LOMBOK UTARA (Primadona) - Perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara terhadap budaya pepaosan dinilai masih minim.
Penilain tersebut diungkapkan oleh Saidah Nurcandra, ketua pepaosan Desa Sukadana Kecamatan Bayan-KLU, (6/4) ketika ditemui Primadona di rumahnya di Dusun Teluk. Menurutnya, sejak terbentuknya KLU, perhatian pemkab terhadap budaya pepaosan ini memang masih kurang. Padahal pepaosan sendiri adalah sebuah budaya pembacaan lontar yang perlu dilestarikan”, jelasnya.
Saidah menuturkan, sebelum dirinya tinggal di Dusun Teluk Desa Sukadana, pepaosan kurang begitu menarik terutama dikalangan kaum remaja. Dan sejak tahun 1995, budaya pembacaan lontar ini kembali digerakkan oleh beberapa tokoh setempat, karena dapat dipastikan setiap masyarakat mengadakan acara ’begawe’ atau pesta seperti khitanan, tampah wirang dan lainnya, bagi penduduk asli Bayan, hampir dapat dipastikan, pepaosan ini selalu digelar sampai semalam suntuk.
Anggota kelompok pepaosan yang tergabung dalam grup pepaosan Sedalu-Dalu sebanyak 20 0rang yang terdiri dari para orang tua dan remaja. ”Dan untuk memudahkan mereka belajar membaca hurup Jawa Kuno yang terdapat dalam lontar, dibuatkan semacam rumusan yang bisa dibaca oleh para pemula, yang penting syaratnya bisa membaca tulisan latin”, katanya.
Lontar yang dibacanya antara lain, lontar (takepan) Bangbari dan takepan Puspakarma dan Babad Lombok yang sudah ditulis dengan hurup latin untuk menarik para remaja yang belum menguasai huruf Jawa Kuno. ”Jadi setelah mereka bisa membaca kita tinggal latih tembangnya saja”, jelas Saidah yang juga salah seorang dalang wayang ini.
Sedangkan nama tembang yang diajarkan bagi puluhan grupnya ini adalah tembang sinom yang biasanya ditembangkan dalan cerita yang cerah-ceria (bahagia). Kemudian tembang kumambang biasanya padfa cerita kesedihan atau duka cita. Sementara tembang durma dan tembang pangkur dilantunkan pada saat membaca cerita peperangan (pertempuran). ”Namun dari kesemuanya itu yang paling terkenal adalah tembang sinom dan kasmaran”, tuturnya.
Sejak didirikan grup pepaosan Sedalu- Dalu ini puluhan tahun lalu, perhatian pemerintah, baik pemerinrtah di tingkat desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi masih kurang. ”Tujuan kami mendirikan grup pepaosan ini, bagaimana agar pepaosan ini bisa dikenal oleh masyarakat luas, karena pembacaan lontar ini adalah sebuah budaya yang tidak boleh dihilangkan”,katanya.
Pada tahun 2008 lalu, grup pepaosan ini pernah di undang oleh Sanggar Budaya Kabupaten Lombok Barat untuk mewakili kecamatan Bayan. Dan pada acara tersebut dihadiri oleh para pelingsir dan tokoh yang ada di Lombok. Dan pada saat itu para tokoh berpesan, bahwa pepaosan ini jangan sampai hilang. ”Namun sayang setelah KLU terbentuk, perhatian Pemkab setempat hingga saat ini bisa dikatakan belum ada”, paparnya.
”Karenanya dengan Pemilukada mendatang, saya sebagai ketua Pepaosan di Desa Sukadana, berprinsif, bila ada salah satu calon yang mendukung keberadaan pepaosan ini, maka itulah yang kita dukung pada 7 Juni 2010 mendatang”, tegasnya.
Kepada pemkab KLU, Saidah mengharapkan agar perhatiannya terhadap grup pepaosan ini bisa lebih ditingkatkan. Sebab grup Sedalu-Dalu yang dibinanya disamping memiliki kemampuan membaca lontar, juga dapat membuat tambang-tembang sesuai dengan kebutuhan pemerintah, seperti tembang pancasila. (M.Syairi)
Anggota kelompok pepaosan yang tergabung dalam grup pepaosan Sedalu-Dalu sebanyak 20 0rang yang terdiri dari para orang tua dan remaja. ”Dan untuk memudahkan mereka belajar membaca hurup Jawa Kuno yang terdapat dalam lontar, dibuatkan semacam rumusan yang bisa dibaca oleh para pemula, yang penting syaratnya bisa membaca tulisan latin”, katanya.
Lontar yang dibacanya antara lain, lontar (takepan) Bangbari dan takepan Puspakarma dan Babad Lombok yang sudah ditulis dengan hurup latin untuk menarik para remaja yang belum menguasai huruf Jawa Kuno. ”Jadi setelah mereka bisa membaca kita tinggal latih tembangnya saja”, jelas Saidah yang juga salah seorang dalang wayang ini.
Sedangkan nama tembang yang diajarkan bagi puluhan grupnya ini adalah tembang sinom yang biasanya ditembangkan dalan cerita yang cerah-ceria (bahagia). Kemudian tembang kumambang biasanya padfa cerita kesedihan atau duka cita. Sementara tembang durma dan tembang pangkur dilantunkan pada saat membaca cerita peperangan (pertempuran). ”Namun dari kesemuanya itu yang paling terkenal adalah tembang sinom dan kasmaran”, tuturnya.
Sejak didirikan grup pepaosan Sedalu- Dalu ini puluhan tahun lalu, perhatian pemerintah, baik pemerinrtah di tingkat desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi masih kurang. ”Tujuan kami mendirikan grup pepaosan ini, bagaimana agar pepaosan ini bisa dikenal oleh masyarakat luas, karena pembacaan lontar ini adalah sebuah budaya yang tidak boleh dihilangkan”,katanya.
Pada tahun 2008 lalu, grup pepaosan ini pernah di undang oleh Sanggar Budaya Kabupaten Lombok Barat untuk mewakili kecamatan Bayan. Dan pada acara tersebut dihadiri oleh para pelingsir dan tokoh yang ada di Lombok. Dan pada saat itu para tokoh berpesan, bahwa pepaosan ini jangan sampai hilang. ”Namun sayang setelah KLU terbentuk, perhatian Pemkab setempat hingga saat ini bisa dikatakan belum ada”, paparnya.
”Karenanya dengan Pemilukada mendatang, saya sebagai ketua Pepaosan di Desa Sukadana, berprinsif, bila ada salah satu calon yang mendukung keberadaan pepaosan ini, maka itulah yang kita dukung pada 7 Juni 2010 mendatang”, tegasnya.
Kepada pemkab KLU, Saidah mengharapkan agar perhatiannya terhadap grup pepaosan ini bisa lebih ditingkatkan. Sebab grup Sedalu-Dalu yang dibinanya disamping memiliki kemampuan membaca lontar, juga dapat membuat tambang-tembang sesuai dengan kebutuhan pemerintah, seperti tembang pancasila. (M.Syairi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar