Jumat, 18 Maret 2011

AMAN Paer Daya, Prihatin Atas Ancaman Punahnya Gotong Royong

Lombok Utara - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Paer Daya mengaku prihatin atas ancaman kepunahan semangat gotong royong dan menghilangnya musyawarah (gundem) dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian dikemukakan Ketua Dewan AMAN KLU, Asmadi Medo, pada pernyataan sikapnya yang disampaikan didepan ratusan tokoh adat pada pemubukaan festival gasingan 17/3, di Goar Segoar Desa Sukadana Kecamatan Bayan, Lombok Utara.
Ditegaskan, dengan semangat Hari Kebagkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN), yang digelorakan 12 tahun lalu, tidak lain agar kita semua warga masyarakat di gumu paer daya tetap menjaga, memelihara, mempertahankan, mengembangkan nilai-nilai terbaik, dan jalan hidup yang memuliakan kemanusiaan untuk setiap jiwa dan mahluk Tuhan lainnya.
Asmadi Medo, meminta kepada pemerintah KLU, agar memberikan pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat di gumi paer daya Lombok Utara.Demikian juga dengan symbol-simbol peradaban dan kemartabatan budaya dan adat istiadat, agar dijadikan icon dalam setiap bentuk kebijakan dan pembangunan di Dayan Gunung.
Selain itu, pawing atau hutan adat yang ada supaya terpelihara secara arif, perlu dituangkan dalam kebijakan RTRW KLU. Dan dalam proses penyelesaian sengketa di masyarakat adat, pemerintah diharapkan untuk memfasilitasi proses terbentuk dan berjalannya majlis karma adat ditingkat desa.
Sekertaris Jenderal AMAN dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Dewan AMAN Pusat, Kamardi, SH menyebutkan, bahwa pada akhir bulan Maret ini, sebagai rangkaian perayaan HKMAN, masyarakat adat dari seluruh pelosok Asia Fasifik dan lembaga donor dunia mendukung gerakan adat akan berkumpul di Bali dan di Lombok untuk menata hubungan yang setara, saling menguatkan, lebih terbuka untuk saling memahami kekuatan dan kelemahan masing-masing, serta saling membagi kekayaan dan inspirasi.
“Melalui pertemuan ini, relasi pemberi (donor) yang kuat, dengan penerima (masyarakat adat), yang lemah harus kita kaji ulang untuk menemukan relasi baru yang lebih produktif untuk gerakan masyarakat adat di Asia dan Fasific, dan ini kita memulainya dari Indonesia”, katanya.
Acara pembukaan festival gasinga ini diawali dengan pembacaan lontar oleh pepaos, Saidah Nurcandra dan Remadi yang menampilkan tembang Jinanti, dan diakhiri dengan penampilan rudat dari Sukadana yang menampilkan nuansa Islami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar