Lombok Utara - Segentar merupakan salah satu nama dusun yang terletak di desa Sukadana Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Dusun ini selain memiliki wisata rumah adat tradisional, yang banyak dikunjungi, baik wistawan lokal maupun asing, juga sebagian besar warganya masih menganut dan melestarikan adat wetu telu, yaitu sebuah adat yang mengajarkan prilaku dalam kehidupannya sehari-hari.
Kendati demikian, warga setempat tidak pernah menolak kehadiran para da’i dan lembaga pendidikan keagamaan.
Hal ini ditunjukkan seratus persen anak-anak mereka disekolahkan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Ulum De Koning School yang didirikan pada tahun 1990 yang dibantu oleh pemerintah Belanda.
Keberadaan MI yang mulai aktif belajar-mengajar pada tahun 1994 ini, cukup memberikan pengaruh positif dan membawa perubahan bagi warga setempat. Ini dikerenakan belum adanya lembaga pendidikan yang berdiri ditempat tersebut.
“Ketika saya datang pada tahun 1988, sedikit sekali anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan, bahkan bisa dihitung dengan jari, karena jarak SD terdekat dari Dusun Segentar sekitar 3 kilometer, dan tenu anak-anak tidak kuat untuk berjalan kaki”, kata ustaz Suhardi, A.Ma ketika ditemui di ruang kerjanya 12/9.
Waktu itu, lanjut Suhardi yang mengaku dikirim menjadi da’i oleh TGH. Safwan Hakim, tidak ada satu orangpun diantara warga atau anak-anak mereka yang tamat SLTP, apalagi SLTA. Melihat kondisi inilah, TGH. Safwan Hakim yang juga pimpinan Pondok Pesatren Nurul Hakim mendirikan sebuah masjid sebagai tempat mengajar anak-anak mengaji.
“Tidak lama berselang, didirikanlah MI Miftahul Ulum De Koning School atas inisiatif donator dari Belanda. Dengan adanya MI ini kami mulai mencetak kader-kader da’i yang sekarang ini sudah banyak masuk ke pondok pesantren dan kuliah dibebeberapa universitas baik di Mataram maupun di Jawa”, jelas Suhardi yang juga Kepala MI Miftahul Ulum.
Dikatakan, untuk tahun ini, jumlah siswa yang belajar di MI Miftahul Ulum 91 orang dengan 10 tenaga pengajar. Selain itu sudah sering menerima bantuan dari pemerintah baik berupa dana rehab, BOS, BSM, bahkan bantuan dari turis asing yang kebetulan berkunjung ke Dusun segenter. “Beberapa waktu lalu kami menerima bantuan meubiler dari salah seorang donator dari negeri Belanda”, katanya.
Apa tantangan terberat sekarang ini? Menjawab pertanyaan tersebut, Suhardi mengaku masih minimnya kesedaran orang tua untuk mealnjutkan studi anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ini disebabkan selain karena perekonomian warga yang rata-rata sebagai petani di lahan kering yang hanya bisa menanam pada saat musim hujan juga sekolah yang dikelola baru sebatas MI out put De Coning School. "Jadi anak-anak yang sudah tamat di MI ini sebagian besar tidak melanjutkan studynya ke jenjang yang lebih tinggi, dan jarak SLTP dari dusun Segenter puluhan kilo", katanya sedih.
“Untuk mengatasinya, pada tahun ini kami sudah membuka SMP terbuka bekerjasama dengan SMPN 2 Akar-Akar. Agar mereka mau menyekolahkan anaknya, kami harus berkeliling dari rumah ke rumah untuk memberikan kesadaran akan pentingnya menuntut ilmu dibangku sekolah. Alhamdulillah, tamatan MI Miftahul ulum sudah rata-rata melanjutkan studynya ke SMP terbuka”, kata Suhardi bersyukur.
Lebih lanjut Suhardi menjelaskan, dalam melaksanakan tugas menjadi da’i dan guru honorer sangat dibutuhkan keihlasan, sebab dari segi finansial bila dihitung tentu tidak akan mencukupi, lebih-lebih kalau sudah berkeluarga. “Kalau dihitung honor, tidak akan cukup menutupi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi bila kita ihlas dan bersyukur apa yang diberikan Allah SWT, tentu kenikmatan itu akan ditambah serta diberikan jalan keluar dari semua kesulitan”, katanya mengingatkan.(ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar