MATARAM – Persidangan terhadap tersangka terorisme di Pondok Pesantren Umar Bin Khatab (UBK) Sanolo, Bima, NTB, digelar di Tangerang, Banten. Pasalnya, semua Pengadilan Negeri yang ada di NTB belum memiliki hakim yang mempunyai sertifikasi penanganan teroris sebagai syarat untuk menjadi hakim dalam mengadili kasus tindak pidana terorisme.
Mak,a atas pertimbangan itu, proses persidangan terhadap ketujuh orang tersangka dalam kasus terorisme Bima, yang berkas pemeriksaannya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tersebut akan disidangkan diluar NTB.
Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) mana yang akan memeriksa dan memutuskan kasus tersebut sudah ditunjuk oleh Mahkamah Agung (MA). ”Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung (MA) ditunjuk Pengadilan Negeri (PN) Tanggerang, “ucap Ketua PN Mataram. H Ali Makki, SH, ketika ditemui Rabu (5/10/2011) siang.
Menurutnya, bahwa keputusan tersebut merujuk pada Surat Keputusan (SK) No:129/K-MA/SK/VIII/2010 tertanggal 24 Agustus 2011 yang baru diterimah pada tanggal 14 September 2011 yaitu terkait tentang penunjukan Pengadilan Negeri Tanggerang untuk memeriksa dan memutuskan perkara pidana Abrori M.Ali dan kawan-kawan.
Keluarnya SK dari MA tersebut, setelah Pengadilan Negeri (PN) Bima mengusulkan pada Pengadilan Tinggi (PT) Mataram yang ditembuskan pula ke Pengadilan Negeri Mataram untuk menggelar sidang terorisme tersebut, namun karena pengadilan Mataram tidak memiliki hakim yang mempunyai sertifikasi penanganan terorisme, akhirnya bersurat ke Pengadilan Tinggi yang mana pengadilan TInggi bersurat ke Mahkamah Agung, berdasarkan kajian oleh MA maka ditunjuklah PN Tanggerang.
Sebebagaimana telah diberitakan sebelumnya berkas perkara ketujuh tersangka dalam tindak pidana terorisme itu diserahkan Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) NTB, Kombes Pol Heru Pranoto, diterima Aspidum Kejati NTB Anwaruddin.
Ketujuh tersangka itu masing-masing Ustadz Abrori bin Ali Gani (27), Sa'ban Arahman (18), Rahmat Ibnu Umar (36), Rahmat Hidayat (22), Mustakim Abdullah (17), dan Furqan (24).
Mereka dijadikan sebagai tersagka terkait ledakan bom di pondok Khilafah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, pada 11 Juli 2011 lalu. Para tersangka itu dijerat Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan undang-undang darurat. (Joko/mataramnews) Foto: Ilustrasi
Mak,a atas pertimbangan itu, proses persidangan terhadap ketujuh orang tersangka dalam kasus terorisme Bima, yang berkas pemeriksaannya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tersebut akan disidangkan diluar NTB.
Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) mana yang akan memeriksa dan memutuskan kasus tersebut sudah ditunjuk oleh Mahkamah Agung (MA). ”Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung (MA) ditunjuk Pengadilan Negeri (PN) Tanggerang, “ucap Ketua PN Mataram. H Ali Makki, SH, ketika ditemui Rabu (5/10/2011) siang.
Menurutnya, bahwa keputusan tersebut merujuk pada Surat Keputusan (SK) No:129/K-MA/SK/VIII/2010 tertanggal 24 Agustus 2011 yang baru diterimah pada tanggal 14 September 2011 yaitu terkait tentang penunjukan Pengadilan Negeri Tanggerang untuk memeriksa dan memutuskan perkara pidana Abrori M.Ali dan kawan-kawan.
Keluarnya SK dari MA tersebut, setelah Pengadilan Negeri (PN) Bima mengusulkan pada Pengadilan Tinggi (PT) Mataram yang ditembuskan pula ke Pengadilan Negeri Mataram untuk menggelar sidang terorisme tersebut, namun karena pengadilan Mataram tidak memiliki hakim yang mempunyai sertifikasi penanganan terorisme, akhirnya bersurat ke Pengadilan Tinggi yang mana pengadilan TInggi bersurat ke Mahkamah Agung, berdasarkan kajian oleh MA maka ditunjuklah PN Tanggerang.
Sebebagaimana telah diberitakan sebelumnya berkas perkara ketujuh tersangka dalam tindak pidana terorisme itu diserahkan Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) NTB, Kombes Pol Heru Pranoto, diterima Aspidum Kejati NTB Anwaruddin.
Ketujuh tersangka itu masing-masing Ustadz Abrori bin Ali Gani (27), Sa'ban Arahman (18), Rahmat Ibnu Umar (36), Rahmat Hidayat (22), Mustakim Abdullah (17), dan Furqan (24).
Mereka dijadikan sebagai tersagka terkait ledakan bom di pondok Khilafah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, pada 11 Juli 2011 lalu. Para tersangka itu dijerat Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan undang-undang darurat. (Joko/mataramnews) Foto: Ilustrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar