Selasa, 22 Mei 2012

Pemerintah Pusat Dinilai Tak Konsisten terhadap Pembangunan Daerah

MATARAM - Sikap tidak konsisten pemerintah pusat dalam melaksanakan berbagai konsep pembangunan di daerah, serta koordinasi yang kurang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, kemudian antara pemerintah provinsi dan kabupaten, kota, adalah persoalan yang paling dirasakan sering menghambat laju pembangunan daerah. Oleh sebab itu, masyarakat harus kuat mengawasi pelaksanaan koordinasi dan kosistensi pelaksanaan pembangunan.

Hal tersebut  mengemuka dari diskusi pada pelaksanaan hari pertama Kongres Sukma (Sunda Kecil dan Maluku) berlangsung  di Asrama Haji NTB, Senin (21/5) kemarin. Turut hadir dalam Diskusi Forum Pemerintah Daerah Kepulaun, Kepala Bappeda NTB, Dr Rosyadi Sayuti dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Bastian Mainasse. Diskusi yang dipandu Adhar Hakim tersebut disampaikan gagasan-gagasan masing-masing provinsi menata potensi daerah.

Kepala Bappeda NTB, Rosyadi Sayuti mengakui menjaga koordinasi dengan pemerintah pusat dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah bukanlah suatu hal yang mudah. Misalnya dalam menjaga Tata Ruang Provinsi NTB dalam mengatur izin tambang. “Kami sebenarnya sudah menetapkan dalam Tata Ruang bahwa Pulau Lombok tertutup bagi kegiatan tambang. Tapi ternyata pemerintah pusat menerbitkan undang-undang yang memberi izin kegiatan tambang di Pulau Lombok,” kata Rosyadi. Hal ini dinilainya cukup mengganggu agenda penataan ruang di NTB.

Lebih lanjut dijelaskan,  konsistensi kebijakan adalah kata kunci bagi keberhasilan sebuah konsep pembangunan. Oleh sebab itu dia mengingatkan, posisi NTB yang telah ditetapkan sebagai wilayah satu gugus bersama NTT dan Maluku, dapat dilihat sebagai sebuah jalan keluar yang baik bagi tetap terjaganya konsistensi pembangunan antar wilayah. Sementara bersama Provinsi Bali, NTB masuk dalam koridor V MP3EI bagi pengembangan sektor pariwisata.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Bastian Mainasse menjelaskan bahwa Maluku telah menetapkan wilayahnya sebagai daerah penyangga ikan nasional. “Saat ini Maluku adalah penyuplai 27 persen total kebutuhan ikan nasional,” kata Bastian Mainasse. Hal ini tidak terlepas dari kondisi geografis Provinsi Maluku yang 90 persen lebih wilayahya adalah wilayah laut.

Oleh sebab itu sejak awal provinsi ini secara sadar menetapkan dalam tata ruang wilayah mereka sebagai daerah periknan. Dalam menata tata ruang propinsi ini telah membangun 12 pelabuhan perikanan. “Untuk itu, kami siap berkerja sama dengan pemerintah daerah lain yang membutuhkan sumber daya alam ikan kami,” katanya. Provinsi Maluku saat ini telah berkerja sama dengan beberapa provinsi lain dalam penyediaan ikan.

Sementara itu, Made Suarnata dari Bali  menjelaskan bahwa meski wilayah Bali, NTB, NTT dan Maluku termasuk Maluku Utara memiliki spesifikasi geografis yang sama sebagai wilayah kepulauan, namun sejauh ini masih dirasakan perbedaan pendekatan kebijakan yang belum mampu mempersatukan pengelolaan potensi daerah. “Saya merasakan masih belum ketemu (kebijakan, red) antar daerah,” kata Made. Untuk itu ia berharap adanya upaya pencairan kebekuan antar wilayah.

Anggota Komisi V DPR RI, Farry Djemi Franciss menyatakan pihaknya siap menfasiltasi setiap kepentingan strategis dan politik warga di wilayah Sunda Kecil dan Maluku. Untuk itu, Farry memberikan peluang kepada warga di wilayah Sukma untuk menentukan dan memilih forum serta mekanisme yang akan digunakan dalam berkomunikasi dengan DPR RI.

Ia lantas menyinggung juga soal Dana Alokasi Khusus (DAK), misalnya, yang jauh dari angka 50 persen yang beredar di daerah-daerah tertinggal seperti wilayah-wilayah NTB, NTT, Maluku ataupun Maluku Utara. “Dari alokasi DAK yang mencapai angka sekitar Rp 23 triliun, tidak sampai 50 persen yang dialokasikan ke daerah tertinggal,” ujarnya.

Soal aliran kredit perbankan juga mengalami nasib sama. Jumlah penyaluran kredit bantuan untuk warga hampir 90 persen justru terpusat di Jawa dan Bali. “Ya itulah faktanya,” ujar Farry. Oleh sebab itu, ia  meminta warga masyarakat, terutama yang berdiam di wilayah-wilayah tertinggal khususnya di daerah kepulauan kecil seperti NTB, NTT, serta Maluku dan Maluku Utara agar terus menjaga komunikasi dengan anggota DPR RI. Hal tersebut dirasa penting guna menjaga agar tetap terjadi sharing informasi tentang berbagai hal, utamanya soal alokasi anggaran pembangunan dan berbagai kebijakan.(nas) suarantb.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar