Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Kelautan perikanan dan Perkebunan (DPPKKP) KLU, Ir. Hermanto, melalui Kabid Pertanian, Sapdi, SP, mengakui, tren komoditas gabah yang keluar dari wilayah Lombok Utara terus meningkat. Saat ini saja, prediksi jumlah gabah yang diangkut pengusaha asal Lombok Tengah, Kota Mataram dan Lombok Barat mencapai 50 persen produksi.
“Stabilitas kemandirian pangan jelas terancam, karena serapan dari pengusaha lokal Lombok Utara sangat rendah. Di samping itu, banyak diantara Koperasi Unit Desa (KUD) yang tidak aktif lagi menyerap gabah masyarakat,” ungkap Sapdi.
Bebasnya lalu lintas perdagangan gabah di pasaran, menyebabkan pengusaha luar Lombok Utara melakukan ekspansi pembelian besar-besaran. Sapdi mengutarakan, secara kasat mata dapat dlihat, tidak sampai sehari panen gabah petani sudah ditunggu oleh antrian truk pembeli dengan plat luar daerah. Menurutnya jika hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak terhadap pemenuhan demand and supply pasar di Lombok Utara.
Menurut Sapdi, meski ada kesan pembelian oleh saudagar gabah lokal namun fakta lapangan menunjukkan gabah itu pun ikut diangkut keluar daerah oleh pengusaha lokal. Pertimbangan bisnis pengusaha yang mengakut keluar itu, tidak lepas dari keberadaan minimnya jumlah hueller untuk menggiling gabah di tingkat lokal. Meski ada hueller keliling, namun tentu kapasitas penggilingannya diakui terbatas.
“Persentase gabah diangkut keluar ini semakin tinggi. Pengusaha tidak ingin membawa keluar, tetapi rupanya di sini tidak ada hueller. KUD yang dulunya menyerap 80 sampai 90 persen gabah lokal, sekarang sudah vakum, sehingga tidak heran beras diangktu keluar,” katanya.
Mengamini pernyataan Sapdi, salah seorang pedagang beras eceran di Pasar Tanjung, Erna, mengakui beras eceran yang ia jual merupakan beras kiriman dari Lombok Tengah. Selama ini, ia bahkan belum pernah sekalipun memperoleh pasokan dari saudagar lokal Lombok Utara.
“Stabilitas kemandirian pangan jelas terancam, karena serapan dari pengusaha lokal Lombok Utara sangat rendah. Di samping itu, banyak diantara Koperasi Unit Desa (KUD) yang tidak aktif lagi menyerap gabah masyarakat,” ungkap Sapdi.
Bebasnya lalu lintas perdagangan gabah di pasaran, menyebabkan pengusaha luar Lombok Utara melakukan ekspansi pembelian besar-besaran. Sapdi mengutarakan, secara kasat mata dapat dlihat, tidak sampai sehari panen gabah petani sudah ditunggu oleh antrian truk pembeli dengan plat luar daerah. Menurutnya jika hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak terhadap pemenuhan demand and supply pasar di Lombok Utara.
Menurut Sapdi, meski ada kesan pembelian oleh saudagar gabah lokal namun fakta lapangan menunjukkan gabah itu pun ikut diangkut keluar daerah oleh pengusaha lokal. Pertimbangan bisnis pengusaha yang mengakut keluar itu, tidak lepas dari keberadaan minimnya jumlah hueller untuk menggiling gabah di tingkat lokal. Meski ada hueller keliling, namun tentu kapasitas penggilingannya diakui terbatas.
“Persentase gabah diangkut keluar ini semakin tinggi. Pengusaha tidak ingin membawa keluar, tetapi rupanya di sini tidak ada hueller. KUD yang dulunya menyerap 80 sampai 90 persen gabah lokal, sekarang sudah vakum, sehingga tidak heran beras diangktu keluar,” katanya.
Mengamini pernyataan Sapdi, salah seorang pedagang beras eceran di Pasar Tanjung, Erna, mengakui beras eceran yang ia jual merupakan beras kiriman dari Lombok Tengah. Selama ini, ia bahkan belum pernah sekalipun memperoleh pasokan dari saudagar lokal Lombok Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar