MATARAM - Perebutan penumpang di Bandara Internasional Lombok (BIL), antara sesama sopir taksi dan antarsopir taksi dengan Damri mulai mencuat, dan rentan memicu konflik sosial.
Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Ridwan Syah, mengatakan aksi perebutan penumpang itu semata-mata dilatarbelakangi keinginan mendapatkan penghasilan dari usaha jasa transportasi.
"Itu wajar dan sudah menjadi risiko pengelola kendaraan pemadu moda di bandara, tetapi saya kira masih baru sehingga ada kecenderungan pengguna jasa transportasi lebih memilih Damri," ujarnya.
Ridwan mengatakan, sebelum Bandara Internasional Lombok (BIL) yang berlokasi di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, sekitar 40 kilometer arah selatan Kota Mataram itu dioperasikan, pihaknya sudah berkali-kali menggelar rapat koordinasi membahas berbagai hal yang berkaitan dengan kendaraan pemandu moda.
Pemerintah berkewajiban menyediakan kendaraan pemandu moda untuk mengakses BIL, seperti Damri dan taksi bandara serta sarana angkutan lainnya yang memungkinkan.
"Kami sudah rapat lebih dari lima kali dan sudah sering bicarakan hal itu, termasuk kemungkinan terjadi aksi perebutan penumpang. Tapi, yang pasti kendaraan pemandu moda tersedia agar tidak menyulitkan penumpang pesawat," ujarnya.
Sementara ini, tersedia lima unit Damri berkapasitas 40 orang penumpang yang melayani transportasi dari terminal bus Mandalika dan kawasan wisata Senggigi ke kawasan BIL.
Manajemen PT Angkasa Pura I selaku pengelola BIL juga menyediakan 75 unit taksi bandara yang dikelola Koperasi Kota Mataram (Kotama).
Bahkan, Pemprov NTB mendorong penyediaan sebanyak 130 unit taksi khusus untuk mengakses BIL berdasarkan analisis kebutuhan, sehingga masih ada 45 unit taksi lainnya yang akan disediakan untuk melayani penumpang pesawat di BIL.
Menurut Ridwan, masih dalam batas kewajaran jika dalam sepekan terakhir ini para penumpang pesawat di BIL lebih memilih Damri sebagai sarana transportasi menuju Kota Mataram dan kawasan wisata Senggigi, kemudian hal itu dikeluhkan para sopir taksi.
Apalagi, jika sebagian penumpang pesawat menggunakan kendaraan jemputan atau carteran khusus sesuai keinginannya.
Tarif Damri juga relatif murah yakni Rp15 ribu per orang dari tempat pemberhentiannya di Terminal Mandalika, dan Rp20 ribu dari lokasi pemberhentian di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat.
Sementara tarif untuk taksi BIL mencapai Rp100 ribu dari dan ke BIL, karena jarak tempuhnya sekitar 40 kilometer.
"Tentu saja sopir taksi mengeluh, tetapi itu hal yang biasa dan sudah menjadi risiko. Tetapi saya yakin di masa mendatang, pengguna jasa taksi bandara juga akan banyak seperti di bandara internasional lainnya," ujarnya.
Ridwan membenarkan adanya opini masyarakat bahwa jalur akses BIL belum aman karena belum didukung lampu penerangan jalan di sepanjang jalur itu, sehingga terkesan rawan gangguan kamtibmas.
Penyediaan lampu penerangan jalan masih terus dilakukan, namun baru akan rampung pada November atau Desember mendatang.
"Sementara ini, orang masih memilih Damri karena berasumsi ramai penumpangnya sehingga aman dari kemungkinan gangguan keamanan. Tetapi, kalau fasilitas pendukung seperti lampu jalan sudah ada semuanya, saya kira taksi juga menjadi pilihan favorit penumpang pesawat," ujarnya.(ant/mtr/kb/net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar