Selasa, 15 Desember 2009

Fenomena Alam Akibat Pemanasan Global

Lombok Utara - Kita seringkali tidak sadar membaca tanda-tanda alam kita, dimana panas bumi semakin naik, abrasi pantai dan bencana terus terjadi dimana-mana dan semua ini fenomena alam akibat pemanasan global.

Demikian diungkapkan Kamrdi SH, pada acara Gendu rasa bersama puluhan tokoh adat dari Desa Loloan, Bayan, Senaru dan Desa Karang Bajo yang berlangsung di rumah ketua Pranata Adat Karang Bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, Rianom S.Sos, minggu 13/12).

Menurutnya, ketika pohon-pohon hutan habis dan bumi kehilangan sumberdayanya yang sangat berharga yang seharusnya secara terus menerus menyerap CO2 yang ada di atmosfir. Hasil risert terbaru menunjukkan bahwa dari 32 miliar ton CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia per tahunnya kurang dari 5 miliar ton diserap oleh hutan. Dan kita di Pulau Lombok sudah sangat terasa dimana pada saat musim hujan seperti sekarang ini terjadi panas yang luar biasa. “Ini akibat penebangan kayu secara liar sehingga sangat terpengarus pada pemanasan global”, kata Kamardi yang juga pengurus Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pusat ini.

Dan sejak tahun 2004, lanjut Kamardi rata-rata petani kita sudah mulai turun produksi pertaniannya dan nilai jualnya anjlok sementara kebutuhan masyarakat cukup tinggi. “Selain itu lapangan kerja juga sempit artinya tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang terus meningkat di nusantara ini”, kata Kamardi, yang juga ketua Persekutuan Masyarakat Adat Lombok Utara (Perekat Ombara).

Kamardi menambahkan, jika dilihat di Kecamatan Bayan, peranan masyarakat adat dalam menjada hutannya sudah cukup bagus dan bahkan akan dijadikan sebuah hutan adat percontohan di Indonesia, karena rata-rata masyarakat adapt itu pasti hidup berdekatan dengan hutan. “Dan di Lombok hutan (pawang) adat paling tidak memiliki fungsi sacral dan sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat”, jelasnya.

Menyoroti tentang batas-batas hutan adat, menurut Kamardi, pihak Pengurus Daerah AMAN KLU akan dalam waktu dekat ini akan mengirin dua peserta untuk belajar pemetaan partisipatif dan membuat data dasar atau pendokumentasian. “Pada akhir Desember ini, kami akan mengirin dua orang untuk mengikuti pendidikan selama satu bulan di Bogor”, katanya.

Hal tersebut juga diakui oleh Sekertaris AMAN KLU, Husnul Munadi. Bahkan menurut aktivis muda ini, secara nasional program ini diikitu lima provinsi yaitu Sulawesi, Maluku, sukabumi, NTT dan NTB. “Dan untuk NTB kita mengambil dari KLU untuk belajar pemetaan dan membuat data basic”, jelasnya.

Sementara dalam sesi dialog, beberapa tokoh adat Bayan yang ahli dalam bidang penghitungan (hisab) mengatakan, pada dasarnya tahun tidak pernah berubah, hanya saja hujan sampai pertengahan Desember ini belum juga turun sehingga diperkirakan hujan sudah mundur sampai empat bulan. Akibatnya banyak masyarakat kita kekurangan air bersih dan para petanipun tidak dapat menanam apa-apa, lebih-lebih di lahan kering yang hanya mengandalkan air hujan. Dan kejadian seperti inilah dikenal dengan istilah Bayan Madang Dunia atau pemanasan global.

Sedangkan Rianom, yang sekaligus sebagai ketua Pranata Adat Karang Bajo mengakui, hal ini juga pernah terjadi puluhan tahun lalu, sehingga ada sabda (tiok base) atau terdengar suara gaib yang meminta kepada para toak lokak untuk membangunkan ‘bilok mate’ (Seruling Dewa). Mendengar suara tersebut, lanjut Rianom digelarlah acara mendewa selama tiga kali yaitu malam senin, kamis dan hari senin. Dan setelah tiga kali berturut-turut melakukan ‘mendewa’, hujanpun turun. “Dan barangkali acara ritual seperti ini perlu kita bangkitkan kembali untuk mengatsi pemanasan global ini”, pintanya.

Dalam gendu rasa yang dilaksanakan oleh reducing emissions from deforestation and forest dedradation (REDD) atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan ini, Rianom mengharapkan kepada semua tokoh ada yang hadir untuk memberikan masukan dan gagasan untuk mengatasi madang dunia atau pemenasan global ini demi untuk kepentingan masyarakat banyak. Sesi dialognya sendiri dipandu oleh kepala desa Karang Bajo Kertamalip.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar