Lombok Utara - Harga minyak tanah di sejumlah pengecer di Kabupaten Lombok Utara (KLU) masih tinggi antara Rp 7 ribu-Rp 8 ribu per liter. Harga yang tinggi ini jauh beda dengan harga minyak tanah di tingkat pangkalan hanya Rp 3.500 per liter.
Keterangan yang diperoleh, Senin (27/6) kemarin menyebutkan banyak pengecer menjual minyak tanah dengan harga berkisar antara Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu per liter. Kendati di semua desa sudah didistribusikan kompor dan tabung LPG beserta peralatan yang lain, ternyata masih banyak warga yang membeli minyak tanah untuk kebutuhan memasak. Alasan warga takut menggunakan kompor yang memakai tabung LPG karena khawatir meledak.
‘’Kalau pangkalan memang harga minyak tanah Rp 3.500 per liter. Di pengecer harganya lebih mahal, ada yang Rp 8 ribu per liter,’’ kata seorang ibu yang enggan disebut identitasnya.
Pemilik pangkalan di Tanak Song, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung Tanwir menerangkan cukup banyak warga yang datang ke tempatnya membeli minyak tanah mengingat di pengecer harganya cukup mahal. Seorang warga yang datang membawa 2 - 3 buah jerigen, alasannya ada temannya yang menitip membeli mintak tanah. Ia sempat melarang warga membawa jerigen lebih dari satu buah, namun warga beralasan jerigen itu milik temannya.
Saat ini Tanwir hanya menerima jatah minyak tanah dari agen di Mataram sebanyak 1.100 liter selama seminggu. Alokasi ini beda saat minyak tanah belum langka yang mencapai 2 ribu liter per minggu. Ia juga merasa heran mengapa pengecer menjual minyak tanah dengan harga mahal, padahal di tingkat pangkalan dijual seharga Rp 3.500 per liter.
Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindagkop dan UKM KLU Komang Karta, SP., menyatakan pihak Pertamina menyatakan dengan didropnya tabung dan kompor LPG ke desa-desa distribusi minyak tanah bersubsidi mulai dikurangi. Mestinya, kata Komang Karta Pertamina tidak melakukan pengurangan jatah minyak tanah bersubsidi sebelum semua warga memahami dan mau menerima kompor gas.
Buktinya, kata Komang Karta di beberapa desa tabung LPG masih menumpuk di halaman kantor desa. Hal ini terjadi karena masyarakat trauma dengan beberapa kasus kompor LPG yang meledak di beberapa daerah. Sisi lain masyarakat belum paham cara mengoperasian kompor tersebut. Ia merencanakan memperingati hari jadi ke 3 KLU pada Juli mendatang akan mengadakan operasi pasar (OP) minyak tanah. Namun, rencana ini tergantung dari dukungan Pertamina. ‘’Kita masih bersurat ke Pertamina apakah rencana ini disetujui atau tidak,’’ jelasnya. (051)
Keterangan yang diperoleh, Senin (27/6) kemarin menyebutkan banyak pengecer menjual minyak tanah dengan harga berkisar antara Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu per liter. Kendati di semua desa sudah didistribusikan kompor dan tabung LPG beserta peralatan yang lain, ternyata masih banyak warga yang membeli minyak tanah untuk kebutuhan memasak. Alasan warga takut menggunakan kompor yang memakai tabung LPG karena khawatir meledak.
‘’Kalau pangkalan memang harga minyak tanah Rp 3.500 per liter. Di pengecer harganya lebih mahal, ada yang Rp 8 ribu per liter,’’ kata seorang ibu yang enggan disebut identitasnya.
Pemilik pangkalan di Tanak Song, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung Tanwir menerangkan cukup banyak warga yang datang ke tempatnya membeli minyak tanah mengingat di pengecer harganya cukup mahal. Seorang warga yang datang membawa 2 - 3 buah jerigen, alasannya ada temannya yang menitip membeli mintak tanah. Ia sempat melarang warga membawa jerigen lebih dari satu buah, namun warga beralasan jerigen itu milik temannya.
Saat ini Tanwir hanya menerima jatah minyak tanah dari agen di Mataram sebanyak 1.100 liter selama seminggu. Alokasi ini beda saat minyak tanah belum langka yang mencapai 2 ribu liter per minggu. Ia juga merasa heran mengapa pengecer menjual minyak tanah dengan harga mahal, padahal di tingkat pangkalan dijual seharga Rp 3.500 per liter.
Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindagkop dan UKM KLU Komang Karta, SP., menyatakan pihak Pertamina menyatakan dengan didropnya tabung dan kompor LPG ke desa-desa distribusi minyak tanah bersubsidi mulai dikurangi. Mestinya, kata Komang Karta Pertamina tidak melakukan pengurangan jatah minyak tanah bersubsidi sebelum semua warga memahami dan mau menerima kompor gas.
Buktinya, kata Komang Karta di beberapa desa tabung LPG masih menumpuk di halaman kantor desa. Hal ini terjadi karena masyarakat trauma dengan beberapa kasus kompor LPG yang meledak di beberapa daerah. Sisi lain masyarakat belum paham cara mengoperasian kompor tersebut. Ia merencanakan memperingati hari jadi ke 3 KLU pada Juli mendatang akan mengadakan operasi pasar (OP) minyak tanah. Namun, rencana ini tergantung dari dukungan Pertamina. ‘’Kita masih bersurat ke Pertamina apakah rencana ini disetujui atau tidak,’’ jelasnya. (051)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar