Lombok Utara – Upaya masyarakat Gilitrawangan untuk memperjuangkan hak atas tanahnya yang kini dimenangkan PT Wana Wisata Alam Hayati (WAH), bertekat hingga darah penghabisan.
Pertemuan elemen masyarakat Gili Trawangan, Minggu Sore (2/10) menghasilkan empat butir ikrar. Ikrar tersebut disampaikan Ismail dan Zainuddin didampingi kuasa hukum, Rahman.
Kempat butir ikrar masyarakat Gili Trawangan adalah:
pertama, KAMI RAKYAT GILI TRAWANGAN AKAN TETAP TINGGAL DAN HIDUP SERTA MATI BERSAMA SEGENAP KELUARGA DI ATAS TANAH GILI TRAWANGAN.
Kedua, KAMI RAKYAT GILI TRAWANGAN MENOLAK PERAMPASAN TANAH MILIK KAMI DENGAN ALASAN APAPUN DEMI KEHIDUPAN DAN MASA DEPAN HIDUP KAMI DI ATAS TANAH GILI TRAWANGAN.
Ketiga, KAMI BERIKRAR BAHWA RAKYAT GILI TRAWANGAN ADALAH KELUARGA DAN KAMI AKAN SALING MELINDUNGI DALAM SETIAP ANCAMAN,PEMAKSAAN DAN PERAMPASAN HAK HIDUP DI ATAS TANAH GILI TRAWANGAN.
Kempat, KAMI DAN SEGENAP KELUARGA RAKYAT GILI TRAWANGAN AKAN MEMPERTAHANKAN HAK ATAS TANAH LELUHUR KAMI DI ATAS GILI TRAWANGAN SAMPAI TETES DARAH PENGHABISAN.
Lebih lanjut Rahman menyatakan, hingga saat ini hak alas atas tanah yang diklaim milik PT WAH masih perlu diuji di Pengadilan.
Sebab sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dijadikan dasar PT Wah baru terbit tahun 1996, sementara masyarakat Gili Trawangan sudah meniami lahan seluas 13 hektar itu sejak tahun 1973.
Yang lebih parahnya lagi bahwa pembuatan sertifiat GBU, di dalamnya ada sertfikat Hak Milik, yang sudah terbit sebelum HGB terbit.
PT WAH telah mengadukan warga ke Polda dengan tuduhan penggrahan. Dan telah ada putusan PN Mataram yang menghukum warga, namun masih dalam proses banding.
“Putusan Majelis Hakim PN Mataram tersebut sudah dikaji, dan penuh rekayasa. Hasil kajian hukum itu yang menjadi dasar banding di PT, ” demikian Rahman. (Alf) sumber: www.gomong.com
Pertemuan elemen masyarakat Gili Trawangan, Minggu Sore (2/10) menghasilkan empat butir ikrar. Ikrar tersebut disampaikan Ismail dan Zainuddin didampingi kuasa hukum, Rahman.
Kempat butir ikrar masyarakat Gili Trawangan adalah:
pertama, KAMI RAKYAT GILI TRAWANGAN AKAN TETAP TINGGAL DAN HIDUP SERTA MATI BERSAMA SEGENAP KELUARGA DI ATAS TANAH GILI TRAWANGAN.
Kedua, KAMI RAKYAT GILI TRAWANGAN MENOLAK PERAMPASAN TANAH MILIK KAMI DENGAN ALASAN APAPUN DEMI KEHIDUPAN DAN MASA DEPAN HIDUP KAMI DI ATAS TANAH GILI TRAWANGAN.
Ketiga, KAMI BERIKRAR BAHWA RAKYAT GILI TRAWANGAN ADALAH KELUARGA DAN KAMI AKAN SALING MELINDUNGI DALAM SETIAP ANCAMAN,PEMAKSAAN DAN PERAMPASAN HAK HIDUP DI ATAS TANAH GILI TRAWANGAN.
Kempat, KAMI DAN SEGENAP KELUARGA RAKYAT GILI TRAWANGAN AKAN MEMPERTAHANKAN HAK ATAS TANAH LELUHUR KAMI DI ATAS GILI TRAWANGAN SAMPAI TETES DARAH PENGHABISAN.
Lebih lanjut Rahman menyatakan, hingga saat ini hak alas atas tanah yang diklaim milik PT WAH masih perlu diuji di Pengadilan.
Sebab sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dijadikan dasar PT Wah baru terbit tahun 1996, sementara masyarakat Gili Trawangan sudah meniami lahan seluas 13 hektar itu sejak tahun 1973.
Yang lebih parahnya lagi bahwa pembuatan sertifiat GBU, di dalamnya ada sertfikat Hak Milik, yang sudah terbit sebelum HGB terbit.
PT WAH telah mengadukan warga ke Polda dengan tuduhan penggrahan. Dan telah ada putusan PN Mataram yang menghukum warga, namun masih dalam proses banding.
“Putusan Majelis Hakim PN Mataram tersebut sudah dikaji, dan penuh rekayasa. Hasil kajian hukum itu yang menjadi dasar banding di PT, ” demikian Rahman. (Alf) sumber: www.gomong.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar