Lombok Utara — Tidak seperti biasanya, DPRD KLU yang selama ini akrab dan terbuka dengan kalangan pers tiba-tiba berubah sikap. Dua kali pembahasan APBD Perubahan 2011, awak media yang selama ini getol mengikuti pembahasan anggaran itu diminta untuk keluar ruangan. Bahkan kemarin siang, ketika agenda pembahasan antara legislatif dan eksekutif awak media dihadang di depan pintu masuk ruang sidang. ‘’Ngeyel sekali,’’ kata salah seorang staf di DPRD KLU yang menghalangi wartawan dan LSM mendengar pembahasan APBD Perubahan itu.
Para awak media yang biasa ngepos dan sejak awal ikut pembahasan APBDP 2011, mulai sejak pembahasan KUA/PPAS itu terang saja heran dengan perubahan itu. Hanya satu kata terlontar dari ketua DPRD KLU, Mariadi, yang memimpin pertemuan pada Senin (26/9), pertemuan itu sifatnya internal dan tidak layak untuk dipublikasikan. Awak media yang sudah menunggu dan diinformasikan soal pertemuan itu terang saja kecewa. ‘’Ya kaget juga tiba-tiba disuruh keluar. Kemarin-kemarin tidak pernah seperti ini,’’ kata Danu, wartawan Radar Lombok.
Pun demikian dengan pertemuan antara legislatif dan eksekutif pada Selasa siang kemarin (27/9). Lagi-lagi wartawan diminta untuk keluar. Bahkan sudah ada ‘’bodyguard’’ yang menunggu di depan pintu masuk. Wartaan koran ini yang mengikuti pembahasan APBD Perubahan 2011 sejak awal, merasakan perubahan sikap dewan ini terjadi setelah pembahasan dana Rp 3,2 miliar yang dialokasikan untuk pembangunan SDN 2 Tanjung dan TK Negeri Pembina Tanjung.
Dana itu dianggarkan pada APBD 2011, namun tidak pernah dieksekusi oleh pemerintah. Belakangan pemerintah mengajukan dana Rp 1,9 miliar untuk lahan pembangunan sekolah tersebut. Aturannya, ketika dana tidak terpakai, maka itu dibahas di perubahan. Maka, dalam sidang-sidang antara legislatif dan eksekutif, dana yang tidak terpakai itu dibahas bersama untuk pengalokasiannya. Misalnya saja dana Jamkrida sebesar Rp 1 miliar yang batal disetor ke provinsi akan dialihkan untuk program penangulangan kemiskinan, termasuk juga untuk penambahan PJU. ‘’Semangat APBD Perubahan itu memang seperti itu. Ketika ada perubahan anggaran, di APBDP inilah dibahas,’’ kata Ketua Komisi III DPRD KLU Ahmad Husnaen.
Berubahnya sikap dewan, terjadi ketika dana sebesar Rp 3,2 miliar yang gagal dieksekusi itu akan dibahas pengalihannya. Alangkah terkejutnya para anggota dewan yang terhormat ketika dana tersebut sudah dirincikan penggunaannya oleh pihak eksekutif. Legislatif berang, tanpa dilibatkan, dana sebesar Rp 3,2 miliar itu seenaknya dialihkan oleh eksekutif.
Dana sebesar Rp 3,2 miliar kabarnya digunakan untuk pembelian tanah, pembayaran gaji dan dana-dana hibah lainnya. Ahmad Husnaen yang dikonfirmasi masalah ini membenarkan adanya perubahan nomenklatur dana Rp 3,2 miliar untuk pembangunan gedung SDN 2 Tanjung dan TK Negeri Pembina Tanjung itu. ‘’Mengubah nomenklatur itu yang menjadi masalahnya,’’ kata politisi Hanura ini.
Dalam pertemuan Senin dan Selasa kemarin sedianya membahas dana yang tiba-tiba berubah nomenklaturnya itu. Di saat itulah dewan yang selama ini membiarkan, bahkan sering mengundang wartawan untuk melipuat kegiatan-kegiatan dewan mulai tertutup. Pintu ruang sidang pun tertutup. ‘’Ini justru akan memunculkan banyak kecurigaan, ada apa tiba-tiba tertutup. Jangan sampai ada main mata antara dewan dengan eksekutif,’’ kata Wakil Ketua NTB Parliament Watch (NPW) L Mamad yang juga diminta keluar ketika mengikuti pertemuan itu.
Menurut Mamad, tertutupnya pembahasan APBD Perubahan 2011 itu bisa memunculkan banyak kecurigaan. Mestinya anggaran untuk rakyat itu bisa diakses oleh masyarakat luas. Pers dan LSM sebagai salah satu representasi perwakilan masyarakat memiliki hak untuk mendengar dan mendapatkan informasi mengenai APBD itu. ‘’Anggaran yang dibahas itu bukan milik papuq baloq (kakek-nenek moyang) mereka. Itu anggaran untuk rakyat, dan rakyat perlu tahu,’’ katanya.
Dikatakan Mamad, yang mengikuti sejak awal pembahasan APBD Perubahan 2011 ini, menduga soal uang Rp 3,2 miliar itu yang menjadi masalah awal ketertutupan dewan. Pergesaran anggaran itu memang cukup sensitif dibahas dan diketahui oleh publik. ‘’Yang berbahaya justu ketika ada deal-deal di balik anggaran itu,’’ katanya. (fat) Lombok Post
Para awak media yang biasa ngepos dan sejak awal ikut pembahasan APBDP 2011, mulai sejak pembahasan KUA/PPAS itu terang saja heran dengan perubahan itu. Hanya satu kata terlontar dari ketua DPRD KLU, Mariadi, yang memimpin pertemuan pada Senin (26/9), pertemuan itu sifatnya internal dan tidak layak untuk dipublikasikan. Awak media yang sudah menunggu dan diinformasikan soal pertemuan itu terang saja kecewa. ‘’Ya kaget juga tiba-tiba disuruh keluar. Kemarin-kemarin tidak pernah seperti ini,’’ kata Danu, wartawan Radar Lombok.
Pun demikian dengan pertemuan antara legislatif dan eksekutif pada Selasa siang kemarin (27/9). Lagi-lagi wartawan diminta untuk keluar. Bahkan sudah ada ‘’bodyguard’’ yang menunggu di depan pintu masuk. Wartaan koran ini yang mengikuti pembahasan APBD Perubahan 2011 sejak awal, merasakan perubahan sikap dewan ini terjadi setelah pembahasan dana Rp 3,2 miliar yang dialokasikan untuk pembangunan SDN 2 Tanjung dan TK Negeri Pembina Tanjung.
Dana itu dianggarkan pada APBD 2011, namun tidak pernah dieksekusi oleh pemerintah. Belakangan pemerintah mengajukan dana Rp 1,9 miliar untuk lahan pembangunan sekolah tersebut. Aturannya, ketika dana tidak terpakai, maka itu dibahas di perubahan. Maka, dalam sidang-sidang antara legislatif dan eksekutif, dana yang tidak terpakai itu dibahas bersama untuk pengalokasiannya. Misalnya saja dana Jamkrida sebesar Rp 1 miliar yang batal disetor ke provinsi akan dialihkan untuk program penangulangan kemiskinan, termasuk juga untuk penambahan PJU. ‘’Semangat APBD Perubahan itu memang seperti itu. Ketika ada perubahan anggaran, di APBDP inilah dibahas,’’ kata Ketua Komisi III DPRD KLU Ahmad Husnaen.
Berubahnya sikap dewan, terjadi ketika dana sebesar Rp 3,2 miliar yang gagal dieksekusi itu akan dibahas pengalihannya. Alangkah terkejutnya para anggota dewan yang terhormat ketika dana tersebut sudah dirincikan penggunaannya oleh pihak eksekutif. Legislatif berang, tanpa dilibatkan, dana sebesar Rp 3,2 miliar itu seenaknya dialihkan oleh eksekutif.
Dana sebesar Rp 3,2 miliar kabarnya digunakan untuk pembelian tanah, pembayaran gaji dan dana-dana hibah lainnya. Ahmad Husnaen yang dikonfirmasi masalah ini membenarkan adanya perubahan nomenklatur dana Rp 3,2 miliar untuk pembangunan gedung SDN 2 Tanjung dan TK Negeri Pembina Tanjung itu. ‘’Mengubah nomenklatur itu yang menjadi masalahnya,’’ kata politisi Hanura ini.
Dalam pertemuan Senin dan Selasa kemarin sedianya membahas dana yang tiba-tiba berubah nomenklaturnya itu. Di saat itulah dewan yang selama ini membiarkan, bahkan sering mengundang wartawan untuk melipuat kegiatan-kegiatan dewan mulai tertutup. Pintu ruang sidang pun tertutup. ‘’Ini justru akan memunculkan banyak kecurigaan, ada apa tiba-tiba tertutup. Jangan sampai ada main mata antara dewan dengan eksekutif,’’ kata Wakil Ketua NTB Parliament Watch (NPW) L Mamad yang juga diminta keluar ketika mengikuti pertemuan itu.
Menurut Mamad, tertutupnya pembahasan APBD Perubahan 2011 itu bisa memunculkan banyak kecurigaan. Mestinya anggaran untuk rakyat itu bisa diakses oleh masyarakat luas. Pers dan LSM sebagai salah satu representasi perwakilan masyarakat memiliki hak untuk mendengar dan mendapatkan informasi mengenai APBD itu. ‘’Anggaran yang dibahas itu bukan milik papuq baloq (kakek-nenek moyang) mereka. Itu anggaran untuk rakyat, dan rakyat perlu tahu,’’ katanya.
Dikatakan Mamad, yang mengikuti sejak awal pembahasan APBD Perubahan 2011 ini, menduga soal uang Rp 3,2 miliar itu yang menjadi masalah awal ketertutupan dewan. Pergesaran anggaran itu memang cukup sensitif dibahas dan diketahui oleh publik. ‘’Yang berbahaya justu ketika ada deal-deal di balik anggaran itu,’’ katanya. (fat) Lombok Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar