Jumat, 03 Februari 2012

Gapoktan Pada Angen, Lindungi Anggotanya Dari Rentenir

LOMBOK UTARA - Berawal dari sebuah keprihatinan melihat sumber daya petani di sekitarnya yang masih lemah disertai kemiskinan yang melilit,  terbetiklah niat suci dari salah seorang warga untuk mendirikan sebuah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang diberinama gapoktan Pada Angen.
Dialah bernama Subeki (37), warga Dusun Lenggorong Desa Sambik Elen Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang menggagas berdirinya gapoktan Pada Angen, tepatnya tanggal 26 April 2009.  Anggota kelompoknya yang berjumlah 25 orang itu, bukan saja bekerja  dilahan pertanian, namun sebagian diantara mereka  bekerja di lahan perkebunan dan kehutanan.
Subeki yang ditemui di ruang pertemuan gapoktan Pade Angen Dusun Lenggorong, 3/2 mengaku, saat dirintisnya kelompok tani  ini, sumber daya anggotanya cukup lemah, sehingga terlalu mudah dipermainkan oleh para rentenir lintah darat yang gentayangan ke petani. Bahkan tidak sedikit diantara mereka, hasil pertaniannya hanya bisa untuk menutupi hutang.
“Di dusun ini, (lenggorong-red) penduduknya rata-rata pendatang dan hampir semuanya sebagai petani lahan kering yang hasilnya musiman, sehingga ketika tanamannya seperti mente, ubi, dan lainnya belum berproduksi,  tidak sedikit diantara mereka mengangkat semodel ijon pada rentenir yang datang, untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari”, ungkap Subeki.
Akibatnya, para petani ketika panen, hasilnya hanya bisa untuk membayar hutang pada rentenir, bahkan banyak juga yang tidak mampu menutupi bonnya karena terlalu banyak pinjamannya.  Melihat hal tersebut, sebagai salah satu langkah yang harus ditempuh adalah dengan mendirikan gapoktan Pada Angen.
“Kehidupan masyarakat saat itu masih dalam katagori miskin, sehingga harus meminjam uang pada rentenir terutama pada saat musim tanam. Namun setelah berdirinya gapoktan Pade Angen, pemikiran para petani mulai bergeser sedikit demi sedikit kearah yang lebih maju, seperti tidak melakukan ijon kepada tengkulak, pola tanam yang teratur dan lain-lain”, jelasnya.
Jenis Gapoktan, sambung Subeki ada tiga, yaitu  kelompok sejenis burung merpati, pedati (cidomo) dan kelompok tani sejati. Untuk kelompok jenis merpati, biasanya akan terbang setiap ada program, dan setelah program itu selesai, hilang tanpa kabar, dan inilah yang sering disebut kelompok tani siluman
Sementara kelompok pedati atau cidomo, kata Subeki, kalau tidak didorong  dia tidak akan jalan atau jalannya cukup lamban. Sedangkan kelompok tani sejati akan berusaha melakukan pembinaan ditingkat anggota dan akan menjemput bola, bila ada program dari pemerintah atau lembaga lainnya. 
“Untuk kelompok tani sejati ini tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah. Ada atau tidaknya bantuan itu, kelompok katagori sejati akan tetap berjalan alias  tidak vakum. Insya Allah gapoktan Pada Angen akan berusaha menjadi kelompok sejati”, jelas Subeki.
“Kalau dulu, masyarakat hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah, namun sekarang sudah berbeda, bagaimana petani itu berusaha bukan menjadi peminta tapi lebih diarahkan menjadi pemberi. Tangan dibawah lebih baik dari tangan yang diatas. Artinya  kita lebih baik memberi daripada meminta, dan pola inilah yang kita kembangkan”, tegasnya.
Dalam gapoktan Pade Angen, selain anggotanya para petani yang bekerja di lahan pertanian, perkebunan, dan kehutanan,  juga akan dikembangkan kepada kelompok tani perempuan  serta kelompok nelayan Lendang Danger Desa Sambik Elen. “Sekarang ini kita sudah mulai programkan untuk merangkul kaum perempuan dan nelayan”, kata Subeki.
Ketika ditanya apakah sering mendapat pembinaan dari pemerintah? Subeki dengan senyum menjelaskan, bahwa pemerintah KLU khususnya dinas pertanian dan perkebunan sering turun ke lapangan dan ke gapoktan  Pade Angen untuk melakukan pembinaan.
“Alahmdulillah, beberapa kali dari dinas instansi terkait turun langsung melakukan pembinaan di tingkat kelompok tani, bahkan pada tahun ini, kelompok Pade Angen mendapat bantuan sosial  dalam program penanaman ubi jalar. Dan kita sudah siapkan lahan seluas 25 ha”, ujar Subeki. 
Disisi lain Gapoktan  Pada Angen,  sudah mulai mengarah pada pendirian koperasi tani. Dan untuk mengawalinya, masing-masing anggota mengeluarkan iuran pokok sebesar Rp. 25 ribu, dan iuran wajib Rp. 1000 per bulan. 
Kendati sudah mulai selangkah lebih maju, namun gapoktan Pade Angen masih tetap membutuhkan pembinaan dan pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan mengolah buah mente menjadi jamu, abon dan pengacipan. “Kita butuh berbagai pelatihan untuk meningkatkan sumber daya petani”, katanya.
Selain itu, lanjut Subeki, kelompok yang dipimpinnya juga termasuk kelompok penanam sekaligus penghasil semangka.  Dan bila tidak ada halangan, direncanakan pada pertengahan bulan Februari akan dilakukan panen raya buah semangka yang ditanam dilahan seluas 50 hektar lebih.
“Tanaman semangka ini cukup menguntungkan bagi petani, karena perhektar bisa menghasilkan diatas Rp, 50 juta”, tuturnya.
Subeki yang didampingi bendaharanya, Asrullah, mengaharapkan kepada pemerintah daerah KLU, provinsi dan pusat, untuk sering turun ke lapangan guna melihat langsung perkembangan gapoktan yang ada, sehingga mereka mengetahui mana kelompok siluman dan mana kelompok tani sejati. 
“Pemerintah tentu tidak cukup hanya menerima laporan dari belakang meja saja, tapi perlu sering turun ke lapangan  untuk melakukan pembinaan kepada kelompok tani yang berjalan programnya”, pintanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar