Senin, 06 Februari 2012

Masya Allah, Vidio Mesum Diduga Dilakukan Siswa SMP Beredar

Banyak sekali orangtua sekarang terperangkap dalam ketidaktahuan dan tidak tahu harus berbuat apa menghadapi maraknya peredaran pornografi, baik dalam bentuk keping cakram, video games, maupun komik. Padahal, anak-anak makin rentan terpapar materi pornografi yang pada akhirnya bisa menimbulkan kecanduan seks dan merusak otak.
Apa yang terjadi di sebuah SMP di Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara (KLU) merupakan sebuah fakta, yakni masih ada pelajar yang dengan sengaja berbuat dan merekam adegan mesum yang diduga dilakukan oleh siswa sebuah SMP, yang kini cukup mengejutkan para orang tua wali, dan kasus ini sudah diselesaikan secara internal oleh pihak sekolah.
Dua vidio porno yang berdurasi masing-masing  2,37 menit dan 2,22 menit , diduga direkam secara sengaja disebuah tempat oleh pelaku yang masih masih remaja berbau kencur alias masih duduk dibangku SMP, dan tak diberikan hukuman oleh pihak sekolah kecuali hanya pembinaan.
“Kami sudah memanggil  siswa dan orang tua yang bersangkutan termasuk guru dan para komite sekolah untuk menyelesaikan persoalan video porno.  Dan mengingat para siswa ini tergolong masih anak-anak dan harus menyelesaikan pendidikannya sehingga perlu dilakukan pembinaan, dan difilm porno itu tak terlalu vulgar”,  kata Melsah, kepala sekolah tempat siswa itu menuntut ilmu, 4 Februari lalu.
Dijelaskannya dalam video (ke dua) tersebut, perbuatan satu pasangan siswa yang terekam tidak sejauh yang dibayangkan. Meski demikian, menilik usia mereka, Melsah menegaskan perbuatan anak didiknya tidak semestinya terjadi.
"Perbuatan siswa tidak semestinya terjadi. Itu pun dilakukan di luar jam belajar. Oleh karena itu, persoalan ini kita selesaikan melalui rapat dewan guru," ujarnya.
Menanggapi video mesum yang secara sengaja direkam dan diedarkan itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan, Drs. Suhrawardi, di ruang kerjanya mengatakan mendukung langkah pihak kepolisian dalam mengusut kasus tersebut. Hanya saja dalam kasus ini, Suhrawardi tak ingin dipojokkan agar sekolah maupun Dikporabud, mengambil tindakan tegas terhadap pelaku. Ia meminta, kasus ini dipilah menurut sudut pandang institusi.
"Dikpora akan menindaklanjuti apa kebijakan sekolah, sesuai dengan tata tertib sekolah. Berat maupun ringan hukumannya, agar dilihat dari tingkat kesalahan siswa. Tetapi kalau kasus ini digiring ke ranah hukum, kita serahkan kepada pihak terkait. Yang jelas sekolah, tujuannya adalah untuk mendidik dan membina siswa," ujarnya
Suhrawardi sedikit berkelit dengan dalih belum melihat kasus tersebut, melainkan hanya baru mendengar informasinya saja. Sevulgar apa perbuatan siswa, dirinya mengaku belum menyaksikan secara langsung video dimaksud.
Di zaman modernisasi saat ini, dirinya beropini jika tingkah laku siswa (masih bau kencur, red) yang melakukan perbuatan tak senonoh itu sebagai sebuah fenomena. Namun demikian, atas perilaku menyimpang pasangan yang terekam dalam video agar menjadi pelajaran bagi semua pihak. Mengingat waktu anak didik di institusi sekolah hanya 7 jam, selebihnya di masyarakat.
"Saya mengajak untuk tidak saling menyalahkan apalagi memojokkan. Siswa semestinya menegakkan aturan dan tata tertib sekolah. Sekarang apapun keputusan sekolah, kalau tatib sekolah bilang keluar, saya dukung," tegas Suhrawardi. 
Melihat kejadian ini, ternyata hasil survei yang dihasilkan Komisi Nasional Perlindungan Anak yang menyebut  62,7 persen remaja siswi SMP di Indonesia sudah tidak perawan, bukan hanya acungan jempol, tapi merupakan fakta yang tak terbahtahkan. 
Data tersebut dirilis oleh Komnas Anak menyusul semakin maraknya peredaran film porno maupun adegan porno di tengah masyarakat melalui yang kadang juga drekam oleh siswa itu sendiri seperti yang dilakukan oleh siswa ddisebuah SLTP di Tanjung ini. 
Menurut Komnas Anak,  umumnya mereka  menyaksikan materi pornografi itu karena iseng (27 persen), terbawa teman (10 persen), dan takut dibilang kuper (4 persen). Ternyata anak-anak itu melihat materi pornografi di rumah atau kamar pribadi (36 persen), rumah teman (12 persen), warung internet (18 persen), dan rental (3 persen). "Kalau kita jumlahkan, yang melihat di kamar pribadi dan di rumah teman, berarti satu dari dua anak melihatnya di rumah sendiri," ujarnya.
Hasil survey  Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, sebanyak 97 persen dari responden pernah menonton film porno, sebanyak 93,7 persen pernah ciuman, petting, dan oral sex, serta 62,7 persen remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama pernah berhubungan intim, dan 21,2 persen siswi sekolah menengah umum pernah menggugurkan kandungan.
Terhadap dampak teknologi dan informasi yang perkembangannya cukup pesat belakangan ini, jauh sebelumnya, Bupati KLU, H. Djohan Sjamsu, SH,  pada setiap kesempatan bertemu dengan pelajar dan mahasiswa selalu menyampaikan agar menggunakan teknologi yang ada sesuai dengan fungsinya. “Teknologi itu memang penting, namun perlu digunakan kearah yang positif, bukan yang negatif”, katanya.
"Kita tidak bisa melarang anak kita mengakses internet karena kondisi sekarang memang mengaharuskan seperti itu. Yang harus dilakukan adalah memonitor kegiatan anak-anak kita agar tidak terjerumus ke hal-hal negatif, termasuk mengakses pornografi," kata Bupati KLU dalam beberapa kesempatan.
Adlan Mamnun, salah seorang pemerhati pendidikan di KLU mengaku, belakangan ini banyak situs internet dengan nama yang tidak terkait dengan materi seks ternyata mengandung materi pornografi. Beberapa dari situs itu bahkan menggunakan nama tokoh kartun yang digemari anak-anak seperti Naruto, serta memakai istilah nama hewan seperti lalat atau nyamuk yang biasanya dibuka anak-anak itu ketika mengerjakan tugas sekolah.
Mereka umumnya tidak tahu dampak negatif video terhadap kerusakan otak anak. "Kita berada dalam kultur abai pada anak sendiri. Di sisi lain, kita semua belum menganggap bencana pornografi itu sama pentingnya dengan masalah flu burung, HIV/AIDS, narkoba, dan penyakit-penyakit menular lainnya," ujarnya.
Karenanya, para orangtua, baik ayah maupun ibu, lebih terlibat dalam pengasuhan anak-anak mereka sejak belia. Kurangnya peran ayah dalam pengasuhan anak pada usia dini, khususnya pada anak lelaki, mengakibatkan terputusnya jembatan komunikasi antara orangtua dan anak. Hal ini membuat banyak anak memilih mencari informasi dari luar rumah yang bisa jadi malah menjerumuskan mereka dalam dunia pornografi.
Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan terhadap peredaran materi pornografi, "Antara lain dengan membatasi atau memblokir situs-situs internet pornografi, menerapkan regulasi yang ketat terhadap video games, terutama yang mengandung materi tidak edukatif atau berbau pornografi. Semoga kejadian seperti ini tak terulang lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar