Senin, 28 Mei 2012

Antara Kemiskinan dan Pengangguran Lombok Utara Dinilai Sebuah Anomali

Lombok Utara - Kalangan Wakil Rakyat DPRD Lombok Utara menilai fakta atas data base angka kemiskinan dan jumlah pengangguran yang ada di lombok utara, sungguh mengisyaratkan sebuah anomali. Betapa tidak, masalah itu mengacu pada jumlah angka kemiskinan yang dimiliki sebesar 43,14 persen, asimetris terhadap catatan pengangguran yang hanya sebesar 21 persen.

Wakil ketua I DPRD lombok utara, Sarifudin, SH., kepada Rumah Alir, belum lama ini mengatakan, tingkat kemiskinan KLU tercatat begitu banyak, bahkan hampir melebihi setengah dari 215 ribu jiwa jumlah penduduk nya.  Sarif menilai angka itu agak ironis, sebab seharusnya atas 43,14 persen angka kemiskinan,  jumlah pengangguran  juga banyak.

“Tetapi ini aneh, kok justeru berbanding terbalik, dengan angka hanya 21 persen. Kan harusnya berbanding lurus, sebab pada kenyataan nya penyebab kemiskinan adalah pengangguran,” cetua politisi Gerindra itu.

Rupanya Sarifudin bukannya tak puas dengan rendahnya jumlah pengangguran itu, namun demikian ia meminta agar Badan Pusat Statistik (BPS) menginventaris lebih detail dan komprehensif jumlah pengangguran itu. Sebab  angka itu menjadi acuan utama dan tolok ukur terhadap berbagai program pemerintah daerah, meskipun di sisi lain, SKPD juga mempunyai catatan tersendiri atas data-data dimaksud.

Sementara itu, Amir Mahmud, anggota DPRD KLU lainnya secara terpisah menjelaskan bahwa  sebagian deskripsi kinerja pembangunan dijelaskan oleh angka-angka kemiskinan dan pengangguran. Meskipun Pemda KLU mengklaim berhasil menurunkan kemiskinan tahun lalu sebesar 2,5 persen, akan tetapi sebagian anggota dewan tak lantas percaya.

Selain tak menjelaskan faktor penurunan itu, eksekutif juga dinilai lemah dalam merealiasasi  program yang pro poor dan pro masyarakat bawah. Sebaliknya Amir Mahmud malah meminta, agar kemiskinan dijadikan sebagai program terintegrasi untuk dituntaskan melalui keterlibatan masing-masing SKPD. “Keberanian eksekutif untuk membebankan sekian persen per SKPD justru akan menjadikan program SKPD bersangkutan lebih nyata dirasakan masyarakat,” pungkas Amir.//

“Kemiskinan KLU sangat mendesak untuk dituntaskan, tapi jangan kemiskinan KLU menjadi proyek politik,” tegas Amir lagi. Pernyataan Syarif itu seperti memelintir klaim Sekda KLU, H. Suardi di sela-sela operasi Katarak gratis PT Sido muncul, dimana dia menyatakan ‘semiskin-miskin warga KLU, tak ada yang jadi pengemis seperti daerah lain’.

Namun mirisnya, usai operasi katarak digelar, beberapa pemulung yang masih duduk di bangku SD, justru mencari-cari bekas plastik dan sisa makanan yang ditinggalkan para tamu undangan, bahkan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sementara (TPAS) Bengkong, desa Medana, kini tidak sedikit komnitas pemulung yang mencari rejeki disana.

Pemandangan seperti itu bahkan menurut Ardianto, anggota dewan KLU dari fraksi Golkar, cukup telak menjadi pukulan berat bagi Pemda. Oleh karena itu, ia meminta agar SKPD dituntut untuk memperlihatkan kinerjanya melalui pengukuran statistik keberhasilan mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.

“Berbicara kemiskin sangat kompleks, karena yang miskin bukan hanya mereka yang tidak makan, tapi  juga mereka yang tidak kerja. Kendatipun mereka bekerja, seminggu hanya sekian hari bekerja selebihnya tidak jadi tetap tidak bisa makan,” tandas Ardinto. (AdGsfm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar