Kamis, 03 November 2011

Dewan KLU Minta Bupati Evaluasi Bawahan

Lombok Utara - Ketua Komiai I DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU), Jasman Hadi meminta kepada bupati untuk melakukan evaluasi terhadap bawahannya. Karena berbagai persoalan terjadi belakangan ini akibat lambannya pembantu  bupati menyelesaikannya.

Persoalan yang terjadi antara lain, lahan TPA Jugil, Gili Trawangan dan terakhir kisruh di Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan yang diperparah lambannya penanganan pemerintah daerah.Selain itu masih adanya jabatan yang lowong dan rangkap jabatan turut memperparah kondisi ini.

"Di KLU ini senang pejabatnya berpoligami jabatan,’’ kata Ketua Komisi I DPRD KLU Jasman Hadi memberikan ilustrasi.

Jasman menyebut posisi sekda yang selama setahun ini sudah tiga kali di-plt-kan pada Asisten I. Sementara Asisten I sendiri menghadapi persoalan yang cukup berat terkait dengan masalah TPA Jugil. Dalam persoalan itu pun, sang Asisten I seperti menjadi ‘’korban’’ lantaran saat itu menjabat sebagai plt sekda.

pendapat senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi I Ardianto, kasus Trawangan juga makin parah lantaran tidak adanya pejabat yang bertanggungjawab penuh terhadap persoalan tersebut. Dulunya persoalan Trawangan dipegang oleh Asisten III. Setelah sakit beralih ke Kabag Hukum dan Organisasi. Di satu sisi Kabag Hukum juga memiliki ‘’kesibukan’’ lain mengurus perkara TPA dan Kades Pemenang Barat, di mana Pemda KLU keok di PTUN.

Persoalan di Akar-Akar juga dipicu lambannya kerja dari Inspektorat. Pemerintah tidak memberikan jawaban yang cepat dan tegas terkait persoalan di desa itu. Akhirnya keributan terjadi di masyarakat, bahkan sekarang mengarah pada konflik terbuka di masyarakat. Kubu pro kepala desa berhadapan langsung dengan kubu kontra kepala desa.

Pemerintah lamban menindaklanjuti dan memberikan jawaban terkait laporan penyimpangan dari kubu kontra yang pernah mendemo dan menyegel kantor desa.  ‘’Ada kelambanan menangani persoalan itu sehingga masalahnya sekarang lebih meluas,’’ katanya.

Menurut Ardianto, banyak pegawai di KLU yang sebenarnya bisa menempati posisi-posisi yang kosong tersebut. Hanya saja, lantaran ‘’trauma’’ politik yang terlalu lama, bupati dan wakil bupati lebih memilih mengisi jabatan tersebut dengan menempatkan orang-orang mereka. Akhirnya pekerjaan utama terganggu, pekerjaan tambahan tidak maksimal.(primadona)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar