Rabu, 01 Februari 2012

DPRD PERCAYAKAN PENEGAK HUKUM PROSES KADER DEMOKRAT

 Mataram, 1/2 (ANTARA) -  Pimpinan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat mempercayakan aparat penegak hukum untuk memproses Sulaiman Hamzah, kader Partai Demokrat yang masih menjabat ketua fraksi, sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
     "Pimpinan dewan baru saja menggelar rapat dan salah satu keputusannya yakni mempercayakan kepada aparat penegak hukum untuk memproses anggota DPRD NTB yang menjabat Ketua Fraksi Demokrat itu," kata Wakil Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) H Suryadi Jaya Purnama, di Mataram, Rabu, seusai rapat pimpinan DPRD NTB itu.
     Rapat pimpinan DPRD NTB itu digelar di ruang kerja Ketua DPRD NTB H Lalu Sujirman, yang dihadiri semua pimpinan dewan, termasuk Lalu Abdul Khalik Iskandar selaku salah satu Wakil Ketua DPRD NTB.
     Lalu Abdul Khalik Iskandar atau yang dikenal dengan sebutan Mamiq Alek merupakan mantan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Demokrat NTB yang kini menjabat anggota Dewan Pembina Partai Demokrat NTB. 
     Sejak 3 April 2011, Ketua DPD Partai Demokrat dijabat TGH M Zainul Majdi, yang sedang menjabat Gubernur NTB periode 2008-2013. 
     Namun, Abdul Khalik enggan mengomentari kebijakan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang menahan dan menjebloskan Ketua Fraksi Demokrat DPRD NTB Sulaiman Hamzah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, sejak Selasa (31/1) sore, terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan di Kota Bima tahun anggaran 2007.   
     "Tanyakan kepada ketua dewan saja, tadi sudah ada pembicaraan dalam rapat pimpinan DPRD NTB," ujarnya sambil berlaku.
     Menurut Suryadi, pimpinan DPRD NTB sudah langsung menyikapi penahanan Sulaiman Hamzah di Lapas Mataram, sesaat setelah aparat kejaksaan mengantarnya ke lapas tersebut.
     "Secara kemanusiaan pimpinan dewan sudah menjenguk Pak Sulaiman di Lapas Mataram, dan kami pun sudah menerima informasi langsung dari beliau (Sulaiman) bahwa akan ada pengajuan permohonan penangguhan penahanan yang sedang diurus penasehat hukumnya," ujarnya.
     Karena itu, kata Suryadi, pimpinan DPRD NTB memilih menyerahkan sepenuhnya proses hukum kasus dugaan korupsi DAK Kota Bima 2007 itu kepada aparat penegak hukum, sambil memantau perkembangannya.
     Mengenai jabatan Ketua Fraksi Demokrat, pimpinan DPRD NTB menyerahkan permasalahan tersebut kepada Partai Demokrat untuk menindaklanjutinya.
     "Fraksi bukan alat kelengkapan dewan, jadi kami serahkan kepada internal partai untuk menyikapinya," ujar Suryadi, Wakil Ketua DPRD NTB dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
     Sulaiman Hamzah ditahan di Lapas Mataram, sesaat setelah penyidik Polda NTB melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi itu bersama barang bukti dan tersangka, pada 31 Januari 2012.
     Sulaiman merupakan anggota DPRD NTB yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) VI (Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu).
     Politisi dari Partai Demokrat itu, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pendidikan Dasar Pemuda dan Olahraga (Dikdaspora) Kota Bima, dan dalam masa jabatannya di Pemkot Bima itu ia teridentifikasi terlibat penyimpangan dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2007 yang total nilai anggarannya mencapai Rp10 miliar untuk pembangunan 34 unit Sekolah Dasar (SD).
     Indikasi penyalahgunaan DAK itu, berupa penyaluran DAK di Dikdaspora Kota Bima yang disinyalir tidak sesuai ketentuan. 
     Sebanyak 34 SD di Kota Bima yang mendapat DAK 2007 itu hingga kini belum diberikan sisa dana dari Dikdaspora Kota Bima, dimana rata-rata dana yang belum diterima ini berkisar antara Rp17,5 juta hingga Rp35 juta, tergantung jumlah paket yang dikucurkan saat itu.
     Pagu dana untuk setiap SD berkisar antara Rp250 juta hingga Rp500 juta, bergantung dari jumlah paket yang diterima. Namun sebagian besar SD hanya mendapatkan dua paket proyek dengan nilai Rp 500 juta. 
     Sementara bendahara proyek DAK itu mengaku telah menyerahkan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 
     Bahkan, dilaporkan tak hanya DAK 2007 saja yang belum dikucurkan sesuai ketentuan, DAK 2009 pun belum tuntas, karena masih ada sejumlah sekolah yang belum menerima dana itu sesuai jumlah yang semestinya. 
     Versi penyidik kepolisian yang berkaskan dalam berita acara pemeriksaan (BAP), dugaan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp766 juta. 
     Sebelum Sulaiman, ditetapkan sebagai tersangka, penyidik lebih dulu menetapkan mantan Kasubdin Pendidikan Dasar (Dikdas) Dikdaspora tahun 2007 H Sahruman Abdullah, sebagai tersangka, dan langsung ditahan di Lapas Mataram. 
     Bahkan, berkas perkara Sahruman sudah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram.
     Tersangka lainnya dalam kasus dugaan penyimpangan DAK Kota Bima 2007 itu yakni Y Titik Handoyo selaku bendara DAK, namun yang bersangkutan masih berkeliaran di Bima karena belum dilakukan penahanan. 
     Ketiga tersangka DAK itu dijerat pasal 2 dan 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar