Mataram - Aktivitas penjualan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari NTB masih marak terjadi. TKI yang direkrut dari NTB biasanya dijual di Jakarta dengan harga yang sudah ditentukan. Terkait aktivitas ini, Disnakertrans NTB, sudah mengambil sejumlah tindakan. Tak kurang dari tiga Perusahaan Pengerah TKI Swasta (PPTKIS), kini sudah dibekukan sementara aktivitasnya di NTB.
Sinyalemen maraknya aktivitas penjualan TKI asal NTB itu diungkap oleh Kabid Penempatan dan Perluasan Kerja Disnakertrans NTB, Zaenal, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD NTB, Senin (27/6) kemarin. Disinyalir, TKI – TKI dari NTB dijual di Jakarta dengan harga sekitar Rp 7 juta perorang. Tiga PPTKIS sudah dibekukan sementara karena terlibat aktifitas semacam ini.
Aktivitas PPTKIS yang merugikan TKI juga diungkapkan oleh Asisten I Setda NTB, Nasibun, SH, M.TP. Menurutnya, keluhan ini juga terungkap dari internal APJATI. Namun, untuk melakukan penertiban terhadap aktivitas semacam itu, juga menimbulkan gejolak di internal APJATI NTB. Pemerintah dan pemerintah daerah semakin sulit karena harus mengawasi aktivitas PPTKIS yang jumlahnya membengkak menjadi 225 perusahaan.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Patompo Adnan, Lc, MH, yang berbicara dalam kesempatan itu menyadari bahwa ketika penghentian pengiriman TKI diberlakukan, memang akan muncul reaksi. Reaksi muncul baik dari PPTKIS yang berkepentingan memberangkatkan, maupun masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri. Namun, ujarnya, terkait berbagai persoalan ini pemerintah juga tidak akan tinggal diam.
Patompo juga menyebutkan bahwa banyaknya Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang akhirnya bermasalah di luar negeri terjadi karena masalah kepemimpinan keluarga yang tidak optimal. “Mereka rata – rata kepala keluarga,” ungkapnya. Beban ekonomi yang tidak bisa dipenuhi di daerah sendirilah yang akhirnya mendorong mereka pergi ke luar negeri untuk menafkahi keluarga.
Dalam rapat, sempat pula dibahas soal sejumlah persoalan terkini yang tengah dihadapi terkait keberadaan TKI asal NTB di luar negeri. Saat ini, sedikitnya ada tiga TKI asal NTB yang meninggal dunia di Arab Saudi. Dua jenazah persoalannya sudah diselesaikan oleh pemerintah. Sementara, satu jenazah lagi sedang dibicarakan dengan pihak keluarga yang tetap menginginkan jenazah itu dipulangkan.
Sementara, mengenai nasib Edy Saputra alias Supriadi TKI asal Seteluk Sumbawa Barat, yang terancam hukuman mati, saat ini juga tengah diupayakan untuk meminta keringanan hukuman. “Sekarang sudah sampai Mahkamah Rayuan (sebutan untuk salah satu tahapan dalam lembaga peradilan di Malaysia). Mudah – mudahan hasil negosiasi bisa dirundingkan,” ujarnya. (aan)
Sinyalemen maraknya aktivitas penjualan TKI asal NTB itu diungkap oleh Kabid Penempatan dan Perluasan Kerja Disnakertrans NTB, Zaenal, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD NTB, Senin (27/6) kemarin. Disinyalir, TKI – TKI dari NTB dijual di Jakarta dengan harga sekitar Rp 7 juta perorang. Tiga PPTKIS sudah dibekukan sementara karena terlibat aktifitas semacam ini.
Aktivitas PPTKIS yang merugikan TKI juga diungkapkan oleh Asisten I Setda NTB, Nasibun, SH, M.TP. Menurutnya, keluhan ini juga terungkap dari internal APJATI. Namun, untuk melakukan penertiban terhadap aktivitas semacam itu, juga menimbulkan gejolak di internal APJATI NTB. Pemerintah dan pemerintah daerah semakin sulit karena harus mengawasi aktivitas PPTKIS yang jumlahnya membengkak menjadi 225 perusahaan.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Patompo Adnan, Lc, MH, yang berbicara dalam kesempatan itu menyadari bahwa ketika penghentian pengiriman TKI diberlakukan, memang akan muncul reaksi. Reaksi muncul baik dari PPTKIS yang berkepentingan memberangkatkan, maupun masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri. Namun, ujarnya, terkait berbagai persoalan ini pemerintah juga tidak akan tinggal diam.
Patompo juga menyebutkan bahwa banyaknya Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang akhirnya bermasalah di luar negeri terjadi karena masalah kepemimpinan keluarga yang tidak optimal. “Mereka rata – rata kepala keluarga,” ungkapnya. Beban ekonomi yang tidak bisa dipenuhi di daerah sendirilah yang akhirnya mendorong mereka pergi ke luar negeri untuk menafkahi keluarga.
Dalam rapat, sempat pula dibahas soal sejumlah persoalan terkini yang tengah dihadapi terkait keberadaan TKI asal NTB di luar negeri. Saat ini, sedikitnya ada tiga TKI asal NTB yang meninggal dunia di Arab Saudi. Dua jenazah persoalannya sudah diselesaikan oleh pemerintah. Sementara, satu jenazah lagi sedang dibicarakan dengan pihak keluarga yang tetap menginginkan jenazah itu dipulangkan.
Sementara, mengenai nasib Edy Saputra alias Supriadi TKI asal Seteluk Sumbawa Barat, yang terancam hukuman mati, saat ini juga tengah diupayakan untuk meminta keringanan hukuman. “Sekarang sudah sampai Mahkamah Rayuan (sebutan untuk salah satu tahapan dalam lembaga peradilan di Malaysia). Mudah – mudahan hasil negosiasi bisa dirundingkan,” ujarnya. (aan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar