LOMBOK UTARA - Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Pertembangan dan Energi Kabupaten Lombok Utara (KLU), Ir. H. Zainul Arifin yang menganggap ritual Selamatan Telabah adalah perbuatan syirik, dinilai melecehkan adat. Bahkan para tokoh adat KLU, kemarin (3/1) melakukan pertemuan (gundem) di Sekretariat Persekutuan Masyarakat Adat Lombok Utara (perekat Ombara).
Datu Artadi, salah seorang tokoh adat menegaskan, bahwa ungkapan kepala dinas PU itu sangat memalukan dan sudah melakukan pelecehan ataupun penghinaan terhadap adapt dan budaya yang selama ini dimiliki dan harus dipertahankan, apapun konsekuensinya.
Seperti diberitakan beberapa media lokal, bahwa pada tanggal 28/12 lalu ratusan masyarakat Kecamatan Tanjung yang tergabung dalam kelompok tani pengguna air dan irigasi yang bersumber dari Bendungan Pekatan Desa Jenggala menggelar Selamatan Telabah dengan memotong seekor kerbau yang kepalanya dilarungkan ke telabah atau kali, sebagai wujud syukur pada Tuhan.
Acara inipun dihadiri oleh beberapa pejabat teras KLU, seperti Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Drs. Subartono, Kabag Kesra KLU, Jamiludin, camat Tanjung, H. Irnadi Kusuma dan beberapa tokoh adat, agama serta dinas terkait lainnya.
Seperti ditulis Koran BERITA (4/1), bahwa Kadis PU KLU mengatakan, bahwa ritual adat yang dikerjakan jika dengan memotong kerbau yang kemudian kepalanya dibuang, itu adalah perbuatan syirik. Karena menurut agama Islam, pun Al-Qur’an, sesuatu yang mubazir dan membuang-buang makanan serta membuang-buang uang itu adalah saudaranya syetan.
Ungkapan tersebut mendapat cercaan dan kritikan keras dari para tokoh masyarakat dan tokoh adat KLU. Seperti Ketua Perekat Ombara, Kamardi SH, yang menjelaskan bahwa pernyataan tersebut meliputi beberapa unsur, diantaranya memfitnah, melecehkan dan tidak menghormati masyarakat adat.
Peserta yang hadir dalam gundem tersebut menyimpulkan, kalau Kadis PU KLU Zainul Arifin sudah melanggar hukum adat Nggawe Pati Ngelepuhing Jagad (melakukan dan mengeluarkan ucapan yang telah membuat masyarakat resah dan bisa menimbulkan konflik).
Dan denda yang diberlakukan diantaranya, Rebang Alung (memotong kerbau), seketi kepeng bolong sebanyak 35 uang bolong dengan nilai 99 ribu rupiah atau setara dengan Rp. 3 juta lebih, dan 4 dulang 40 ancak (makanan-red) yang akan dibagikan kepada fakir miskin.
Jika yang bersangkutan mangkir dari hokum adapt, maka akan diberikan sanksi karma wet, atau Selong (diusir dari KLU-red), dan semua keturunannya tidak diperkenankan berada di wilayah Dayan Gunung sampai kapanpun.
Ditanyakan soal sanksi atau denda adat yang akan diberlakukan, Zainul Arifin menjawab, tidak bisa dong, saya kan membina staf dan binaan saya, ken apa harus sampai disana.
Menurutnya masalah ini berawal dari panitia syukuran yang meminta sumbangan kepada Dinas PU, tapi tidak ada dana untuk itu. “Kalau hanya sekedar syukuran tidak ada masalah. “Tapi kalau syukuran yang dibarengi dengan memotong kerbau dan kepalanya dibuang menurut agama Islam itu kurang bagus dan termasuk syirik tersamar” tegas Zainul.
Datu Artadi, salah seorang tokoh adat menegaskan, bahwa ungkapan kepala dinas PU itu sangat memalukan dan sudah melakukan pelecehan ataupun penghinaan terhadap adapt dan budaya yang selama ini dimiliki dan harus dipertahankan, apapun konsekuensinya.
Seperti diberitakan beberapa media lokal, bahwa pada tanggal 28/12 lalu ratusan masyarakat Kecamatan Tanjung yang tergabung dalam kelompok tani pengguna air dan irigasi yang bersumber dari Bendungan Pekatan Desa Jenggala menggelar Selamatan Telabah dengan memotong seekor kerbau yang kepalanya dilarungkan ke telabah atau kali, sebagai wujud syukur pada Tuhan.
Acara inipun dihadiri oleh beberapa pejabat teras KLU, seperti Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Drs. Subartono, Kabag Kesra KLU, Jamiludin, camat Tanjung, H. Irnadi Kusuma dan beberapa tokoh adat, agama serta dinas terkait lainnya.
Seperti ditulis Koran BERITA (4/1), bahwa Kadis PU KLU mengatakan, bahwa ritual adat yang dikerjakan jika dengan memotong kerbau yang kemudian kepalanya dibuang, itu adalah perbuatan syirik. Karena menurut agama Islam, pun Al-Qur’an, sesuatu yang mubazir dan membuang-buang makanan serta membuang-buang uang itu adalah saudaranya syetan.
Ungkapan tersebut mendapat cercaan dan kritikan keras dari para tokoh masyarakat dan tokoh adat KLU. Seperti Ketua Perekat Ombara, Kamardi SH, yang menjelaskan bahwa pernyataan tersebut meliputi beberapa unsur, diantaranya memfitnah, melecehkan dan tidak menghormati masyarakat adat.
Peserta yang hadir dalam gundem tersebut menyimpulkan, kalau Kadis PU KLU Zainul Arifin sudah melanggar hukum adat Nggawe Pati Ngelepuhing Jagad (melakukan dan mengeluarkan ucapan yang telah membuat masyarakat resah dan bisa menimbulkan konflik).
Dan denda yang diberlakukan diantaranya, Rebang Alung (memotong kerbau), seketi kepeng bolong sebanyak 35 uang bolong dengan nilai 99 ribu rupiah atau setara dengan Rp. 3 juta lebih, dan 4 dulang 40 ancak (makanan-red) yang akan dibagikan kepada fakir miskin.
Jika yang bersangkutan mangkir dari hokum adapt, maka akan diberikan sanksi karma wet, atau Selong (diusir dari KLU-red), dan semua keturunannya tidak diperkenankan berada di wilayah Dayan Gunung sampai kapanpun.
Ditanyakan soal sanksi atau denda adat yang akan diberlakukan, Zainul Arifin menjawab, tidak bisa dong, saya kan membina staf dan binaan saya, ken apa harus sampai disana.
Menurutnya masalah ini berawal dari panitia syukuran yang meminta sumbangan kepada Dinas PU, tapi tidak ada dana untuk itu. “Kalau hanya sekedar syukuran tidak ada masalah. “Tapi kalau syukuran yang dibarengi dengan memotong kerbau dan kepalanya dibuang menurut agama Islam itu kurang bagus dan termasuk syirik tersamar” tegas Zainul.
SAYA MENDUKUNG KEPALA DINAS PU KLU, PERBUATAN SELAMATAN SEPERTI ITU SYIRIK, SAYA ANAK LOMBOK MERASA MALU PADA ORANG ORANG YANG MALAH MARAH DAN MERASA DILECEHKAN KETIKA DISAMPAIKANNYA SEBUAH KEBENARAN, LALU APA ARTINYA MENGAKU ISLAM KALAU TIDAK DIJALANKAN SESUAI AJARAN TAUHIDNYA? ISLAM MENTOLERANSI ADAT, TAPI TIDAK YANG BERBAU SYIRIK, AUDZUBILLAH MIN DZALIK. MOHON DIPOSTING
BalasHapusbetul itu syirik, jangan dong memelihara budaya yang bertentangan dengan islam, rasulullah ketika datang membawa islam mereka qaum musyrikin menentangnya dengan mengatakan, celaka kau Muhammad, mengapa kamu mencela perbuatan yang sudah dilakukan sejak nenek moyang kita?
BalasHapusJadi intinya adat yang tidak sesuai norma tauhid seperti diatas harus dihilangkan, sebagaimana juga adat orang2 jawa yang selamatan laut nyi roro kidul, atau sesajen merapi, karena itu adalah budaya non islam lebih tepatnya hindu atau budha.
DAN SATU LAGI,BUKANKAH DOSA SYIRIK ITU DOSA YANG SANGAT BESAR?
BalasHapus