Mataram - Pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum Menang-Mataram, Nusa Tenggara Barat, membentuk tim pengacara untuk melayangkan gugatan perwakilan kelompok atau "class action" terkait kenaikan tarif yang dirasakan sangat membebani masyarakat.
"Kami ditunjuk oleh kelompok pelanggan PDAM Menang-Mataram untuk membantu melaksanakan tugas gugatan 'class action' itu," kata Dwi Sudarsono, selaku koordinator tim pengacara gugatan "class action" kenaikan tarif itu, di Mataram, Minggu.
Pengacara lainnya yang bergabung dalam tim itu yakni Burhanuddin, Irfan, Lalu Ahyar Supriadi, dan Munzirin.
Mereka tidak memasang tarif untuk tugas gugatan "class action" melawan manajemen PDAM Menang-Mataram yang mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif itu.
"Saat ini kami tengah menyusun dokumen gugatan bersama anggota tim dibantu para akademisi dan pakar hukum lainnya. Pengacara yang akan bergabung juga kemungkinan masih akan bertambah," ujar Dwi.
Tim pengacara itu dibentuk oleh kelompok pelanggan PDAM Menang-Mataram yang berasal dari kalangan akademisi, pegiat LSM dan tokoh pemuda. Beberapa diantaranya juga pengurus Gerakan Pemuda (GP) Anshor, Lembaga Studi Bantuan Hukum (LSBH) NTB, Direktur Semaidea Communication, Koordinator Pusat Penelitian Hukum dan Pengembangan Sumberdaya (P2HSD) Universitas Mataram (Unram).
Sejumlah peneliti P2HSD, dan pakar hukum perlindungan konsumen Fakultas Hukum Unram dan akademisi IAIN Mataram, juga bergabung dalam kelompok pelanggan itu.
Terhitung 1 Oktober 2011, PDAM Menang-Mataram memberlakukan tarif baru bagi 7.000 lebih pelanggannya yang tersebar di Kota Mataram, Lombok Barat dan Lombok Utara.
Tarif baru itu sebesar Rp650 per meter kubik, yang mengalami peningkatan yang cukup tajam dari tarif lama sebesar Rp450 per meter kubik, yang diberlakukan sejak 2006.
Sejumlah pelanggan PDAM Memang-Mataram itu kemudian berkumpul dan membahas langkah-langkah perlawanan secara hukum, hingga disepakati untuk menggalang pengaduan pelanggan dengan membentuk posko pengaduan keberatan terhadap kenaikan tarif bagi masyarakat.
Posko itu dipusatkan di Sekretariat GP Anshor NTB di Jalan Pendidikan nomor 6 Mataram, dan bagi pelanggan yang merasa keberatan dengan kenaikan tarif progresif PDAM itu serta mendukung langkah gugatan "class action" dipersilahkan menyampaikan keberatannya disertai identitas dan nomor rekening PDAM.
Kini, jumlah pelanggan yang menyatakan mendukung gugatan "class action" itu terus bertambah. Asosiasi Pelanggan PDAM Menang Mataram juga ikut bergabung dalam barisan pelanggan yang akan melayangkan gugatan tersebut, ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Posko pengaduan keberatan terhadap kenaikan tarif PDAM itu juga bertambah. Setelah di Sekretraiat GP Anshor, posko itu juga dibuka di Jalan Meninting Raya Nomor 19 Mataram, dan sejumlah lokasi di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara.
Ketua Asosiasi Pelanggan PDAM Menang-Mataram Bambang Teguh Cahyadi, menyatakan ikut bergabung dalam barisan pelanggan yang akan melakukan gugatan Class Action ini.
"Jika kita bersatu, tentu kita bisa lebih kuat. makanya kami datang kesini untuk bergabung dan bersama-sama. Kami juga memiliki rencana yang sama," ujar Bambang yang juga hadir dalam diskusi Forumwiken NTB, Jumat (21/10).
Ia mengatakan, kenaikan tarif "sepihak" yang dilakukan PDAM Menang-Mataram itu, merupakan kebijakan yang ketiga. Kenaikan pertama dilakukan 2005, kemudian 2007, dan 2011.
Kenaikan tarif ini dinilai sebagai kebijakan sepihak tanpa melibatkan pelanggan, khususnya asosiasi pelanggan, sehingga secara prosedural, ketetapan kenaikan tarif ini bertentangan dengan Permendagri 23/2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum PDAM.
Pasal 21 ayat 4 menyebutkan bahwa konsep usulan penetapan tarif terlebih dahulu dikonsultasikan dengan wakil atau forumpelanggan melalui berbagai media komunikasi untuk mendapatkan umpanbalik sebelum diajukan kepada kepala daerah.
Ayat lainnya menyatakan konsep usulan penetapan tarif beserta data pendukung dan umpan balik dari pelanggan sebagaimana dimaksud, diajukan secara tertulis kepada kepala daerah melalui badan pengawas.
"Kami dari asosiasi tidak pernah dilibatkan, tapi tarif ini naik begitu saja secara sepihak. PDAM tidak hanya melakukan kenaikan tarif air, tapi PDAM juga menaikkan biaya administrasi dan pemeliharaan hingga 100 persen lebih tanpa pernah diumumkan kepada publik. Pada Mei 2008, ada kenaikan administrasi dari Rp 2.200 menjadi Rp 5 ribu," ujar Bambang.
Bambang juga mempersoalkan pungutan jasa lingkungan yang pernah dipungut ke warga Kota Mataram dan Lombok Utara, selama lima bulan sebelum retribusi itu dihentikan, yakni terhitung sejak November 2009 hingga Maret 2010.
Sebelum akhir tahun ini, jumlah dana jasa lingkungan yang terkumpul mencapai Rp397,574 juta lebih. Dana itu kemudian dibagikan kepada tiga kelompok dengan total dana Rp191 juta lebih, namun masih tersisa banyak yang kemudian diendapkan. (mtrant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar