Senin, 01 September 2014

Sumber Mata Air Mandala Tetap Terjaga

Lombok Utara - Mandala atau Mendala berasal dari dua suku kata  yaitu Ma dan Bendala.  Ma berarti pemberian, dan Bendala berarti tempat menyimpan sesuatu (sejenis peti). Dan bila dua kata itu  digabung menjadi satu maka akan dikenal dengan sebuatan Mendala yang berarti pemberian dari Tuhan sebagai tempat  menyimpan debit air yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.
Hutan Mendala yang didalamnya memiliki beberapa  sumber mata air merupakan hutan tutupan adat yang artinya dilindungi secara adat dengan awiq-awiq. Luasnya tidak besar. Dan berdasarkan hasil pengukuran yg dilakukan dinas kehutanan pada tahun 2012 luasnya hanya 1359 m2, atau  0.13 ha.
Hutan Mandala diyakini masyarakat Bayan sebagai tempat sakral, karena di salah satu bagian terdapat Mesjid Bakeq atau mesjidnya para jin. Sumber mata air yang ada di Mandala diyakini  mempunyai hubungan lagnsung  dengan air yang berada di Danau Segara Anak Gunung Rinjani.
Sementara Gunung Rinjani merupakan jatung kehidupan masyarakat di Pulau Lombok,  karena seperti diketahui, 90 % mata Air yang berada di Pulau Lombok itu terdapat di hutan kawasan Gunung Rinjani.  Jadi air dari Gunung Rinjani ini menjadi sumber kehidupan di Pulau Lombok.
Keberadaan Hutan Mandala kaya dengan nilai-nilai luhur budaya. Salah satunya adalah konsep  “Pemalik” yaitu ketika seseorang hendak masuk ke hutan secara sembarangan. Larangan memasuki hutan Mendala secara sembarangan, yang bila dilanggar akan mendapat musibah atau gangguan di kemudian hari. Dan apabila hutan Mandala dirusak serta kayunya ditebang, maka perusak tersebut diwajibkan membayar denda adat yang harus dipenuhi.
Sementara almarhum Amaq Iramaya, salah seorang tokoh Mandala semasa hidupnya pernah menceritakan, bahwa Mandala artinya ksatria. Kisah Mandala atau ksatria  dimaksud dikaitkan  dengan salah satu mata air yang konon merupakan tempat pemandian bidadari. Kisahnya seperti Cerita Jaka Tarub dan Bidadari.
Dikisahkan pada satu ketika Mandala mengambil selendang bidadari yang sedang mandi di salah satu sumber mata air  sehingga membuat sang bidadari tidak dapat kembali (terbang) ke istana langit. Kemudian muncul Sang Mandala yang telah menyembunyikan selendang tersebut dan menawarkan jika sang bidadari mau diperistri, maka selendang tersebut akan dikembalikan. Akhirnya dengan sedikit putus asa Sang Bidadari memenuhi tawaran tersebut dan ternyata ia juga menaruh hati kepada sang Mandala. Mereka kemudian menjadi pasangan suami istri sampai mempunyai keturunan.
Wujud syukur masyarakat terhadap kelestarian hutan dan melimpahnya ketersediaan air yang ada di hutan mendala, pada setiap tahunnya diadakan selamatan Mata Air  atau Roah Pengembulan dihadiri oleh seluruh petani pemakai air, dan secara sukarela mereka membawa masing-masing satu ekor ayam dan bahkan kerbaupun kadang di bawa untuk disemblih di mata air dan sebagai hidangan untuk dinikmati bersama-sama sampai acara selamatan itu ditutup oleh kiayi dengan do’a sebagai rasa syukur kehadirat Allah Swt.
Tradisi Dan cerita Rakyat tersebut menjadi landasan sejarah bagi hutan adat mendala.  Dan  satu tempat yang hingga kini dikelola dan dilestarikan sesuai konsep adat maupun hukum adat yang berlaku,  baik terhadap mendala sebagai hutan tutupan adat yang harus selalu dijaga kelestariannya maupun mendala sebagai sumber mata air yang jika hutanya lestari maka air dapat terus mengalir ke sawah-sawah petani atau dimanfaatkan sebagai air minum perpipaan untuk desa-desa tetangga.
Mata air Mandala pernah menjadi Pemenang I Lomba perlindungan Mata Air (Permata) tingkat Nnasional pada tahun 2012.  Tahun 2013 Desa  Bayan mengikuti lomba yang sama dengan mengajukan Mata Air di Hutan Bangket Bayan. Mata air di Hutan Bangket Bayan  adalah yang menjadi sumber air Air Terjun Sendang Gila di Desa Senaru.
Adapun beberapa sumber mata air yang ada di hutan adat Mandala adalah Lokoq Jawa. Nama ini berkaitan dengan sejarah penyebaran agama Islam di Bayan.  Di hutan ini konon pernah beristirahat seorang mubalig (salah satu murid Wali Songo). Untuk mengenang tempat tersebut, maka salah satu sumber mata air yang ada di Hutan Mendala di beri nama Lokoq Jawa yang menunjukan asal mubaliq tersebut.
Tidak jauh dari hutan Mendala juga ada suatu tempat yang diberi nama Ampel Duri yang menguatkan cerita,  bahwa salah satu mubalig yang menyebarkan syiar Islam tersebut adalah murid dari sunan Ampel.

Sumber mata air lainnya yang di Mandala adalah Mata Air Boro’ Tioq. Mata air Baro’ tioq atau baru muncul ini kelihatan sejak 15 tahun terakhir ini. Dan sumber mata air ini sekaligus  menambah debet air di hutan adat mandala.  Tidak jauh dari tempat ini terdapat lokasi selamat olor.  Selamat olor sendiri adalah acara yang dilaksanakan setahun sekali sebagai wujud syukur masyarakat atas melimpahnya debet air yang mengalir kesawah sawah petani.

Air yang keluar dari mata air di hutan Mandala ini mengairi 112 Ha sawah di Desa Bayan dan menjadi sumber air bersih bagi sedikitnya 390 keluarga di Bayan dan 1.826 keluarga di 3 desa lain si sekitarnya  yaitu Loloan, Karang Bajo dan desa Anyar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar