Sabik Elen (KLU), SK - Sebanyak 18 warga Dasan Gol Dusun Lenggorong dari 426 penerima bantuan Rumah Tidak Layah Huni di Desa Sambik Elen Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara meragukan kualitas semen bermerek merah putih.
“Semen yang diberikan kepada penerima bantuan RTLH diragukan kualitasnya. Dan ini wajar, karena warga biasanya membangun rumah dengan semen yang bermerek yang terkenal di toko, seperti semen tiga roda, tanasa dan merek lainnya”, kata Amaq Imah,, tokoh masyarakat setempat pada acara pertemuan di Dasan Gol yang dihadiri pengurus Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Tim Pendamping Masyarakat (TPM) RTLH Desa Sambik Elen.
Selain kualitasnya duragukan, juga harga semen merek baru ini yang dinilai cukup tinggi yaitu mencapai Rp. 63 ribu/sak. Sementara di toko bangunan harganya hanya Rp. 60 ribu/sak dan diterima dilokasi. “Kalau bisa semen untuk pembangunan RTLH ini diganti saja dengan merek gersik yang harganya Rp. 62 ribu/sak, walaupun warga harus membayar Rp. 63 ribu sesuai dengan RAB”, kata Amaq Imah.
Keluhan lain yang juga mengemuka dari penerima bantuan RTLH adalah kualitas bahan material lokal seperti pasir yang bercampur dengan krikil dan tanah serta ukuran satu dum truk yang diberikan kepada warga tidak sesuai dengan ukuran yang biasa dibeli warga. “Untuk dua dam truk yang diberikan kepada warga penerima RTLH sama dengan ukuran satu dam truk bila dibeli ditempat lain oleh warga”, keluh Hajarudin.
Demikian juga harga pasir yang per dam truk dinilai dengan Rp. 265 ribu, padahal yang biasa harganya berkisar Rp. 250.000,-. “Kami pernah bertanya kepada sopir yang mengangkut pasir untuk RTLH. Dan para sopir mengaku satu kali rit harganya Rp. 230 – 250 ribu. Dan ini artinya ada selisih harga Rp. 15.000 per ritnya. Lalu keuntungan itu masuknya kemana?”, tegas warga dengan nada tanya.
Terkait persoalan tersebut, Pjs Kades Sambik Ele, sundawati mengatakan, program RTLH ini datangnya dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), dan bila terjadi persoalan ditingkat bawah baik menyangkut kualitas semen, pasir atau bahan bangunan lainnya dapat dikoordinasikan dengan pengurus UPK dan TPM.
“Kita sangat sayangkan bila terjadi persoalan ditingkat masyarakat dan harus segera diselesaikan. Sebab jika sebuah persoalan itu berkembang , maka pemerintah akan menilai bahsa Sambik Elen itu kurang aman, sehingga bantuan tidak lagi diturunkan”,, katanya.
Dikatakan, program RTLH ini memiliki target waktu, sehingga dana yang ada direkening warga harus habis pada waktu yang sudah ditentukan. “Kalau ada sekelompok masyarakat yang menolak program RTLH, tentu pelaksanaannya akan dipending dan dapat menghambat yang lainnya”, tegas Sundawati yang juga sebagai Sekdes Sambik Elen ini.
Sementara, ketua UPK Sambik Elen Samiun dalam kesempatan tersebut menjelaskan fungsi UPK yaitu perpanjangan tangan dari pemerintah. Sedangkan TPM sendiri adalah perpanjangan tangan dari Kemenpera. “Dan jika ada sekelompok masyarakat meragukan kualitas semen yang berlabel SNI ini, maka perlu kita bicarakan bersama, karena kekuatan semen Merah Putih sudah dibuktikan kualitasnya”, jelasnya.
Mendengar jawaban dari UPK, masyarakat tampak kurang puas, sehingga pihak UPK sendiri langsung menelpon Fasilitator Kabupaten Lombok Utara, Supriadi via hp dan suara handponepun sengaja dibesarkan agar warga penerima bantuan RTLH dapat mendengar suara fasilitator.
Saat Amaq Imah dan Hajardin diberikan kesempatan komunikasi langsung, sempat terjadi ketegangan antar fasilator kabupaten. Karena nada dari Supriadi seperti nada mengancam dengan kata, “Jika warga menolak dan meragukan kualitas semen dan bahan lainnya, silahkan cari program lain, karena yang kami urus adalah orang banyak”, kata Supriadi via hpnya.
Menurut Amaq Imah, setiap program yang turun langsung ke masyarakat seharusnya terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk menentukan suplier yang kemudian dilanjutkan dengan surpai harga di pasar, seperti harga semen, pasir dan bahan bangunan lainnya. “Namun yang terjadi di RTLH terlebuh dahulu pihak pengurus menentukan supplier baru melakukan pertemuan”, tegas Amaq Imah.
Ketegangan antar warga dengan Supriadi via hp, mereda setelah dijelaskan prosedur yang dilakukan sehingga mendapat bantuan RTLH. Demikian juga dengan kualitas semen Merah Putih yang menurut Supriadi sudah tidak perlu diragukan lagi karena sudah berlabel SNI. Sementara mengenai harga semen dan pasir dapat dikomunikasikan dengan pengurus yang ada ditingkat desa.
Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya ke 18 warga Dasan Gol Dusun Lenggorong sepakat menerima bantuan RTLH dengan syarat antar warga dan pengurus tetap melakukan koordinasi dan komunikasi sehingga bahan bangunan yang diberikan oleh pihak suplier kualitasnya bagus.
“Semen yang diberikan kepada penerima bantuan RTLH diragukan kualitasnya. Dan ini wajar, karena warga biasanya membangun rumah dengan semen yang bermerek yang terkenal di toko, seperti semen tiga roda, tanasa dan merek lainnya”, kata Amaq Imah,, tokoh masyarakat setempat pada acara pertemuan di Dasan Gol yang dihadiri pengurus Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Tim Pendamping Masyarakat (TPM) RTLH Desa Sambik Elen.
Selain kualitasnya duragukan, juga harga semen merek baru ini yang dinilai cukup tinggi yaitu mencapai Rp. 63 ribu/sak. Sementara di toko bangunan harganya hanya Rp. 60 ribu/sak dan diterima dilokasi. “Kalau bisa semen untuk pembangunan RTLH ini diganti saja dengan merek gersik yang harganya Rp. 62 ribu/sak, walaupun warga harus membayar Rp. 63 ribu sesuai dengan RAB”, kata Amaq Imah.
Keluhan lain yang juga mengemuka dari penerima bantuan RTLH adalah kualitas bahan material lokal seperti pasir yang bercampur dengan krikil dan tanah serta ukuran satu dum truk yang diberikan kepada warga tidak sesuai dengan ukuran yang biasa dibeli warga. “Untuk dua dam truk yang diberikan kepada warga penerima RTLH sama dengan ukuran satu dam truk bila dibeli ditempat lain oleh warga”, keluh Hajarudin.
Demikian juga harga pasir yang per dam truk dinilai dengan Rp. 265 ribu, padahal yang biasa harganya berkisar Rp. 250.000,-. “Kami pernah bertanya kepada sopir yang mengangkut pasir untuk RTLH. Dan para sopir mengaku satu kali rit harganya Rp. 230 – 250 ribu. Dan ini artinya ada selisih harga Rp. 15.000 per ritnya. Lalu keuntungan itu masuknya kemana?”, tegas warga dengan nada tanya.
Terkait persoalan tersebut, Pjs Kades Sambik Ele, sundawati mengatakan, program RTLH ini datangnya dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), dan bila terjadi persoalan ditingkat bawah baik menyangkut kualitas semen, pasir atau bahan bangunan lainnya dapat dikoordinasikan dengan pengurus UPK dan TPM.
“Kita sangat sayangkan bila terjadi persoalan ditingkat masyarakat dan harus segera diselesaikan. Sebab jika sebuah persoalan itu berkembang , maka pemerintah akan menilai bahsa Sambik Elen itu kurang aman, sehingga bantuan tidak lagi diturunkan”,, katanya.
Dikatakan, program RTLH ini memiliki target waktu, sehingga dana yang ada direkening warga harus habis pada waktu yang sudah ditentukan. “Kalau ada sekelompok masyarakat yang menolak program RTLH, tentu pelaksanaannya akan dipending dan dapat menghambat yang lainnya”, tegas Sundawati yang juga sebagai Sekdes Sambik Elen ini.
Sementara, ketua UPK Sambik Elen Samiun dalam kesempatan tersebut menjelaskan fungsi UPK yaitu perpanjangan tangan dari pemerintah. Sedangkan TPM sendiri adalah perpanjangan tangan dari Kemenpera. “Dan jika ada sekelompok masyarakat meragukan kualitas semen yang berlabel SNI ini, maka perlu kita bicarakan bersama, karena kekuatan semen Merah Putih sudah dibuktikan kualitasnya”, jelasnya.
Mendengar jawaban dari UPK, masyarakat tampak kurang puas, sehingga pihak UPK sendiri langsung menelpon Fasilitator Kabupaten Lombok Utara, Supriadi via hp dan suara handponepun sengaja dibesarkan agar warga penerima bantuan RTLH dapat mendengar suara fasilitator.
Saat Amaq Imah dan Hajardin diberikan kesempatan komunikasi langsung, sempat terjadi ketegangan antar fasilator kabupaten. Karena nada dari Supriadi seperti nada mengancam dengan kata, “Jika warga menolak dan meragukan kualitas semen dan bahan lainnya, silahkan cari program lain, karena yang kami urus adalah orang banyak”, kata Supriadi via hpnya.
Menurut Amaq Imah, setiap program yang turun langsung ke masyarakat seharusnya terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk menentukan suplier yang kemudian dilanjutkan dengan surpai harga di pasar, seperti harga semen, pasir dan bahan bangunan lainnya. “Namun yang terjadi di RTLH terlebuh dahulu pihak pengurus menentukan supplier baru melakukan pertemuan”, tegas Amaq Imah.
Ketegangan antar warga dengan Supriadi via hp, mereda setelah dijelaskan prosedur yang dilakukan sehingga mendapat bantuan RTLH. Demikian juga dengan kualitas semen Merah Putih yang menurut Supriadi sudah tidak perlu diragukan lagi karena sudah berlabel SNI. Sementara mengenai harga semen dan pasir dapat dikomunikasikan dengan pengurus yang ada ditingkat desa.
Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya ke 18 warga Dasan Gol Dusun Lenggorong sepakat menerima bantuan RTLH dengan syarat antar warga dan pengurus tetap melakukan koordinasi dan komunikasi sehingga bahan bangunan yang diberikan oleh pihak suplier kualitasnya bagus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar