Sabtu, 28 Januari 2012

Khitanan Ala Komunitas Adat “Wetu Telu” Dusun Semokan

Dua Hari Baik Untuk Khitanan Anak
Komunitas adat  "wetu telu"  Dusun Semokan Desa Sukadana Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara merupakan komunitas yang terikat oleh norma-norma  atau hukum adat yang harus dipatuhi  dalam setiap aspek kehidupan komunitasnya, termasuk salah satu diantaranya adalah pelaksanan khitanan.
Khitanan sendiri bagi komunitas wetu telu dusun Semokan memiliki arti yang sangat penting berdasarkan adat dan budaya mereka di samping merupakan kewajiban bagi ummat Islam. Tradisi ini sudah berlangsung secara turun temurun sejak dari nenek moyang mereka.
Masyarakat dusun Semokan  umumnya menganut sistem budaya dan agama yang sama dengan masyarakat Bayan pada umumnya yaitu agama Islam dengan adat wetu telu, sehingga dusun Semokan merupakan bagian dari wilayah adat yang ada di Bayan. Demikian juga dalam hal mengkhitan anaknya, komunitas adat wetu telu dusun Semokan tidak jauh berbeda dengan adat dan budaya di Bayan. Dan pelaksanaan khitanan yang dilakukan oleh masyarakat  bisa dikatakan unik.
Dalam pelaksanan khitanan komunitas adat wetu telu dusun Semokan perlu mencari waktu yang baik, Dan menurut beberapa tokoh adat dusun Semokan menyebutkan bahwa waktu yang baik itu adalah pada hari senin dan kamis. Berbeda dengan pelaksanan khitanan yang dilakukan oleh masyarakat kebanyakan di Bayan atau masyarakat lainnya yang ada di Lombok yang melakukan khitanan pada hari apapun. Namum bagi masyarakat wetu telu dusun Semokan,  khitanan harus dilakukan pada hari senin dan kamis.
Menurut Erni Budiwati (2000 : 188-189) dikalangan wetu telu Bayan, anak laki-laki dikhitan pada saat berusia antara 3 hingga 10 tahun seperti Buang Awu, Ngurisang,  mereka juga memandang khitanan sebagai symbol peng-Islaman. Seorang anak tetap Buda sampai dia dikhitan. Kedudukan Raden Penyunat/ tukang khitan seperti jabatan adat lainnya bersifat turun temurun.
Lalu mengapa khitanan harus dilakukan pada hari senin dan kamis? Menurut penuturan beberapa tokoh adat dusun Semokan, hari senin dan kamis adalah hari yang mulia, karena pada hari senin Nabi Muhammad Saw dilahirkan, sedangkan hari kamis beliau diselmatakan dari mara bahaya. Selain itu masyarakat adat setempat juga mengakui bahwa pada hari senin Nabi Adam Alaihissalam  mulai menjalani kehidupan di syurga, sedangkan pada hari kamis Siti Hawa diciptakan untuk menemani Nabi Adam As.
Selain alasan tersebut masih ada lagi satu alasan yang mengemuka yakni dalam sejarah Nabi Muhammad Saw, pertama kali mengkhitan cucunya anak dari Sayyidina Ali, Ra pada hari senin. Berdasarkan beberapa alasan tersebut, sehingga komunitas adat di dusun Semokan melaksanakan acara khitanan pada hari senin dan kamis, sedangkan pada hari-hari lainnya tidak diperbolehkan. Dan ini masih tetap berlaku dari generasi ke generasi.
Menurut konsep keyakinan mereka, tidak diperbolehkan hari-hari lainnya untuk mengkhitan anak, karena hari selasa hari diciptakannya api oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Hari Rabu adalah hari diciptakannya angin. Hari jum'at adalah hari yang suci sehingga tidak diperbolehkan melakukan acara khitanan pada hari itu, sebab manusia pada dasarnya adalah kotor. Sedangkan hari sabtu, hari diturunkannya segala wabah penyakit, dan hari ahad  merupakan hari diciptakannya syetan untuk menggoda umat manusia.
Dalam buku Ensklopedia Islam diceritakan pula mengenai khitanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat mengkhitan cucunya yaitu Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib dan Husein Bin Ali Bin Abi Thalib pada saat mereka baru berusia 7 hari yang konon dilakukan pada hari Senin (Azyumardi Azra, 2002 : 332).
Berdasarkan keterangan ini mungkin juga nenek moyang masyarakat Dusun Semokan pernah mendengar tentang riwayat tersebut sehingga mereka melaksanakan khitanan pada hari Senin dan Kamis.  Dan ini diwariskan kepada anak cucu mereka hingga sekarang. Lalu adakah pantangannya bila tidak melakukan khitanan  anka pada hari senin atau kamis?
Bagi sebagian umat Islam, menentukan hari mengkhitan anak tidak ada pantangan, semua hari baik, kecuali hari Jum’at. Berbeda dengan komunitas adat wetu telu dusun Semokan, tidak semua hari bisa digunakan dalam melakukan acara ritual khitanan sebab ada pantangan yang diyakininya, yang bila pantangan ini dilanggar, maka akan menimbulkan suatu musibah.
Menurut Amak Sirtawali tokoh adat setempat, bila komunitas adat  wetu telu dusun Semokan melakukan khitanan selain hari Senin dan Kamis, maka anggota masyrakat akan ditimpa musibah bukan hanya kelurga si anak yang dikhitan, tetapi semua anggota komunitas yang ada di dusun Semokan. Seperti penyakit dan sebagainya. Bahkan ada keyakinan anak yang dikhitan akan mengalami gangguan kesehatan (sakit) berkepanjangan.

Penentuan Tanggal dan Persiapan Khitanan
Dalam Komunitas adat wetu telu di Dusun Semokan Desa Sukadana, hari yang baik untuk melakukan acara khitanan anak adalah hari senin dan kamis. Namun demikian, ternyata dua hari itu, juga harus ditentukan dengan tanggal bulan qamariyah.
Sebelum pelaksanan khitanan terlebih dahulu dilakukan berbagai persiapan termasuk penetuan bulan dan tanggal pelaksanan khitanan. Dalam menentukan bulan, biasanya komunitas adat  dusun Semokan melakukan sunatan pada bulan Jumadil Akhir, Rajab dan Sya’ban. Sementara tanggal yang  diikutinya adalah  tanggal 12, 18, 22 dan 28 yang bertepatan dengan hari Senin atau hari Kamis.
Bila  pada tahun itu tidak ada tanggal yang pas seperti disebutkan diatas yang bertepatan dengan hari senin dan kamis pada ketiga bulan tersebut, maka pada tahun itu, tidak diperbolehkan  melaksanakan khitanan anak. Dan bila tanggal 12, 18, 22 dan 28 ada pada salah satu bulan Jumadil Akhir, Rajab dan Sya’ban, maka baru dilakukan khitanan. Jadi tidak heran, bila komunitas adat setempat  sering melakukan mkhitanan secara kolektif (massal).
Setelah hari dan tanggal ditetapkan, maka tahap berikutnya adalah melakukan gundem (musyawarah) dengan mengumpulkan seluruh anggota keluarga (Kadang Jari) untuk memberitahukan tentang niatnya untuk mengkhitan anakya. Setelah semua keluarga mengetahui, barulah dilakukan persiapan mengumpulkan perlengkapan Gawe Nyunatang. Pemberitahuan ini biasa dilakukan dua minggu sebelum hari pelaksanaan.
Perlengkapan yang dikumpulkan untuk prosesi ini dimulai dari kayu, beras, kelapa, ketan, kambing atau kerbau bagi yang mampu, alat memasak dan lain-lain.  Semua persiapan ini dilakukan secara gotong royong, bahu membahu antar sesama komunitas adat.
Seminggu sebelum hari H perhelatan nyunatan, seorang keluarga diutus untuk menyilak (mengundang) Raden Penyunat (Mak Lokak Penyunat) atau juru khitan.  Dan biasanya si tukang penyilak Mak Lokak Penyunat membawa berupa rombong beras (sejenis mangkok yang berukuran besar yang terbuat dari bambu).  Rombong ini berisi 2 sampai 4 kg beras, telur ayam kampung 1 butir, lekok 1 geleng, buah pinang 1 biji, tembako dan senget (kapur sirih) secukupnya.
Tiga atau dua hari sebelum dilaksanannya khitanan, sang anak yang akan di khitan biasanya dibawa oleh orang tuanya untuk berziarah ke makam-makam yang dikeramatkan dan makam keluarganya. Ini disebut dengan ritual Ngaji Makam. Tujuan acara  ritual ini adalah untuk memohon doa keselamatan kepada arwah leluhur mereka agar anak yang akan dikhitan diberikan keselamatan dan  dijauhkan dari marabahaya dan petaka.
Caranyapun cukup sederhana, yakni   setelah sampai di makam yang diniatkan, maka dilakukan pembersihan kuburan (makam),  kemudian di atas kuburan tersebut ditaruh sebuah mangkok dari kuningan (bokor) yang diisi dengan air. Selain itu, dibuat juga sesaji dan pendupaan dan kemenyan.
Persiapan lain yang  dibawa berupa  ketupat, tikel (ketan yang bungkus dengan daun kelapa muda), dan makanan-makanan lainnya. Sementara air yang diisi di Bokor ini dibawa kesetiap makam yang akan dikunjungi oleh keluarga si anak yang akan dikhitan, Menurut kepercayaan komunitas adat wetu telu dusun Semokan mamfaat dari air tersebut adalah untuk memudahkan si anak dikhitan oleh Raden Penyunat, dan air tersebut akan dipercikkan pada kemaluan si anak, sebelum Raden Penyunat mulai memotong kulub dari kemaluan anak tersebut.

Mandi Dengan Air Wangi
Sehari sebelum hari “H” perhelatan khitanan,  pada sore harinya anak yang akan dikhitan biasanya dimandikan dengan air wangi yaitu air yang dicampur dengan bunga, air santan kelapa, parutan kunyit kemiri. Acara ritual ini dilakukan oleh ibu si anak yang dikhitan.
Mula-mula si anak dibubuhi air wangi kemudian digosok, selanjutnya air wangi disiramkan  ke atas kepalanya, lalu kesemua anggota badannya. Setelah itu air santan dioleskan pada bagian rambut sebagai keramas, kemudian dibersihkan lagi dengan air biasa. Dan bila sudah bersih, maka sebagai ritual terakhir barulah parutan kunyit yang dicampur dengan kemiri diusapkan di atas alis dan kening si anak.
Adapun menurut kepercayaan masyarakat Dusun Semokan ritual mandi ini dilakukan supaya anak yang akan dikhitan benar-benar bersih dari segala hadas, sebab pada esok harinya ia akan melakukan ritual suci yaitu khitanan yang merupakan syarat mereka masuk agama Islam.
Tahapan ke berikutnya adalah persiapan ritual berendam (Nyengkrem) di sungai, yang dilakukan sekitar pukul 04.00 dini hari menjelang hari dilaksanankannya khitanan. Anak yang akan disunat dibawa ke sungai untuk direndam sampai pukul 07.00 pagi. Dalam acara  ini sang anak diiringi dan diarak ke sungai dengan menggunakan tandu   yang dipikul oleh empat orang pria dan di iringi oleh orang banyak. Bagi keluarga yang mampu arak-arakan menuju sungai biasanya diiringi oleh kesenian Gong. (gendang beleq).

 Sesampainya di sungai sang anak yang akan dikhitan direndam setengah badan dengan dipangku oleh ayahnya.  Dan dia tidak boleh keluar dari sungai sebelum pukul 07.00 pagi meskipun kedinginan. Sebelum meninggalkan tempat tersebut terlebih dahulu sang anak mengambil air doa yang dilakukan seperti berwuduk, barulah dia pulang dengan mengenakan kain Tembasak (kain kapan) bersama para pengiringnya, dan di sambut  oleh keluarganya. untuk diberikan pakaian yang serba baru mulai dari Sapuq, Dodot dan Sabuq (ikat pinggangnya). Setelah berpakaian rapi, lalu dibawa keberugak kagungan oleh orang tuanya yang kemudian diberikan kepada Amaq Penyilaq untuk diserahkan lagi ke Raden Penyunat yang akan mengkhitannya.

Peralatan dan Prosesi Khitanan
Peralatan yang digunakan Mak Lokak Penyunat dalam acara khitanan masih bersifat tradisional. Hal ini dapat dilihat dari peralatan dan prosesi yang menyertai acara tersebut, kendati sekarang ini perlengkapan khitanan sudah modern dan petugas kesehatan sudah ada, namun dalam pelaksanan khitanan pada masyarakat Wetu Telu  Dusun Semokan tetap menggunakan alat-alat tradisional yang disebut dengan Bango-Bango
Peralatan dan proses pengkhitanan, komunitas adat wetu telu menyerahkan urusan ini pada Mak Lokak Penyunat. Karena biasanya setelah dilakukan penyilaan, Mak Lokak Penyunat akan mempersiapakan segala sesuatu yang akan digunakan mengkhitan anak. Karena hal ini telah diwariskan secara turun-temurun oleh para tetua (orang tua) terdahulu.
Mak Lokak Penyunat (Raden Penyunat) bagi masyarakat dusun Semokan merupakan jabatan tradisional yang legalitasnya diakui secara formal oleh masyarakat Bayan khususnya di desa Sukadana. Jabatan ini disandang secara turun temurun oleh keluarga Raden Penyunat. Alat yang dibawa pun cukup sederhana yaitu: Cupu (tempat menyimpan alat penyunat yang terbuat dari rotan), bango-bango dan penjempit serta pisau.
Sementara tuan rumah (epen gawe) menyiapkan sesuatu yang mengandung nilai dan filosofi tersendiri, seperti, , benang setukel,  kepeng bolong, beras, telur ayam, daun sirih, senget (kapur), buah pinang, rombong beras lengkap dengan tutupnya serta ayam jantan.
Kendati alat yang digunakan oleh Raden Penyunat terbilang masih tradisional dan sederhana tetapi masyarakat setempat, lebih memilih alat dan cara tradisional untuk menghitan anaknya, ketimbang cara modern seperti sekarang in. Ini disebabkan karena merka mentaati norma atau hukum adat yang berlaku di Dusun Semokan yang diwariskan secara turun temurun oleh para tetua terdahulu.
Demikianlah beberapa prosesi dan penentuan hari baik unuk khitanan anak bagi komunitas adat Dusun Semokan Desa Sukadana Kecamatan Bayan, yang hingga saat ini masih tetap terpelihara kelestariannya.

1 komentar:

  1. "Selain itu masyarakat adat setempat juga mengakui bahwa pada hari senin Nabi Adam Alaihissalam mulai menjalani kehidupan di syurga, sedangkan pada hari kamis Siti Hawa diciptakan untuk menemani Nabi Adam As."

    adakah hadis yg menyatakan kl nabi Adam Alaihissalam lahir pd hari senin??

    BalasHapus