Praya - Setelah di Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima petani terancam gagal tanam, ancaman serupa juga dialami petani di wilayah Lombok Tengah (Loteng). Kekeringan akibat belum turunnya hujan, mengancam keberlangsungan musim tanam pertama tahun 2009-2010 ini. Tercatat, sekitar 300-400 hektar tanaman padi milik petani di Bumi Tatas Tuhu Trasne ini, kini terancam gagal tanam.
Hal ini terjadi tidak sepenuhnya karena faktor alam. Namun juga karena faktor manusia yakni petani. “Petani terlalu cepat menanam. Tanpa memperhatikan imbauan pemerintah yang meminta mereka untuk bersabar dulu, sebelum ada kejelasan pola tanam,” ungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Loteng, Ir. H. Dwi Sugiyanto, MM kepada Suara NTB, diruang kerjanya, Sabtu (12/12).
Ia menjelaskan, dalam menentukan pola tanam pemerintah melihat kondisi musim. Kalau memang musim sudah memungkinkan, baru penanaman bisa dimulai. Artinya, para petanilah yang harus menyesuaikan diri dengan musim. Karena musin tidak mungkin menyesuaikan diri dengan keinginan petani. “Saat ini sesuai perkiraan BMG masih musim kemarau. Jadi petani diharapkan untuk tidak menanam dulu,” jelasnya.
Nanti pada akhir Desember atau awal Januari 2010, baru diperkirakan sudah memasuki musim penghujan. Disanalah petani bisa melakukan aktivitas penanaman secara penuh. Karena kalau saat ini melakukan penanaman, petani terkesan memaksakan diri. Sehingga risiko yang mesti ditanggung, tentunya juga lebih besar lagi.
Terutama di daerah-daerah yang masuk kawasan tadah hujan. Jelas akan sangat berisiko untuk melakukan penanaman. Kalau di daerah-daerah irigasi teknis, memang tidak jadi persoalan. Pasalnya, air baku yang dibutuhkan masih mampu dipenuhi oleh ketersediaan air di bendungan atau waduk yang ada. Namun itu juga tetap berisiko, jika kemudian hujan tak kunjung turun.
Dwi mengungkapkan, dari hasil pemantauannya, di sejumlah daerah di Loteng banyak lahan pertanian yang terancam gagal tanam. Beberapa wilayah yang petaninya sudah mulai melakukan pembibitan, juga terancam mengalami gagal pembibitan, akibat dari minimnya ketersedian air permukaan.
Pihaknya lanjut Dwi, sudah mengimbau kepada para petani untuk berhati-hati melakukan penanaman, dengan memperhatikan kondisi musim. Tapi tampaknya petani kurang mengindahkan imbauan tersebut. Sehingga banyak yang kemudian nekad melakukan penanaman, padahal kondisi musim belum memungkinkan. “Akibatnya bisa dilihat seperti saat ini, banyak tanaman dan bibit padi milik petani yang rusak,” jelasnya.
“Kini kita semua hanya bisa berharap hujan bisa segera turun,” imbuh mantan Kabag Admintrasi Pembangunan (AP) Setda Loteng ini. Bahkan, jika kondisi musim masih terus berlangsung seperti saat ini, maka ancaman kekeringan yang lebih parah lagi bisa saja terjadi. “Bagi petani yang proses pembibitannya gagal, akan diupayakan ada bantuan bibit,” tambah Dwi.
Disinggung adanya penggunaan laser pemecah awan di lokasi pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) yang mengakibatkan hujan di Loteng tak kunjung turun? Dwi menjelaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. ‘’Itu hanya isu belaka yang belum bisa dibuktikan kebenarannya. Memang dalam perkembangan teknologi yang kian maju saat ini, penggunaan laser pemecah awam dengan maksud untuk menjegah turunnya hujan memungkinkan dilakukan. Tapi itu hanya pada kondisi dan situasi tertentu saja,’’ katanya.
Menurutnya, di kawasan BIL saat ini justru butuh air untuk menyirami tanaman yang ada. ‘’Jadi buat apa menggunakan laser pemecah awan,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa saat ini di BIL tinggal pengerjaan proyek-proyek kecil saja. Sedangkan pengerjaan proyek yang besar sudah selesai semua. ‘’Sehingga meski turun hujan, tidak akan mengganggu jalannya proyek,’’ pungkasnya. (kir)
Hal ini terjadi tidak sepenuhnya karena faktor alam. Namun juga karena faktor manusia yakni petani. “Petani terlalu cepat menanam. Tanpa memperhatikan imbauan pemerintah yang meminta mereka untuk bersabar dulu, sebelum ada kejelasan pola tanam,” ungkap Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Loteng, Ir. H. Dwi Sugiyanto, MM kepada Suara NTB, diruang kerjanya, Sabtu (12/12).
Ia menjelaskan, dalam menentukan pola tanam pemerintah melihat kondisi musim. Kalau memang musim sudah memungkinkan, baru penanaman bisa dimulai. Artinya, para petanilah yang harus menyesuaikan diri dengan musim. Karena musin tidak mungkin menyesuaikan diri dengan keinginan petani. “Saat ini sesuai perkiraan BMG masih musim kemarau. Jadi petani diharapkan untuk tidak menanam dulu,” jelasnya.
Nanti pada akhir Desember atau awal Januari 2010, baru diperkirakan sudah memasuki musim penghujan. Disanalah petani bisa melakukan aktivitas penanaman secara penuh. Karena kalau saat ini melakukan penanaman, petani terkesan memaksakan diri. Sehingga risiko yang mesti ditanggung, tentunya juga lebih besar lagi.
Terutama di daerah-daerah yang masuk kawasan tadah hujan. Jelas akan sangat berisiko untuk melakukan penanaman. Kalau di daerah-daerah irigasi teknis, memang tidak jadi persoalan. Pasalnya, air baku yang dibutuhkan masih mampu dipenuhi oleh ketersediaan air di bendungan atau waduk yang ada. Namun itu juga tetap berisiko, jika kemudian hujan tak kunjung turun.
Dwi mengungkapkan, dari hasil pemantauannya, di sejumlah daerah di Loteng banyak lahan pertanian yang terancam gagal tanam. Beberapa wilayah yang petaninya sudah mulai melakukan pembibitan, juga terancam mengalami gagal pembibitan, akibat dari minimnya ketersedian air permukaan.
Pihaknya lanjut Dwi, sudah mengimbau kepada para petani untuk berhati-hati melakukan penanaman, dengan memperhatikan kondisi musim. Tapi tampaknya petani kurang mengindahkan imbauan tersebut. Sehingga banyak yang kemudian nekad melakukan penanaman, padahal kondisi musim belum memungkinkan. “Akibatnya bisa dilihat seperti saat ini, banyak tanaman dan bibit padi milik petani yang rusak,” jelasnya.
“Kini kita semua hanya bisa berharap hujan bisa segera turun,” imbuh mantan Kabag Admintrasi Pembangunan (AP) Setda Loteng ini. Bahkan, jika kondisi musim masih terus berlangsung seperti saat ini, maka ancaman kekeringan yang lebih parah lagi bisa saja terjadi. “Bagi petani yang proses pembibitannya gagal, akan diupayakan ada bantuan bibit,” tambah Dwi.
Disinggung adanya penggunaan laser pemecah awan di lokasi pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) yang mengakibatkan hujan di Loteng tak kunjung turun? Dwi menjelaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. ‘’Itu hanya isu belaka yang belum bisa dibuktikan kebenarannya. Memang dalam perkembangan teknologi yang kian maju saat ini, penggunaan laser pemecah awam dengan maksud untuk menjegah turunnya hujan memungkinkan dilakukan. Tapi itu hanya pada kondisi dan situasi tertentu saja,’’ katanya.
Menurutnya, di kawasan BIL saat ini justru butuh air untuk menyirami tanaman yang ada. ‘’Jadi buat apa menggunakan laser pemecah awan,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa saat ini di BIL tinggal pengerjaan proyek-proyek kecil saja. Sedangkan pengerjaan proyek yang besar sudah selesai semua. ‘’Sehingga meski turun hujan, tidak akan mengganggu jalannya proyek,’’ pungkasnya. (kir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar