakan semua ini bersama pemerintah dan pihak terkait dengan cara duduk bersama, pintanya.

Sedangkan Yusuf Duma (70), salah satu warga setempat mengatkan, mengenai lahan seluas 7 are yang dinyatakan warga sebagai tahan ulayat atau tanah adat kenapa bisa di jual dan diatasnamakan salah satu staf desa setempat. Belum lagi maslah surat kuasa, sebenarnya surat kuasa yang di buat itu bukan 2 akan tetapi 3 surat kuasa, satu di antaranya memang untuk pembebesan tanah sawah yang juga terkena sebagai kawasan pelabuhan carik yang di kuasakan atas nama Sribali, akan tetapi dua lagi surat kuasa di tanda tangani Ketaua RT, M. Ali, satu senilai Rp 675 juta satu lagi yang tidak jelas, tuturnya.

Sementara Kepala Desa Anyar, Kecamatan Bayan, Windi Albayani, saat hendak di konfirmasi terkait maslah ini, sedang tidak berada di tempat, “ allahuallam kita tidak tahu pak kades berada dima, jawab sekretaris desa setempat, pihaknya juga mengaku enggan untuk memberikan komentar terkait masalah ini.

Menanggapi masalah ini, Camat Bayan, KLU R. Tresnawdi S.Sos, saat di temui di ruang kerjanya Jum’at (11/12) kemarin mengatakan, “ Soal tanah ulayat atau tanah adat yang di klaim milik masyrakat adat kita pada dasarnya juga mempertanyakan. Cuma banguna atau fisik yang tidak ada di lahan tersebut untuk memperkuat kalau lahan tersebut adalah tanah ulayat atau tanah adat, paling tidak ada sejarah bukti yang bisa kita perlihatkan. “ Dan kalau ini memang lengkap tidak boleh di perjula belikan,” Menurut keterangan yang kita peroleh dari desa tanah tersebut adalah adalah tanah bersertifikat milik Drs. HL Mudjitahid mantan Bupati Lobar, tutur Tresna.

“Jika memang ada situs dan sejarah yang dapat membuktikan maka masyarakat adat yang ada tidak aka nada yang dirugikan, tapi silahkan di buktikan agra pemerintah dapat menggantinya atau memberikan sikap, yang jelas semua milik masyarakat adat tidak aka nada yang akan di ganggu.
Sedangkan Angota Dewan Aliansi Masyarkat Adat Nusantara (AMAN), Kamardi SH megatakan, “ hak ulayat dan hak adat sudah jelas di tulis dalam UU No 5 tahun60 tentang pokok-pokok agrarian dan sudah ada pengakuan secara organic dan secara konstitusi yang sudah di atur dalam pasal 18 ayat b2 bahwa Negara mengakui, menghormati hak-hak dan hukum adat. Jadi berdasarkan UU tidak ada dasar untuk menyepelekan, mengintervensi hak-hak ulayat dan lainnya itu kesalah besar apa lagi desa hanya menyangkut persoalan administratif saja, timpalnya. (in)

1 komentar:

  1. semoga KLU dapat menyelesaikan semua masalah...
    Maju KLU....

    BalasHapus