Kamis, 06 September 2012

Hasil Bumi Melimpah, Jalan Rusak Parah

Lombok Utara - Puluhan hektar tanaman kakau, kopi, pisang, mente, kemiri dan pohon kelapa serta jenis tanaman lainnya, tampak hijau melambai, seolah-olah mengajak setiap orang yang datang untuk melihat keindahannya. Sayang harganyapun melorot akibat ruas jalan yang menuju dusun yang terletak diatas bukit kaki rinjani ini kondisinya rusak parah.

Itulah kondisi perkebunan di Dusun Torean Desa Loloan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, yang kaya akan sumber daya alam, namun minim pembangunan infrastruktur jalan.
  
Ungkapan para pejabat KLU pada setiap kali ada kesempatan yang selalu mendengung-dengungkan program unggulan, seperti air, listrik dan pembangunan infrastruktur jalan untuk memperlancar arus transfortasi dan meningkatkan perekonomian rakyat, tampak hanya isapan jempol belaka. 

Buktinya, banyak ruas jalan desa yang menghubungkan dusun-dusun terpencil di KLU ini kondisinya cukup memprihatinkan. Termasuk salah satunya adalah jalan menuju Dusun Torean Desa Loloan Kecamatan Bayan. Padahal jalan ini merupakan salah satu pintu masuk ke obyek wisata Danau Segara Anak dan Gunung Rinjani.

Untuk menuju dusun yang berjarak sekitar 9 km dari pusat kota desa Loloan ini hanya bisa menggunakan kendaraan roda dua, dan itupun harus exstra hati-hati jika pengendara tidak mau tergelincir kedalam lubang yang berdebu.

Dikiri kanan jalan terdapat batu-batu besar. Sementara kondisi ditengah jalan yang biasa dilalui kendaraan roda dua disamping menanjak juga berlubang. Dan tidak sedikit diantara para pengendara yang jatuh dari sepeda motornya.

“Kalau kita punya sepeda motor baru, kemudian tiap hari kita turun naik ke Torean, tentu tidak akan bertahan lama, karena mengingat kondisi jalannya rusak parah”, kata A. Zainuddin, salah seorang warga setempat.

Menyoroti hasil bumi atau perkebunan rakyat, menurut A. Zainuddin cukup melimpah, hanya saja harganya cukup rendah. “Kalau hasilnya kita jual ke pasar yang terdekat seperti pasar umum desa Karang Bajo Kecamatan Bayan, tentu kita akan rugi transfortasi, karena lebih mahal biaya transfortasi daripada hasil bumi yang kita bawa ke pasar”, jelasnya.

Sementara Kepala Dusun Torean, Mahyudin SH, ketika ditemui mengaku sudah seringkali mengusulkan pengaspalan jalan ini, namun hingga saat ini belum ada respon dari instansi terkait. “Keusakan jalan ini sudah lama dikeluhkan oleh warga dan sudah berkali-kali kita usulkan ke pemerintah, tapi tampaknya belum ada respon”, katanya.

Dikatakan, kondisi jalan ini sudah sangat memprihatinkan, kalau musim kemarau para pengendara sepeda motor harus bermandi debu, dan kalau musim hujan harus siap mellintasi  jalan yang becek dan licin. “Jadi karena mengingat hasil perkebunan warga cukup melimpah, maka sebaiknya pemerintah segera melakukan pengaspalan jalan ini, agar perekonomian warga dapat meningkat”, harap Mahyudin.

Kemanakah dijual hasil bumi selama ini? Menjawab pertanyaan tersebut, salah seorang warga, Inaq Her mengaku, terpaksa menjual ke para tengkulak atau pengepul yang datang ke Dusun Torean, yang tentu dengan harga yang miring.  “Kita jual ke tengkulak atau pengepul pak”, katanya.

Nun, seorang warga setempat mengungkapkan perbandingan harga di petani dengan dipasar. Pada musim panen kopi, harga di petani berkisar Rp. 6.000-7.000, sementara harga jual dipasaran antara Rp. 10000-15.000,- Demikian juga dengan jambu mente, perkilonya dipetani biasa dijual Rp. 7.000, sementara dipasar harga jualnya Rp. 10.000,-

“Tapi kalau semua hasil petanian dibawa ke pasar tentu kita akan rugi transfortasi, karena biaya ojek pulang-pergi dari Torean ke pasar terdekat  Rp. 30.000, ini belum termasuk ongkos barang yang kita bawa”, katanya.

Menyoroti soal infrastruktur jalan ini, Kepala Desa Sambik Elen, Muhammad Katur mengaku, secara umum kondisi jalan yang menghubungkan dusun-dusun terpencil ini di KLU hampir sama, dan ini perlu dilakukan pemetaan skala prioritas oleh pemerintah.

“Sebut saja jalan ke Torean, jika kita lihat dari penghasilan pertanian dan perkebunan cukup layak di aspal. Untuk jagung saja satu kali panen bisa menghasilkan sampai 500 ton, yang terpaksa dijual ke tengkulak atau pengepul dengan harga yang rendah, karena jalannya yang rusak”, katanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar